Tidak ada duka. Tidak ada luka. Dendam pun hilang. Semua serba menyenangkan. Duduk santai bersenda gurau, sambil sesekali mengenang masa lalu, sewaktu masih di dunia. Duduk berhadapan di atas dipan-dipan yang indah dengan aneka makanan atau minuman yang menyegarkan. Sungguh enak memang hidup di surga. Lihatlah bagaimana Allah menjadikan mereka seperti saudara. Bahkan melebihi saudara kandung.
“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap- hadapan di atas dipan-dipan.” (QS. Al-Hijr: 17)
Suasana yang cair dan hangat. Diawali dengan basa-basi bertanya tentang keluarga masing-masing. Tidak jauh berbeda dengan apa yang biasa kita lakukan saat bertemu dengan seorang teman.
“Dan sebagian mereka menghadap kepada sebagian yang lain saling Tanya menanya. Mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab). Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dia lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang.” (QS. ath-Thuur: 25-28).
Perjumpaan demi perjumpaan terus berlanjut. Tidak ada rasa egois sedikit pun. Semuanya telah hilang terkubur waktu. Bahkan kini, mereka mulai memperbincangkan tentang teman masing-masing. Terkadang ada di antara mereka yang bersimpangan jalan. Tidak lagi senasib dan sejalan.
“Lalu sebagian mereka menghadap kepada sebagian yang lain sambil bercakap-cakap. Berkatalah salah seorang di antara mereka, ‘Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) mempunyai seorang teman, yang berkata, ‘Apakah kamu sungguh-sungguh termasuk orang-orang yang membenarkan (hari berbangkit)? Apakah bila kita telah mati dan kita telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan?” (QS. Ash-Shaffaat: 50-53).
Mereka telah terpisah karena perbedaan sikap dan prinsip. Satu di surga sedang temannya di neraka. Rasa penasaran menyelimuti sang teman yang menghuni surga. la ingin tahu keadaan temannya. Kini, saat di surga, ia ingin menengok temannya yang bersarang di neraka. “Berkata pulalah ia, ‘Maukah kamu meninjau (termanku itu)? Maka ia meninjaunya, lalu dia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka menyala-nyala, la berkata (pula), ‘DemiAllah, sesungguhnya kamu benar-benar hampir mencelakakanku, jikalau tidaklah karena nikmat Tuhanku pastilah aku termasuk orang- orang yang diseret (ke neraka). Maka apakah kita akan mati?, melainkan hanya kematian kita yang pertama saja (di dunia), dan kita tidak akan disiksa (di akhirat ini)?’ sesungguhnya ini benar-benar kemenangan yang besar. Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja.” (QS. Ash-Shaffaat: 54-61).
Surga telah menyatukan para penghuninya. Meski mereka berasal dari negara yang berbeda. Kurun waktu yang tidak sama. Nabi yang juga tidak sama. Dengan warna kulit yang beragam pula.
Tidak ada lagi perbedaan di antara mereka. Semuanya menjadi satu. Satu irama. Satu nafas. Bercengkerama dalam kehangatan suasana dan pembicaraan yang tidak ada dustanya.
Ghoib, Edisi No. 31 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M