Pengawasan Melekat

Seorang guru mempunyai beberapa or- ang murid, dan ia lebih menyukai salah seorang muridnya dan memberinya perhatian lebih daripada murid murid yang lain. Ketika ditanya tentang hal itu, ia menjawab, “Aku akan menunjukkan kepadamu mengapa aku bersikap demikian terhadapnya.” Lalu diberikannya kepada setiap orang muridnya seekor burung dan memerintahkan kepada mereka, “Sembelihlah burung-burung itu di suatu tempat di mana tidak seorang pun akan melihatnya!” Mereka semua pun berangkat. Kemudian masing-masing kembali dengan burung sembelihannya. Tetapi murid kesayangan itu kembali dengan membawa burung pemberian sang guru yang masih dalam keadaan hidup. Ketika sang guru bertanya, “Mengapa engkau tidak menyembelihnya?” Si murid menjawab, “Tuan memerintahkan saya untuk menyembelih burung ini di tempat yang tidak dilihat oleh siapa pun, dan saya tidak bisa menemukan tempat seperti itu, karena Allah selalu memperhatikan setiap langkah gerak kita.” Mendengar jawaban muridnya itu, sang guru lalu berkata kepada murid-murid yang lain, “Inilah sebabnya mengapa aku lebih memberikan perhatian kepadanya.”

Begitulah seharusnya seorang yang telah mengikrarkan diri sebagai hamba Allah. la berusaha bersifat Ihsan, karena merasakan pangawasan melekat langsung dari Allah. Dengan begitu, ia tidak pernah akan melakukan kemaksiatan dimana pun dan kapan pun karena yakin bahwa Allah selalu mengawasinya dan merasa tenang dengan-Nya. Diriwayatkan dalam suatu hadist, bahwa malaikat Jibril datang kepada Rasulullah dalam rupa sebagai seorang manusia. la bertanya: “Wahai Muhammad, apakah iman itu?” Beliau menjawab, ‘Iman adalah bahwa engkau percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, utusan-utusan Nya, dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk, yang manis maupun yang pahit”. Jibril berkata, “Engkau benar.” Jarir (perawi hadis ini) berkata, “Kami semua heran atas penegasannya terhadap kebenaran jawaban Nabi, sedangkan Jibril sendiri yang bertanya.. Kemudian Jibril bertanya lagi, “Katakanlah kepadaku, apakah Islam itu?” Nabi menjawab, “‘Islam yaitu hendaknya engkau menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan melaksanakan ibadah haji ke Baitullah.” Jibril berkata, “Engkau benar.” Kemudian ia bertanya lagi, “Katakanlah kepadaku, apakah ihsan itu?” Nabi menjawab, “Ihsan yaitu hendaknya engkau menyembah Allah seolah olah engkau melihat-Nya, (namun) jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Jibril berkata, “Engkau benar”. (HR: Tirmidzi, Abu Dawud dan Nasa’i).

Kalimat yang berbunyi, “Jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu,” merupakan petunjuk mengenal keadaan mawas diri kepada Allah (muraqabah). Sebab, mawas diri adalah kesadaran si hamba, bahwa Allah senantiasa melihat dirinya. Tetapnya ia dalam kesadaran ini merupakan muraqabah kepada Allah, dan sumber kebaikan baginya. la hanya akan sampai kepada muraqabah ini setelah sepenuhnya melakukan perhitungan dengan dirinya sendiri mengenai apa yang telah terjadi di masa lampau, memperbaiki keadaannya di masa kini, tetap berteguh di jalan yang benar, memperbaiki hubungannya dengan Allah dengan sepenuh hati, menjaga diri agar setiap saat senantiasa ingat kepada Allah, serta taat kepada Nya dalam segala kondisi, Orang-orang seperti ini, tentu akan merasakan kehadiran Allah dalam hatinya.

Sifat muraqabah merupakan dasar komitmen seorang muslim pada Islam. Sifat muraqabah merupakan sumber kekuatan seorang muslim di saat sendirian dan di tengah keramaian. Jika terlintas dalam pikirannya untuk melakukan maksiat, maka dia akan segera ingat Allah, bahwa Dia hadir mengawasinya. Lalu dengan serta merta dia akan membuang pikiran ke arah maksiat itu sejauh-jauhnya, agar dirinya terhindar dan terbebas dari perbuatan maksiat tersebut dan dia ber-azzam untuk tidak mendekatinya lagi. Kalau saja sifat ini telah ternanam pada diri kaum muslimin. Tentu, kita tidak akan lagi menemui kasus korupsi yang dilakukan oleh pribadi ataupun kolektif. Seorang suami tidak akan lagi berani berselingkuh. Alangkah indahnya, jika dunia ini dihuni oleh manusia-manusia seperti ini.

Allah berfirman, artinya, “Dan Dia bersama kamu di mana pun kamu berada dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat” (QS. Al-Hadid:4) Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Makna ayat ini adalah, bahwa Allah Maha Mengawasi dan menyaksikan semua perbuatan, kapan saja dan di mana saja kamu melakukannya, di daratan maupun di lautan, pada waktu malam maupun siang hari, di rumah tempat tinggalmu maupun di tempat umum yang terbuka, segala sesuatu ada dalam ilmu-Nya, semuanya dalam penglihatan dan pendengaran-Nya. Dia mendengar apa yang kamu ucapkan dan melihat keberadaanmu. Dia Maha Mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu tampakkan. Dalam surat Hud ayat 5, Allah berfirman, artinya, “Ingatlah, sesungguhnya (orang munafik itu) memalingkan dada mereka untuk menyembunyikan diri daripadanya (Muhammad). Ingatlah, di waktu mereka menyelimuti dirinya dengan kain, Dia (Allah) mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka tampakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.”

DR. Sayyid Muhammad Nuh dalam Taujih Nabawy, menerangkan dua sarana untuk menghidupkan muraqabah:

Pertama, memiliki keyakinan yang sempurna bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala yang dirahasiakan dan segala yang nyata. Allah berfirman, artinya, “Dia Allah yang disembah di langit dan di bumi, Dia Mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu tampakkan, dan Dia Mengetahui apa yang kamu usahakan” (QS. Al- An’am: 3) Sesungguhnya hakikat muraqabah seperti ini apabila benar-benar terhujam di dalam hati seseorang, maka dia akan benar-benar merasa malu dilihat oleh Allah jika dia melanggar larangan- Nya atau dia meninggalkan perintah-Nya.

Kedua, Memiliki keyakinan bahwa Allah akan menghitung dan menghisab segala sesuatu meskipun itu hal-hal yang terkecil. Dia akan memberitahukan hal itu kelak pada hari Kiamat, dan bahkan Dia akan memberikan balasannya sesuai dengan jenis amal perbuatan seseorang, amalan yang jelek akan dibalas dengan ‘iqob dan azab-Nya sedangkan amal yang baik akan mendapatkan balasan rahmat dan ridha-Nya. Allah berfirman, artinya, “Dan diletakkanlah al-kitab (buku catatan amal perbuatan), lalu kamu akan melihat orang- orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan dia catat semuanya, dan mereka mendapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis dihadapan mereka). Dan Rabbmu tidak menganiaya seorang jua pun”. (QS. Al-Kahfi:49).

Kalau kita telah mengetahui bahwa Allah senantiasa mengawasi setiap langkah kita. Masih adakah tempat yang tersembunyi untuk melakukan kemaksiatan?

 

Ghoib, Edisi 64 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN