Pagi itu, cuaca kota Jakarta sangat panas. Waktu menunjukkan angka 10 lebih 15 menit, saat tim Majalah Ghoib (yang terdiri dari Ustadz Sadzali, Lc. Ketua Harian Ruqyah Syar’iyyah Ghoib Pusat- dan Reporter Rahmat Ubaidillah.) bersiap-siap menuju rumah Mbak Salmi di bilangan Matraman, jakarta Timur. Jaket penghangat tubuh yang biasa kami pakai untuk mengendarai motor, pagi itu kami simpan dahulu karena panas terik yang menyengat. Di sepanjang jalan Matraman, beberapa orang tukang parkir tampak berteduh pada pos keamanan perusahaan. Untuk sekadar menghindari sinar matahari yang mengenal tubuh mereka. Kami menyusuri gang demi gang untuk sampai ke rumah Mbak Salmi yang telah menjalani 15 kali terapi ruqyah. Suara lagu-lagu dangdut terdengar jelas dari rumah-rumah yang letaknya berdekatan itu. Ketika kami menanyakan alamat rumah Mbak Salmi, para tetangganya menunjukkan rumah Mbak Salmi sampai ke depan pintu rumah. Suasana keakraban dan kepedulian seperti ini, sudah sangat jarang ditemukan pada masyarakat ibukota yang sangat individualistis.
Seorang nenek membukakan pintu besi, sesaat setelah kami mengucapkan salam. Dengan tatapannya yang penuh kasih sayang. la mempersilahkan memper kami masuk. Tubuhnya yang mulai renta, tak sedikitpun menghalanginya dalam memuliakan setiap tamu yang datang ke rumahnya. Memang begitulah, Rasulullah mengajarkannya kepada kita. “Silahkan duduk, Ustdaz!”, sambutnya dengan berjalan sambil memegangi bangku mebel di ruangan tamu “Bagaimana kabar Ibu?”, tanya Ustadz Sadzali menimpali, la menjawab dengan perlahan, bahasanya tidak begitu bisa kami mengerti. Setelah memperhatikan dengan seksama, ternyata ia menggunakan Bahasa Padang. Karuan saja kami tidak mengerti, karena kami berasal dari Jawa. la lebih mendekat kepada Ustadz Sadzali sangat dekat. la terus berbicara dengan tatapan matanya yang penuh pengharapan. Seakan ia ingin menceritakan semua permasalahan anaknya yang sudah berumur, namun belum memilki seorang pendamping. Suaranya yang agak pelan, membuat kami harus berkonsentrasi mendengarkannya. Belum lagi, suara serutan mesin kayu dan suara gending Jawa juga terdengar secara jelas dari rumah sebelah. Hidup di Jakarta, memang harus banyak berlapang dada. Karena kita hidup pada masyarakat yang majemuk dan berlainan kebiasaan.
Seorang wanita masuk sambil mengucapkan salam. la membawa buah pisang yang disimpannya di dalam kantong plastik. la bersalaman kepada kami, dengan wajah penuh keceriaan. “Maaf, Ustadz, saya dari warung. Ini Ibu saya,” katanya menjelaskan. Mbak Salmi (39) tinggal bersama ibunya dan seorang keponakannya yang masih kuliah di sebuah universitas swasta ternama di Jakarta “Bagaimana perkembangan Mbak Salmi sekarang,” tanya Ustdaz Sadzali. “Alhamdulillah, setiap kali setelah di ruqyah, saya sangat baikkan,” katanya sambil melihat-lihat bingkisan yang kami berikan. Gangguan yang ia rasakan berawal sejak bulan Februari 2006. la merasakan sangat sulit untuk tidur. Jari-jari tangannya membesar. Kakinya seperti bersisik. Perutnya sering sakit serta wajahnya yang terlihat sangat jelek bila dipandang oleh orang lain.
“Februari 2006, saya berkenalan dengan seorang lelaki muslim. Saya sangat mencintainya. Namun, setelah berkenalan selama 10 bulan. la tidak pernah mengenalkan saya kepada orangtuanya. Saya terus memaksa, katanya menjelaskan. Ketika calon ibu mertuanya sakit, Mbak Salmi memiliki kesempatan untuk menjenguknya. Pada pertemuan itu, ia merasakan bahwa calon ibu mertuanya tidak bersimpati kepadanya. “Mungkin alasannya karena saya seorang muslimah yang taat, sementara ia seorang non muslim yang pernah beragama Islam,” tegas Mbak Salmi. Setelah peristiwa itu, ia sering dikirimi makanan oleh calon ibu mertuanya lewat sang pacar. Setelah memakan makanan itulah, ia sering merasakan gangguan yang membuatnya sengsara. Padahal sebelumnya ia baik-baik saja. Mbak Salmi tidak pernah berprasangka jelek kepada siapa pun dengan gangguan yang dideritanya termasuk kepada calon ibu mertuanya. Ibunda Mbak Salmi, terus mengikuti pembicaraan kami dengan penuh perhatian. Wajahnya yang mulai keriput, seakan ingin turut serta pada perbincangan kami yang mulai ‘panas’.
Gangguan itu terus ia rasakan. Tidur tak nyenyak ibadah pun tak enak. Setiap hari yang ia pikirkan, hanya sosok lelaki yang telah dikenalnya sejak bulan Februari itu. Melihat penderitaan tantenya, sang keponakan yang merupakan seorang aktivis Islam di kampusnya, menyarankan supaya tantenya menjalani terapi ruqyah di Majalah Ghoib. “Hati-hati tante, sekarang banyak ruqyah yang gak bener Tante pergi ke Majalah Ghoib saja,” kata Mbak Salmi menirukan pesan dari keponakannya. Sebelum diruqyah, ia pernah pergi ke dukun di daerah Jawa Barat. Kata dukun itu, si ibu calon mertuanya memang gak bagus. (bukan orang baik) Lebih baik putus saja. “Maaf loh Ustdaz, saya dulu pergi ke dukun. Maklum dulu saya belum tahu, kalau itu tidak boleh,” tegasnya.
la kemudian menjalani terapi ruqyah di kantor Ghoib Ruqyah Syar’iyyah Pusat. Setelah beberapa kali menjalani terapi ruqyah, jin yang mengganggunya mengaku bahwa Mbak Slami dikirimi sihir oleh calon ibu mertuanya, supaya anaknya tidak suka kepada Mbak Salmi. Di lain waktu, jin itu juga ada yang mengaku bahwa ia disuruh si pacar untuk memelet Mbak Salmi. “Wah, berarti ini susah Ustdaz. Di sisi lain saya dipelet, yang lainnya mencoba memisahkan kami, kata Mbak Salmi sambil tersenyum.
Setelah menjalani 15 kali terapi ruqyah, gangguan yang dialaminya berangsur membaik. “Saya sih masih berharap supaya bisa sampai ke pelaminan, karena saya sangat mencintainya,” ujarnya penuh harap.
Ustadz Sadzali menjelaskan, kasus yang dialami Mbak Salmi ada dua bentuk. Dalam kasus yang membuat Mbak Salmi teringat kepada seseorang, itu disebut pelet. Di sisi lain, ada orang yang ingin memisahkannya (tafriq). Tafriq inilah yang membuat Mbak Salmi semakin sengsara dengan segala gangguan yang ada. Peristiwa ini bisa disebut pertarungan antara pelet dengan tafriq (pertarungan 2 kekuatan sihir), masih menurut Ustadz lulusan LIPIA Ini. “Karena itu, kita harus senantiasa berusaha untuk membaca do’a dalam setiap aktivitas kita, termasuk makan. Kalau dalam kasus sihir, oleh para ulama, kita disuruh memperhatikan penyebab utama dari masuknya sihir tersebut. Dalam hal ini adalah makanan, jelas Ustadz Sadzali.
Selajutnya Ustadz Sadazli mengajurkan, supaya Mbak Salmi mengkonsumsi Habbatussauda secara teratur. Karena Habbatussauda adalah obat segala macam penyakit kecuali kematian. Diharapkan Habbatussauda ini bisa membantu memulihkan gangguan yang kita derita. “Tapi yang terpenting, kita harus terus meningkatkan ibadah kepada Allah. Semoga semua peristiwa ini, hanya dugaan jin saja. Tinggal Mbak Salmi terus berdoa, agar bisa diterima oleh calon ibu mertua dan menjadi menantu yang shalihah,” tegas Ustadz Sadazli menutup pembicaraan.
Hari semakin siang. Kami menikmati dua gelas air dan buah pisang yang disajikan. Kami berpamitan Kepada keluarga Mbak Salmi. Sang ibu mengeluarkan uang seratus ribuan dan diserahkan kepada kami. Kami menjelaskan dan menolaknya dengan halus. “Begitulah cara Ibu Ustadz, ia selalu ingin memuliakan setiap tamu yang datang ke sini,” tegas Mbak Salmi sambil bersalaman. Kami pun pulang untuk kembali menjalankan tugas sehari-hari di kantor. Selamat berjuang Mbak Salmi, semoga Allah selalu besama kita. Berbahagialah, karena memiliki ibunda yang sangat menyanyanyi Anda. Sesungguhnya, surga itu ada di bawah telapak kaki ibu.