Bulan ini, Maulid ramai dirayakan di berbagai pelosok negeri ini, Bahkan di beberapa negara di berbagai belahan dunia peringatan ini juga meriah diadakan. Tentu acara ini tidak lepas dari pro-kontra tentang keabsahannya secara syariat. Apalagi kemudian, acara ini dibumbui ritual yang sarat dengan kepercayaan yang lagi-lagi mengundang tanda tanya dari sisi syariat.
Terlepas dari permasalahan di atas, ada sisi keagungan Nabi yang sering dilewatkan oleh muslimin, bahkan oleh mereka yang merayakan peringatan maulid ini. Barzanji yang dibaca dalam bahasa aslinya, Arab, tidak dipahami oleh kebanyakan hadirin yang nampak terpekur khusyu’.
Keagungan Nabi diungkapkan dalam siroh beliau yang tak pernah kering walau telah berjilid- jilid ditulis. Dan ternyata, keagungan dan kehebatan itu bukan hanya ketika beliau hadir sebagai seorang Nabi.
Sejak sebelum lahir, beliau telah dikenal. Bukan saja dikenali secara sosok kepribadian yang mulia. Tetapi sampai wajah dan fisik beliau. Kitab-kitab suci sebelum Al-Qur’an memberitakan. Sehingga siapa saja yang membacanya telah mengenali betul. Maha benar Allah yang telah berfirman, “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak- anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (Al-Baqarah: 146).
Inilah satu-satunya anak manusia yang telah dikenali wajah dan fisiknya sebelum dilahirkan. Seperti pengakuan jujur Zaid bin Sa’yah, “Tidak ada yang tersisa dari tanda-tanda kenabian, kecuali aku telah mengetahui dari wajah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam ketika aku melihatnya.”
Demikian juga Ibnu Juraij yang mengisahkan tentang penduduk Madinah yang bercerita tentang ahli kitab yang masuk Islam, mereka berkata: Demi Allah, kami lebih mengetahui dia (Muhammad) daripada anak-anak kami dari sisi sifat yang kami jumpai dalam alkitab. Adapun anak-anak kami, kami tidak tahu apa yang dilakukan oleh istri-istri kami.
Salah satu ciri kenabian Rasulullah yang telah disebutkan dalam kitab Taurat dan Injil adalah tanda kenabian. Tanda itu berupa daging tumbuh sebesar telur burung dara di antara kedua pundak beliau. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasulullah bersabda, “Tanda kenabian Rasulullah adalah (yang tumbuh) di antara dua pundaknya berwarna kemerahan seperti telur burung dara.”
Orang-orang Yahudi dan Nasrani yang membaca kitab suci mereka, tahu betul bahwa Muhammad adalah Nabi dan Rasul. Kalaupun mereka tidak mengimani Muhammad sebagai Rasul, tetapi hakekatnya mereka tidak mengingkari kerasulan beliau, “Sesungguhnya, Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang dzalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al- An’am: 33).
Seharusnya Kita Lebih Kenal
Rasulullah teladan kita. Manusia terbaik itu telah membuat musuh sekalipun mengakui kebesarannya. Bahkan mereka telah menulis tentang sejarah Nabi kita karena mengaguminya. Seperti Michael H. Hart yang menulis buku menempatkan Rasulullah sebagai manusia nomer satu dari 100 orang yang mampu merubah dunia. Kehebatan beliau juga mengundang mereka yang membenci Islam untuk mengkaji lebih jauh tentang sabda-sabda beliau. Walaupun dengan tujuan kejelekan. Yaitu untuk menghancurkan hadits-hadits Rasulullah. Seperti yang dilakukan oleh Snouck Horgronje yang menjadi otak kehancuran Aceh di zaman penjajahan Belanda. Dia adalah profesor di Universitas Laiden. Belanda. Ketika itu menugaskan beberapa murid pilihannya untuk menyusun hadits-hadits Nabi, sehingga dengan mudah mereka mendapatkan hadits yang mereka inginkan.
Dalam delapan jilid kitab besar, dengan sangat mudah ketika kita hafal sepenggal kata saja dari hadits Nabi, mendapatkan hadits itu di kitab-kitab hadits. Sehingga kitab itu menjadi salah satu rujukan bagi para mahasiswa agama sampai hari ini. Rencana yang mereka susun justru mendatangkan kebaikan bagi Islam. Mereka mempunyai makar tetapi makar Allah jauh lebih hebat.
Musuh Islam menjadi lebih tahu tentang sejarah hidup Rasul kita dan sabda-sabda beliau. Padahal beliau adalah teladan kita yang tanpa mengetahui sejarah beliau, tidak mungkin kita bisa meneladani beliau dalam kehidupan kita.
Anak-anak generasi Islam lebih mengenal tokoh-tokoh yang menjerumuskan daripada ketokohan Rasul mereka. Tidak banyak yang mereka ketahui. Hanya beberapa hal yang tidak merubah akhlak dan ibadah mereka.
Ini adalah kesalahan sekolah pertama anak- anak, yaitu rumah. Wajar saja anak tidak tahu Nabinya yang hebat, karena sebelum tidur tidak ada cerita kepahlawanan Rasulullah yang bisa diceritakan oleh ayah ibunya. Sang ayah dan ibu juga tidak tahu banyak tentang sejarah Rasulullah. Yang ada di depan mereka adalah komik dan tayangan TV. Akhirnya merekapun menggeser keteladanan dari Rasulullah kepada tokoh yang mereka jumpai. Karena sesungguhnya seseorang selalu mempunyai tokoh yang diteladani. Ketika tokoh yang benar tidak sampai kepada mereka, maka pasti anak-anak kita akan mencari penggantinya. Setelah itu mereka mencoba untuk meniru A sampai Z teladannya itu. Dari kepribadian hingga cara berpakaian dan bicara. Kalau salah, hancurlah mereka.
Selain rumah, sekolah formal juga ikut mempunyai andil kesalahan. Ini jelas tugas lembaga pendidikan, Departemen pendidikan dan Departemen agama. Kurikulum agama sedikit sekali. Sudah begitu, pelajaran sejarah Rasul hampir tidak ada. Dari tingkatan ke tingkatan berikutnya hampir tidak ada yang baru. Akhirnya generasi Islam hanya mengenal sesuatu yang tidak merubah akhlak mereka.
Bukankah kalau disebut Rasulullah yang diketahui generasi kita hanya nama beliau, nama ibu, ayah, kakek, paman dan keponakan beliau, kapan beliau dilahirkan. Padahal itu hanya kelengkapan sejarah. Sekali lagi tidak mempengaruhi perubahan akhlak. Apalagi yang diingat anak kita semuanya adalah ahli neraka. Ibunya, ayahnya dan pamannya yang sering disebut yaitu Abu Thalib juga ahli neraka. Mengapa bukan Hamzah sebagai pemimpin para syuhada’ yang disebut ketika. disebutkan kata paman Rasul.
Pantas saja generasi ini rusak. Karena mereka jauh dari sejarah keemasan generasi Islam dulu. Imam Malik pernah berkata, “Umat ini tidak akan pernah baik sebelum diperbaiki dengan cara generasi awal diperbaiki.”
Memang, seharusnya kita lebih mengenal Rasul kita.
Ghoib, Edisi No. 17 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M