Hitam lambang kesedihan. Ingatlah ketika Allah menceritakan kisah orang-orang yang tidak senang dengan kelahiran anak perempuan Allah mengungkapkannya dengan bahasa kiasan. “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya dan dia sangat marah” (QS. An-Nahl: 58)
Dalam kehidupan duniawi, warna hitam memang sering dilambangkan sebagai tanda berbela sungkawa untuk menunjukkan perasaan yang terdalam. Tengoklah pada beberapa orang yang melayat mayat, maka akan ditemukan di antara mereka yang kemudian mengenakan pakaian berwarna hitam-hitam. Ketika ditanya alasannya maka yang terungkap adalah bahwa pakaian itu sebagai bentuk solidaritas mereka.
Hitam pulalah, tanda yang ada pada orang-orang kafir saat mereka dibangkitkan dari kubur. Imam Qurtubi menafsirkan makna hitam dari firman Allah, “Pada hari yang waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan), “Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah siksaan disebabkan karena kekafiranmu itu.” (QS. Ali Imran: 106)
Ya, orang-orang kafir dibangkitkan dari kubur dengan wajah berwarna hitam. Itulah tanda pertama yang menunjukkan eksistensi kekafiran mereka. Saat mereka menerima buku catatan pun mereka tetap bermuram durja melihat keburukan mereka yang tidak sebanding dengan kebaikannya.
Selanjutnya amal mereka ditimbang. Dan di sinilah apa yang tertera dalam buku catatan itu menjadi nyata timbangan keburukan mereka lebih berat dari kebaikannya. Maka gelayut hitam di wajah mereka tidak berubah.
Demikian pula halnya ketika orang-orang mukmin sujud bersyukur di hadapan Rabnya dengan wajah memutih laksana salju, orang-orang kafir itu pun tetap tidak berubah. Mereka tidak bisa bersujud dan wajah mereka tetap menghitam.
Wajah mereka hitam karena ketakutan menjalani siksa demi siksa yang akan mereka rasakan. Siksa yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dalam ayat lain Allah mengungkapkan.
“Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan (mendapat) balasan yang setimpal dan mereka ditutupi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (adzab) Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Yunus: 27)
Hitam wajah mereka. Gelap nasib mereka. Suram masa depan mereka. Tidak ada harapan. Suratan takdir yang harus diterima lantaran ketidakberdayaan mereka dalam menghadapi ujian kehidupan. Lantaran kesombongan mereka di hadapan kekuasaan Allah.
“Dan banyak pula muka pada hari itu tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kegelapan. Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka.” (QS Abasa: 40-42)
Wajah yang semakin menghitam oleh debu dan asap neraka. Debu yang bertebaran dan asap yang terus menggulung, semakin menghitamkan wajah dan suramnya nasib mereka.
Kini, tinggallah diri ini mau pilih yang mana. Wajah hitam atau sebaliknya wajah putih laksana salju. Hitam karena keburukan amal, putih juga cerminan amal. Gunakan kesempaan yang tersisa untuk memilih yang terbaik, karena kesempatan kedua tidak akan hadir lagi.
Ghoib, Edisi No. 37 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M