Penyesatan Syetan Jelang Pergantian Tahun

Bulan Desember adalah bulan terakhir dalam hitungan tahun Masehi. Dalam bulan tersebut, terutama menjelang pergantian tahun. Banyak orang-orang yang memanfaatkan momentum itu untuk melakukan ramal-meramal. Mereka ingin mengetahui nasib dirinya di tahun mendatang, mengetahui peluang bisnis yang profitable, membaca gelagat kejadian alam atau musibah yang akan terjadi, meramal perkembangan politik dan kondisi pemerintahan, dan ingin mengetahui jodoh yang tak kunjung datang serta masih banyak hajat hidup lainnya yang dicari jawabannya pada seorang peramal. Ada yang mendatangi langsung ke tempat-tempat praktik mereka, ada yang memanggil mereka ke rumah atau kantor, ada yang membaca hasil ramalan mereka di buku- buku yang telah mereka terbitkan, ada yang menyimaknya melalui majalah dan tabloid atau koran, ada yang melihat tayangan televisi ketika para peramal talk show. Bahkan ada juga yang membrowsingnya di situs-situs dan sosial media. Tampaknya pesatnya perkembangan media massa dan canggihnya teknologi betul- betul mereka manfaatkan untuk menjual ramalan mereka, atau sekadar memprovokasi masyarakat agar percaya pada ramalan tersebut.

Percaya nggak percaya, itulah komentar kebanyakan. Satu sisi mereka telah mendapatkan bekal ajaran agama, yang menyatakan bahwa aktifitas ramal- meramal itu dilarang syariat. Tapi terkadang keyakinan itu goyah, saat melihat peristiwa yang diramalkan peramal itu ternyata betul-betul terjadi. Kondisi seperti inilah yang masih banyak meliputi masyarakat muslim yang hidup di lingkungan religi. Kami, kali ini mengangkat fenomena tersebut di atas dan meluruskan masalahnya.

 

Setiap Tahun dalam Ramalan

“Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang diusahakannya besok.” (QS. Luqman: 34).

Apa yang terjadi esok hari, dan apa yang akan kita lakukan besok lusa adalah termasuk keghaiban yang hanya diketahui oleh Allah. Betapa banyak orang yang meng-agendakan sejumlah acara, tapi ternyata gagal dilaksanakan. Kegagalan itu bisa disebabkan faktor cuaca atau alam, kondisi pribadi si penyusun acara, atau kondisi yang berkaitan dengan orang ke dua yang terlibat dalam acara kita. Ada yang membatalkan janji karena hujan turun lebat, ada yang membatalkan acara karena sakit, dan ada yang membatalkan pertemuan karena kliennya berhalangan hadir. Semua itu merupakan pemandangan yang lazim kita jumpai dalam kancah kehidupan ini. Itulah manusia, yang bisa ia lakukan hanya sebatas usaha sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Maka dari itu, kita tidak boleh memastikan terlaksananya suatu acara dan aktifitas yang akan kita laksanakan, kecuali dengan mengucap insya Allah yang artinya ‘Jika Allah menghendaki”.

Tapi sikap keimanan dan bentuk ketawakkalan seperti itu mulai terkikis dari kehidupan religius masyarakat kita. Tidak jarang kita melihat saudara- saudara kita dengan beraninya memastikan keberhasilan dari aktifitas yang diagendakan. Atau untuk mengusir ketidakpastian dari apa yang akan mereka hadapi, atau misteriusnya kondisi mendatang, mereka mendatangi seorang peramal yang diyakini bisa memberikan jawabannya dengan pasti dan cespleng. Akhirnya tumbuhlah praktik praktik ramalan dalam kehidupan masyarakat, mereka tumbuh sangat subur, bak jamur di musim penghujan. Pertumbuhan mereka semakin gembur, ketika media-media massa memupuk dan merawat serta melestarikan mereka. Maka tidak heran kalau masyarakat kita banyak yang ketagihan untuk diramal atau mengetahui hasil ramalan peramal-peramal kondang. Tidak hanya di akhir tahun, bahkan setiap pekan bertebaran ramalan bintang menghiasi lembar-lembar beberapa media cetak.

Ada yang melakukan ramalan dengan melakukan ritual khusus, lalu dengan ilmu yang mereka sebut dengan ilmu terawang mereka meramal rentetan peristiwa yang akan terjadi di setiap tahunnya. Ada yang menggunakan ilmu perbintangan atau astrologi. Ada yang melihat dari sisi pandang Shionya. Mereka mengatakan watak orang-orang yang tampil pada tiap tahunnya tidak berbeda dengan watak shionya. Ada juga peramal yang memakai gelar ustadz untuk mengelabuhi masyarakat agar tidak ragu mengkonsumsi ramalan mereka. Dan ada juga peramal yang pesimis, dia mengatakan rakyat Indonesia di tiap tahunnya mencari rizkinya seperti ayam jago. Rakyat harus bekerja keras untuk mengais-ngais rizki.

Dengan begitu pertarungan iman melawan syetan akan semakin kuat. Daftar pecandu ramalan akan semakin bertambah, korban baru dari senjata syetan yang dinamakan dengan ramalan akan semakin banyak berjatuhan. Yang tadinya tidak tahu, akan menjadi tahu karena membaca media tersebut. Yang tadinya iseng, lambat laun akan menjadi yakin karena gencarnya informasi dan ‘apik’nya media dalam penyampaian. Syetan akan bahu-membahu satu sama lain, untuk mencuri-curi berita dari langit. Lalu mereka membisikkan ke telinga para peramal. Supaya ramalan mereka tidak banyak yang meleset. Begitu juga syetan- syetan yang berbentuk manusia, mereka berusaha mengemas ramalannya dan penampilan dirinya agar tetap dikonsumsi masyarakat luas. Dengan begitu syetan manusia dan syetan jin melakukan persekongkolan dan kolaborasi untuk bisa menggelincirkan manusia-manusia beriman, Allah berfirman, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syetan-syetan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS. al-An’am: 112).

Dengan demikian, masihkah kita percaya pada ramalan-ramalan mereka. Ataukah pintu hati telah tertutup dari petunjuk Allah, sehingga lebih percaya terhadap ramalan peramal dan bualan syetan daripada ayat al-Qur’an???

 

 

Ghoib, Edisi No. 31 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN