Cara memandang menentukan pemandangnya. Satu titik bisa dipandang dari sudut berbeda-beda. Tergantung yang memandang. Kesimpulan yang dikeluarkan, menunjukkan siapa sebenarnya orang yang memandang itu.
Sejarah mencatat dialog terhadap satu permasalahan dari dua sudut yang berseberangan dan saling berhadapan. Permasalahannya adalah hadirnya ajaran lslam yang semakin tidak terbendung laju perkembangannya.
Amr bin Ash yang waktu itu belum masuk lslam berkata tentang generasi pendukung Islam di hadapan raja negeri Habasyah, “Anak-anak muda yang tidak cerdas, meninggalkan keyakinan masyarakat mereka, membawa ajaran baru yang tidak dikenal sebelumnya, orang-orang terhormat di masyarakatnya ingin mereka kembali…”
Dan inilah jawaban Ja’far, jubir muslimin di negeri Habasyah, “Dulu kami menyembah patung, memakan bangkai, melakukan kekejian, memutus hubungan baik, jahat terhadap tetangga, yang kuat memakan yang lemah. Hingga diutusnya seorang Rasul, yang kami kenal nasab, kejujuran, amanah dan penjagaan kehormatannya…”
Begitulah, cara pandang yang bukan saja berbeda tetapi saling menjatuhkan. Pihak pengagung kebathilan, pecandu kemaksiatan, penikmat kedzaliman, tetap mempunyai bahasa logika untuk membela keyakinan hidupnya sekaligus melenyapkan penghalang kenikmatan mereka.
Bahasa pelestarian budaya nenek moyang. Bahasa kebebasan. Bahasa strata social dan pendidikan. Bahasa stabilitas orang banyak. Dan bahasa lainnya.
Sebagaimana sudut pandang itu bebas dikeluarkan dan minta agar didengar, maka lislam pun punya sudut pandang yang seharusnya bebas dikeluarkan dan seharusnya juga didengar.
Ada bahasa kebebasan menentukan jalan memilih yang lebih baik. Ada bahasa keinginan lepas dan melepaskan, dari jeratan ketidaknyamanan dosa. Ada bahasa penyebaran rahmat untuk semua. Dan bahasa lainnya.
Dunia timur tengah dan Arab menentukan diri dengan sudut pandang lslam. Dengan semua bahasa lslam yang menjaga nilai dan ajaran lslam. Sehingga siapapun yang datang menabrak nilai itu harus dihukum dengan tegas sesuai dengan sudut pandang yang dianut. Dan itu memang hak mereka.
Dan sementara ini, Eropa dan Amerika menentukan diri dengan sudut pandang yang cenderung bertentangan dengan lslam. Sehingga mereka bicara tentang kebebasan beragarna dan kepercayaan yang dipaksakan di negeri lain, tetapi melarang beberapa kegiatan dan simbol-simbol lslam. Dan itupun hak mereka.
Dengan sudut pandang yang jelas dan mantap -apapun itu- membuat hasilnya menjadi maksimal. Kritik pasti ada, efek mungkin terjadi. ltu biasa. Tetapi yang penting maksimal dalam menentukan diri untuk sebuah maksimalnya hasil.
Yang meniadi masalah adalah jika mengaku muslim, tetapi memandang dengan sudut pandang musuh lslam. Ragu dalam bertindak, bingung dalam memutuskan. lngin diterima oleh semua, tetapi malah tidak diterima oleh semua.
Kalau boleh meminjam istilah bapak rektor universitas Paramadina sekarang, “Perjelas kelamin!”
Budi Ashari