Sejarah peradaban Islam telah berkembang lama di Aceh. Dari sanalah Islam kemudian tersebar ke seluruh penjuru nusantara. Di kota yang lebih dikenal dengan Serambi Mekah ini bertaburan masjid-masjid yang menjadi simbol keberadaan Islam. Seiring dengan itu, peradaban manusia sudah berkembang sedemikian rupa. Gedung-gedung baru telah menghiasi wajah Aceh. Namun, gelombang tsunami yang dahsyat (26/ 12/04) merubah segalanya. Aceh dan Sumut luluh lantak. Jembatan dan jalan patah. Puluhan ribu rumah hancur, gedung-gedung bertingkat rata dengan tanah, ladang dan persawahan berganti dengan rawa dan lumpur. Sementara jumlah korban meninggal telah menembus angka seratus ribu.
Menyisakan trauma bagi korban yang selamat, sekaligus jejak spirituali bagi orang yang terbuka hatinya. Siapapun mereka. Ya, keajaiban alam kembali digelar selepas air bah surut. Di berbagai tempat ditemukan bangunan masjid yang berdiri kokoh di tengah bangunan sekitarnya yang tinggal menjadi puing.
Masjid Raya Baiturrahman yang terletak di tengah kota Banda Aceh misalnya. Masjid yang hanya berjarak 110 meter dari Sungai Krueng Aceh yang membelah Kota Banda Aceh dan membawa air ke darat pada saat gelombang tsunami menerjang.
Kawasan Masjid Raya Baiturrahman tergenang. Bangunan-bangunan di sekitar masjid seperti Pasar Aceh, juga jajaran pertokoan luluh lantak. Namun, masjid tersebut tetap berdiri kokoh. Retak-retak di menara tidak sebanding dengan kehancuran bangunan di sekitar masjid. Dari kamera video yang sempat direkam oleh Hasyim, salah seorang warga yang selamat, terlihat air bah menjadi tenang saat melintas di pelataran Masjid Baiturrahman, membawa mayat dan puing- puing bangunan.
Selain itu, Masjid Kreung Raya yang tepat di bibir sungai Kreung tetap utuh seperti sedia kala. Air memang sempat masuk ke dalam bangunan masjid. Tapi tak satu pun tiang atau sudut bangunan masjid yang roboh. Posisi masjid yang benar-benar nyaris di bibir pantai tidak membuatnya tersapu arus. la masih berdiri kokoh di ujung Muara Kreung.
Sementara di Meulaboh, kota yang terletak di pantai barat Aceh, juga menyimpan keajaiban serupa. Kota yang berjarak 150 kilometer dari pusat gempa menjadi sasaran empuk gelombang tsunami. Benar-benar tidak banyak yang tersisa. Dari foto yang diambil dari pesawat udara terlihat ada satu bangunan yang bertahan. Tegar menantang ombak yang datang dan pergi.
Yang tersisa itu adalah masjid, tempat yang selama ini menjadi tumpuan harapan bagi masyarakat. Masjid itu masih nampak utuh. Sementara bangunan di sekelilingnya rata dengan tanah.
Fenomena yang di luar nalar manusia. Hanyalah karena kekuasaan Allah semata, sehingga masjid tetap utuh. Tidak banyak yang berubah. Gelombang air bah yang datang dan pergi tidak menggoreskan kerusakan yang berarti.
Bencana itu terjadi secara tiba-tiba. Tidak banyak yang tahu dan sempat melarikan diri, Hanya segelintir orang yang bisa selamat. Setelah melalui perjuangan yang tidak ringan.
Akhyar, seorang warga Meulaboh yang selamat menceritakan saat-saat yang menegangkan itu. “Saya memanjat menara masjid dan tetap bertahan hingga air surut. Saya juga sempat melihat kebanyakan orang Cina lemas, ketika mereka berlindung di tingkat dua kedai mereka.”
Sudah menjadi kebiasaan di mana-mana bahwa ketika terjadi musibah, maka masyarakat akan berusaha untuk lari ke masjid. Masjid menjadi tumpuan harapan mereka agar tetap bertahan. Seperti yang terjadi pada zaman Rasulullah. Saat angin bertiup kencang dan tidak seperti biasanya, maka para sahabat juga berlari ke masjid untuk menyelamatkan diri.
Sebagaimana dulu Rasulullah melakukan hal yang serupa. Dalam kitab Jam’ul Fawaid karangan ulama Muhammad az- Zubaidi disebutkan, “Nadhar bin Abdullah berkata, “Suatu siang dalam cuaca yang sangat gelap saya mengunjungi Anas saya bertanya, ‘Adakah peristiwa seperti ini yang pernah terjadi pada zaman Rasulullah? Beliau menjawab, “Aku berlindung dengan Allah. Pada zaman Rasulullah apabila angin bertiup kencang dan tidak seperti biasanya, maka kami berlari ke masjid karena takut telah kiamat.”
Pada riwayat yang lain disebutkan bahwa Abu Darda menerangkan, “Menjadi kebiasaan Rasulullah apabila terjadi angin ribut, Rasulullah akan masuk ke masjid dengan perasaan bimbang” Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah sendiri akan berada di dalam masjid bila akan terjadi bencana.
Kematian, memang masih mengintai mereka seperti halnya bila mereka ke tempat lain. Tapi setidaknya masjid berbeda dengan tempat lain. Ada sisi-sisi yang tidak terjangkau oleh akal manusia.
“Masjid adalah milik Allah dan tidak seorang pun boleh merobohkannya kecuali Allah.” ujar Ismail Ishak (42), seorang warga perkampungan Kaju yang selamat setelah melarikan diri ke masjid. Sementara ratusan rumah musnah di terjang ombak.
Di tempat lain, nun juah di negara Srilangka kisah serupa juga terjadi Dua anak diberitakan selamat dari amukan tsunami karena mereka berada di masjid sedang kedua orangtua mereka yang tinggal di rumah meninggal. Sebagaimana kisah ketegaran masjid dari goncangan gempa juga terjadi di Turki dan Iran tahun 2003. Saat empat puluh enam ribu nyawa melayang dan gedung-gedung hancur luluh.
Orang boleh saja mengatakan bahwa masjid yang tidak hancur itu karena struktur bangunannya kokoh, bila dibandingkan dengan bangunan lain. Namun, sebuah masjid di Sigli yang terbuat dari kayu menunjukkan fakta lain. Masjid tersebut tetap utuh sementara bangunan di sekelilingnya musnah. Tidak lain ini membuktikan kekuasaan Allah yang melindungi rumah-Nya
Demikian pula dengan Masjid Indrapuri. Masjid kuno yang dibangun Sultan Iskandarmuda (1607-1636) juga tidak mengalami kerusakan parah. Meski area sekitar Masjid Indrapuri tidak tersentuh air bah. Namun, guncangan akibat gempa yang berkekuatan 8,9 skala richter terasa begitu kuat. Mayoritas bangunan masjid yang terbuat dari kayu tidak tergoyahkan oleh goncangan gempa.
Inilah bukti kekuasaan Allah yang menghancurkan atau menyelamatkan apa yang kehendaki-Nya. Kisah Abrahah yang berusaha menghancurkan Ka’bah menjadi catatan sendiri bagi kita. Dari Yaman, Abrahah bergerak ke Mekkah dengan bala tentara yang kuat dan sepasukan tentara gajah. Kekuatan besar yang sulit ditandingi oleh-oleh orang Quraisy.
Orang-orang Quraisy pun melarikan diri ke bukit-bukit dan menyerahkan urusan Ka’bah kepada Allah. Dialah yang memiliki-Nya, dan Dia pula yang akan menjaganya. Demikianlah orang-orang Quraisy meyakininya. “Saya adalah pemilik unta-unta (yang kamu rampas). Sedangkan Ka’bah ada pemiliknya tersendiri, maka Dialah yang akan menjaganya,” ungkap Abdul Muthalib saat berhadapan dengan Abrahah.
Aceh adalah serambi Mekah di Indonesia. Tempat pertama Islam disebarkan ke seluruh penjuru nusantara. Tentunya juga bermula dari masjid. Sejarah panjang perlawanan rakyat Aceh kepada penjajah Belanda tidak bisa dilepaskan dari peran ulama-ulama yang menjadikan masjid sebagai basis pergerakannya. Cut Nya’ Dien Panglima Polim, Teuku Cik Ditiro adalah contoh para pejuang yang menjadikan masjid sebagai pijakan awal gerakan mereka.
Karena itu, bertebarannya masjid di tengah padang luas puing-puing bangunan menyadarkan kita bahwa untuk membangun sebuah individu dan masyarakat tidak boleh terlepas dari masjid. Itulah akar seorang muslim yang tidak boleh tercabut.
Ghoib, Edisi No. 33 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M