Salah seorang pembesar bani Umayyah menulis surat kepada Abu Hazim (seorang ulama) -rahimahullah- supaya menyampaikan kepadanya berbagai keperluannya. Maka Abu Hazim membalas surat itu seraya menulis, “Aku telah menyampaikan segenap hajatku kepada Maulaku (Allah), maka apa saja yang Dia berikan kepadaku aku menerimanya, dan apa saja yang Dia tahan dariku, maka aku bersikap qana’ah (merelakannya).” (dikutip dari buku al- qana’ah, mafhumuha, manafi’uha, ath thariq ilaiha hal 21, referensi asli al-Ihya’ 3/239)
Dalam kisah lainnya disebutkan ketika Abu Hazim melewati seorang penjual daging yang mempunyai sejumlah daging berlemak, si penjual berkata kepadanya, ‘Ambillah sedikit, wahai Abu Hazim, karena daging ini berlemak!” Abu Hazim menjawab, ‘Aku tidak membawa uang.” Sipedagang berkata, ‘Aku beri engkau waktu untuk membayarnya.” Abu Hazim menjawab, “jiwaku masih lebih baik menunggu daripadamu.” (Abu Hazim tidak mau berhutang, hanya karena makanan).
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah telah bersabda:
“Jadilah orang yang wara’ maka engkau akan menjadi orang yang paling berbakti kepada Allah. Jadilah engkau orang yang menerima pemberian-Nya (qona’ah), engkau akan menjadi orang yang paling bersyukur. Cintailah manusia sebagaimana (kamu mencintai) dirimu sendiri, maka engkau menjadi orang yang beriman. Perbaikilah dalam hidup bertetangga dengan tetanggamu, engkau akan menjadi orang Muslim. Dan sedikitlah tertawa, sebab banyak tertawa itu mematikan hati.” (HR: Baihaqi).
Orang yang cerdas adalah orang yang menangani urusan dunianya dengan qana’ah dan tidak tergesa-gesa, tapi menangani urusan akhiratnya dengan penuh kerakusan dan ketergesaan, menangani urusan agamanya dengan ilmu dan ijtihad.
Qana’ah adalah meninggalkan keinginan terhadap apa yang telah hilang atau yang tidak dimiliki, dan menghindari ketergantungan kepada apa yang dimiliki. Allah berfirman dalam surat an-Nahl ayat 97: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.”
Ayat tersebut sebagai jaminan Allah akan kebahagiaan orang-orang yang beriman dan tekun mencari rezki yang halal. Menurut Ali bin Abi Thalib, arti ‘kehidupan yang baik’ dalam ayat itu adalah qona’ah. Sedang qona’ah merupakan bentuk kekayaan dan kebahagiaan sejati. Sebab kebahagiaan bukan semata-mata karena kaya karena harta.
Allah berfirman, “Jika kamu mengerjakan yang Aku wajibkan kepadamu maka kamu termasuk manusia yang paling tekun beribadah; dan jika kamu menjauhi apa yang Aku larang kepadamu maka kamu termasuk manusia yang paling memelihara diri dari keburukan, dan jika kamu qona’ah terhadap apa yang Aku berikan kepadamu maka kamu termasuk manusia yang paling kaya.” (Hadits qudsi riwayat al-Kharaithi).
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, “Bukanlah kaya karena banyak harta, tetapi kaya itu adalah kaya hati.” (HR Bukhari dan Muslim) Demikianlah bimbingan Islam kepada umatnya terhadap rezeki yang dimiliki, tentunya setelah usaha yang optimal, terutama dalam krisis ekonomi yang masih terasa sampai saat ini, juga dalam menghadapi gejala naiknya harga kebutuhan pokok karena telah dinaikkannya harga BBM ongkos yang otomatis menaikkan harga operasional transportasi.
Lebih dari itu, Qona’ah adalah kemampuan diri dalam menerima dan mensyukuri setiap anugerah Ilahi. Dan demikian itu merupakan kebahagiaan sejati. Sebab bila seseorang mampu menyesuaikan dengan kondisinya maka semakin sedikit kesengsaraan dan kegundahannya. Ini berarti semakin bertambah tingkat kebahagiaannya. Sebaliknya, jika sikap qona’ah lenyap dari seseorang maka dia akan melangsa sepanjang hidupnya. Sebab orang yang tidak mengenal qona’ah dalam hidupnya maka dia tidak akan merasakan bahagia meskipun memiliki banyak harta.
Dalam suatu kisah disebutkan, “Seorang laki laki melihat seorang yang bijaksana sedang mengunyah potongan-potongan sayur yang dibuang di tempat air, dan berkata kepadanya, Jika saja Anda mau mengabdi kepada raja, niscaya Anda tidak perlu makan makanan begini. Orang bijak itu menjawab, ‘Dan Anda, seandainya saja Anda mau berqana’ah dengan makanan begini, niscaya Anda tidak perlu mengabdi kepada raja.” Mengenai hal ini, Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan.” (QS. al-Infithar: 13).
Adapun kiat menanamkan qona’ah adalah tidak merasa iri bila Allah memberikan karunia kepada orang lain lebih banyak atau lebih baik dari pada yang dia miliki (QS An Nisa’: 32). Dan Nabi saw bersabda, “Lihatlah orang yang lebih bawah dari kamu dan jangan melihat orang di atas kamu, maka kamu tidak akan terdorong memandang remeh terhadap nikmat Allah kepadamu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sungguh sangat banyak nikmat yang dianugerahkan Allah kepada kita, seperti ilmu, kesehatan, rezeki serta nikmat-nikmat lain yang tak terhingga nilainya. Semua kenikmatan tersebut, seharusnya disyukuri dengan sebaik-baiknya. Hingga Allah ridha kepada apa yang telah kita perbuat selama hidup di dunia ini. Sebab Allah, menempatkan lima perkara dalam lima tempat: Keagungan dalam ibadah, kehinaan dalam dosa, kekhidmatan dalam bangun malam, kebijaksanaan dalam perut kosong, dan kekayaan atau cukup dalam qana’ah. Semoga kita termasuk orang-orang yang berusaha bersikap qona’ah..