Mungkin kita tidak pernah merasakan bagaimana penderitaan orang tua kita dulu. Saat mereka harus menjalani kerja paksa di bawah sorotan tajam mata penjajah dan antek-anteknya. Di tengah himpitan perut yang kelaparan mereka harus terus bekerja dan bekerja, bila tidak mau menjadi santapan cambuk dan cemeti penjajah. Dalam kesempatan lain, mereka harus merelakan tangannya terborgol. Berjalan dengan lesu, menahan derita.
Siapapun kita, tentu tidak mau mengulang kembali sejarah kelam masa lalu itu. Namun adakah jaminan untuk itu? Dan siapakah yang bisa menjaminnya?
Pemandangan di atas dilukiskan di akhirat untuk orang-orang kafir. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa kelak pada hari kebangkitan, orang-orang kafir akan digiring dari padang Mahsyar dengan tangan terborgol. Wajah muram membayangkan derita yang tak kan pernah berakhir. Bukan lagi sekedar terborgol, tapi jauh lebih mengerikan bila mereka harus diseret dengan tangan terikat ke leher-leher mereka. Ditarik dengan kuat oleh malaikat Zabaniah yang telah mendapat mandat khusus untuk ini. Sebelum akhirnya neraka menjadi tempat tujuan terakhir. Demikianlah Ibnu Katsir menafsirkan firman Allah, “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.” (QS. Al-Haaqqah: 30-32)
Mengerikan memang. Perintah itu segera dilaksanakan oleh para malaikat. Bukan lagi satu atau dua yang datang. Tetapi jumlah yang sangat besar sekali. Setiap orang akan disergap oleh tujuh puluh ribu malaikat. Masing-masing dengan rantai yang sudah disiapkan untuk mengikat lehernya, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abi Hatim. Sebuah derita yang seharusnya membuka mata hati kita. Agar tidak terpukau oleh tipuan dunia yang sangat sebentar ini.
Memang rantai dunia yang sering kita saksikan tidaklah panjang. Tapi rantai pengikat orang-orang kafir itu bukanlah sekedar rantai biasa. Meski menurut Ka’ab al-Akhbar setiap utasnya seperti rantai besi di dunia. Yang jelas hakekatnya pasti jauh berbeda. Panjangnya juga bukan main-main. Setiap orang berhak mendapat jatah tujuh puluh hasta. Tapi seberapa panjangkah itu? hanya Allah yang tahu. Karena menurut Ibnu Abbas, ukuran tujuh puluh hasta disesuaikan dengan panjangnya lengan malaikat.
Tak terbayang bagaimana sesak dan sulitnya bernafas. Saat rantai itu mengikat tangan mereka ke leher, “Dan Kami pasang belenggu di leher orang-orang kafir.” (QS. Saba: 33). Dalam keadaan demikian orang-orang kafir itu tidak dibiarkan berjalan lambat semau mereka. Tidak. Mereka harus mengikuti kecepatan dan ketangkasan malaikat Zabaniah. Tentunya bila mereka tidak ingin semakin sesak. Terseok-seok dan terhuyung- huyung atau bahkan mungkin terseret, seperti seseorang yang ditarik dengan mobil. “Ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka seraya mereka diseret.” (QS. Al-Mukmin: 71)
Detik demi detik adalah bagian dari siksa yang berujung kepada dilemparkannya orang-orang durjana itu ke dalam neraka. Sebagai tempat tinggal terakhir yang tidak menyisakan ruang kebahagiaan. Sekecil apapun. Tinggal kita sekarang, yang saat ini masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri. Sudikah kiranya kita dibangkitkan dari alam kubur kemudian disambut oleh malaikat Zabaniah dengan rantai di tangan siap mengikat kita hingga tak berdaya? Jawabnya ada pada keseharian kita masing-masing hari ini. Semoga Allah melindungi kita dari siksa neraka-Nya.
Ghoib, Edisi No. 15 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M