“Peramal dan yang Datang untuk Diramal, Telah Melakukan Dosa Besar”

Siang itu, hujan rintik-rintik membasahi komplek Pesantren Husnayain di Pekayon, Cibubur Jakarta Timur. Beberapa orang santri, bersandar di pojokan masjid untuk menghapal beberapa ayat al Qur-an, dengan sangat khusu’, Majalah Ghoib datang dan menemui KH. A. Kholil Ridwan, untuk mengetahui lebih dalam kajian tentang fenomena maraknya praktik ramal-meramal. Berikut petikannya:

 

Bagaimana menurut pendapat ustadz, mengenai media yang banyak menyajikan fenomena ramal-meramal ini?

Kalau kita kan memang dari dulu sudah tahu, bahwa musuh utama dari para Nabi dan Rosul adalah masalah kemusyikan. Para Nabi dan Rosul tersebut diutus oleh Allah untuk memberantas kemusyrikan. Nah disamping itu, proyek kemusyrikan seperti ramal-meramal ini juga merupakan lahan mencari nafkah. Sehingga pada akhir tahun ini, apakah yang namanya tabloid atau media elektronik, memanfaatkan isu-isu magic seperti ramalan, yang akhirnya untuk tujuan bisnis. Sehingga menaikkan ratting acara mereka tersebut. Terus terang saja, mengenai kerusakan aqidah dalam masyarakat seperti sekarang ini, disebabkan oleh dakwah yang telah kita lakukan ini tidak sistematis dan tidak terprogram dengan baik. Sehingga setelah kita merdeka hampir 60 tahun ini, dan para ulama terus berdakwah, tapi justru masalah yang paling mendasar seperti ini tidak pernah terangkat dari akarnya. Yaitu mengenai TBC (takhayul, bid’ah dan churafat).

 

Menurut Anda, mengapa masyarakat sangat suka sekali dengan ramal-meramal seperti ini?

Ini disebabkan karena pemahaman tauhid dan aqidah mereka sangat lemah, sehingga mereka berpikir bahwa datang ke tukang ramal untuk melihat nasib dan menanyakan jodoh mereka itu, ngak apa-apa. Padahal dengan mempercayai ramalan seperti ini, merupakan prototipe dari masyarakat yang bodoh secara aqidah. Dan itu kemudian menjadi budaya buruk pada masyarakat kita. Hal mendasar yang menyebabkan kondisi kebodohan aqidah seperti ini dikarenakan, kaum muslimin “ngajinya” bukan ngaji tauhid atau aqidah, tapi kebanyakan ngajinya fiqih dan ngaji belajar membaca al-Qur’an saja. Kalau sudah khatam Qur’an, mengganggap ngajinya sudah selesai, tanpa mengikuti pengajian yang materinya mencakup nilai-nilai aqidah. Sehingga sulit menanamkan kefahaman yang mendalam pada masyarakat yang awam ini, tentang bahaya “TBC” seperti ramal-meramal. Orang yang mempelajari aqidah secara benar akan bisa menerima secara mutlak tentang halal dan haramnya sesuatu yang mereka pelajari dalam ilmu fiqih.

 

Dipandang dalam kacamata Islam, sebenarnya bagaimana masalah ramal meramal ini?

Ramal meramal itu merupakan suatu pekerjaan yang diharamkan dalam ajaran Islam. Baik yang meramal maupun yang datang dan mempercayai tukang ramal, mereka telah melakukan perbuatan dosa besar. Dalam sebuah hadits dijelaskan, “Siapa yang datang ke tukang ramal. Kemudian bertanya tentang nasibnya, (percaya atau tidak, serius atau bercanda), maka selama 40 hari amalan sholatnya di tolak.” Di jaman modern ini, bukan hanya orang yang minta diramal yang datang ke tukang ramal, tapi tukang ramal itu sendiri yang datang kepada orang-orang untuk diramal, melalui tabloid atau majalah mingguan. Bahkan di Mall sudah banyak yang buka praktik dan banyak diminati pengunjung.

 

Dalam kasus Lion Air, sebelum jatuhnya, ada seorang paranormal yang memprediksikan pesawat tersebut jatuh dan memang ternyata benar, bolehkah kaum muslimin menjadikan setiap ramalan yang ada sekarang untuk semacam warning?

Ya tidak boleh dong. Inti persoalannyakan bahwa ramalan ini, sesuatu yang haram. Kalau sudah diharamkan, segala sesuatu yang berkaitannya dengannya, maka hukumnya haram. Dalam Islam itu kan ada mu’jizat, mau’nah, karomah dan istidroj. Mungkin apa yang dimiliki oleh para ahli ramal ini, merupakan istidroj atau kelebihan yang Allah berikan kepada orang-orang yang dimurkainya. Dengan bantuan jin yang dimilikinya tersebut, maka apa yang diramalkannya terjadi. Tapi semua itu, kebetulan saja dan kadang-kadang. Karena Nabi bersabda bahwa ahli-ahli nujum itu bohong, walaupun sekali dua kali kadang-kadang tepat, itu kebetulan saja dan banyak salahnya. Dari seratus orang yang diramal, kemungkinan yang tepat hanya sedikit, jadi ramalan ini juga seperti berjudi, masih harap harap cemas dan kemungkinan salahnya sangat besar.

 

Bagaimana kita seharusnya menjelaskan kepada masyarakat, bahwa ramal meramal merupakan perbuatan yang dimurkai Allah?

Kita jelaskan kepada mereka bahwa, para Nabi dan Rosul itu, diutus untuk mentauhidkan Allah. Seumpama pada zaman Nabi Ibrahim orang sudah tidak ada yang musyrik, muslim semuanya sampai hari kiamat maka tidak perlu diutus Nabi Musa AS. Begitu juga sampai diutusnya Nabi Isa dan Nabi Muhammad, jadi semua Nabi tersebut diutus untuk memberantas segala bentuk kemusyrikan. Jadi kita harus mensosialisasikan kepada umat secara menyeluruh, bahwa kemusyrikan menjadi musuh utama para Nabi termasuk ramal meramal ini. Karena dosa yang tidak diampuni oleh Allah adalah dosa syirik, mereka kekal di dalam neraka.

 

Apa pesan ustadz, untuk seluruh kaum muslimin?

Kepada seluruh umat Islam, supaya menjuhi para tukang ramal. Karena itu merupakan perbuatan yang merugikan baik dunia maupun ukhrowi. Karena dengan datang ke tukang ramal, berarti kita telah menghapus semua pahala amal baik kita. Maka sudah saatnya kita kembali kepada apa yang telah digariskan oleh Allah SWT.

 

Oleh : KH. A. Kholil Ridwan, Lc (Ketua Presidium Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia)

 

 

Ghoib, Edisi No. 31 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN