Dua jam perjalanan, menembus daerah Ciputat melatih kesabaran Majalah Ghoib dalam menghadapi kemacetan. Selama perjalanan, Majalah Ghoib mendengarkan siaran radio dari telepon genggam pribadi. Banyak peristiwa alam yang merenggut banyak jiwa, yang disiarkan radio news di Jakarta. Kepenatan semakin terasa, ketika memasuki Pasar Ciputat yang sangat padat dengan kendaraan dari dua arah. Suara klakson kendaraan bermotor bersahutan, ingin segera saling mendahului dan mencapai tujuan. Sikap tak mau mengalah inilah, yang menjadi sumber permasalahan kemacetan di Jakarta dan sekitanya.
Jam menunjukkan pukul 16.50 WIB. Saat reporter Majalah Ghoib tiba di kantor Ruqyah Syar’iyyah cabang Ciputat. Seorang petugas bagian pendaftaraan bertanya, “Ini Ustadz Rahmat ya…?” sambutnya. Reporter Majalah Ghoib menggangguk, sambil mengucapkan salam dan beristirahat sejenak di ruangan tamu. Sayup-sayup terdengar suara Ustadz Endang Lc. sedang meruqyah.
Setelah Reporter Majalah Ghoib melaksanakan sholat Ashar di sana. Segelas teh manis dihidangkan, mengembalikan kesegaran badan yang mulai loyo. Selepas melepas rindu, tim Majalah Ghoib (yang terdiri dari reporter Rahmat Ubaidillah dan Ustadz Endang, Lc. peruqyah cabang Ciputat) bergegas menuju rumah Ibu Sri Astuti (31), salah seorang pasien cabang Ciputat yang tinggal di daerah Serpong.
Ketika kami akan berangkat, seorang pasien ruqyah menawarkan kepada Ustadz Endang untuk mengantarkan kami sampai tujuan. Kami berangkat bersamanya menuju daerah Serpong. Jalan-jalan di sana, semakin ramai oleh kendaraan pribadi maupun umum. Dalam kondisi jalanan yang padat merayap, kami berdiskusi tentang perkembangan ruqyah di Ciputat.
Tak terasa, suara adzan Maghrib telah membahana, memanggil insan beriman untuk segera sujud kepada-Nya. Setelah menyusuri gang demi gang pada sebuah komplek perumahan. Kami tiba di sebuah rumah bewarna cerah, yang sore itu nampak sunyi dari luar. Pasien yang mengantarkan kami berpamitan untuk segera pulang ke rumahnya di daerah Rempoa, Ciputat.
Seorang wanita muda (yang ternyata sebagai pembantu rumah tangga) membukakan pintu untuk kami. “Cari Ibu Sri ya Pak?” tanyanya sambil mendorong pintu gerbang rumah. Kami tersenyum sambil menggangukkan kepala. Sebuah ayun-ayunan dari besi nampak pada halaman rumah mungil itu. Ibu Sri menyambut kami di depan pintu rumahnya, disertai kedua anaknya yang lucu-lucu. “Muter- muter ya Ustadz mencari rumah saya?” sambutnya seraya mempersilahkan duduk. “lya bu, kemana Bapak, kok sepi-sepi aja nih?” balas Ustadz Endang bertanya. “Sedang sholat Maghrib di masjid, ujarnya.
Setelah beristirahat sejenak, kami menumpang sholat di kamar anaknya yang dipenuhi dengan piala. Setelah menunaikan ibadah sholat maghrib, kami berbincang dengan Ibu Sri yang ditemani suaminya tercinta.
“Terima kasih Ustadz Endang atas silaturahimnya ke rumah kami,” ujar Ibu Sri membuka pembicaraan. Ibu Sri kemudian menceritakan bahwa sejak masih gadis ia sering sakit kepala dan punya gejala sinusitis. Penyakitnya semakin sering terasa, ketika ia sedang haid, di pembalutnya tiba-tiba ditemukan sebongkah jahe yang telah diparut. “Wah Ustadz, panasnya ngak ketulungan, seperti orang yang enduduki balsem, pa- dahal saat itu saya sedang di kantor,” tegasnya.
Waktu itu Ibu Sri dengan ditemani suaminya berusaha menyembuhkan penyakitnya dengan pergi berobat ke beberapa dokter spesialis. Tetapi hasilnya belum menunjukkan kemajuan yang menggembirakan. Pernah juga Ibu Sri diajak saudaranya untuk mendatangi ‘orang pinter’ yang katanya bisa menyembuhkan penyakitnya. “Maklum Ustadz ya…. saya kan belum tahu mana tempat yang sesuai syari’at Islam dan mana yang tidak,” katanya seraya melirik suaminya yang sedari tadi membantu memberikan penjelasan. Dari semua peristiwa tersebut, la menduga, ada orang yang tidak suka kepadanya. “Ngak tahulah Ustadz, perasaan saya tidak punya musuh,” tambahnya.
“Pucaknya tahun 2005 kemarin Ustadz. Saya kan melanjutkan kuliah S1. Semua pelajaran yang telah diberikan dosen lupa. Saya seperti kehilangan diri saya sendiri. Saya seperti orang bodoh. Saya agak panik, karena saya akan ujian skripsi. Kenapa saya bisa seperti orang bodoh ya Ustadz?” ungkapnya dengan semangat.
Dengan tenang Ustadz Endang menjelaskan bahwa semua itu adalah ulah jin. “Saat jin mendapatkan order dari dukun untuk menghancurkan seseorang. Maka yang terpilih adalah jin-jin yang bodoh di antara mereka. Karena untuk menganggu orang-orang yang rajin sholat, membutuhkan energi yang besar buat jin. Jadi seharusnya kita bisa melawan mereka (jin) dengan meningkatkan ibadah,” jelas Ustadz lulusan LIPIA Jakarta ini.
Waktu itu suami Ibu Sri melihat iklan Majalah Ghoib di salah satu majalah Islam, yaitu edisi khusus Australia. Suaminya langsung membeli Majalah Ghoib, dan mencari tahu di mana tempat praktik terapi Ruqyah Syar’iyyah. “Pertama kali lihat Majalah Ghoib, saya kira seperti majalah misteri lainnya, eh ternyata ini beda,” tegas ibu dua orang anak ini.
Karena antrian di kantor Ruqyah Syar’iyyah pusat yang begitu lama, Ibu sri dan suami mengambil inisiatif mendatangi kantor Ruqyah Syar’iyyah cabang Bogor. Kali itu pun mereka tak luput dari gangguan. “Selama dua jam kami berputar-putar di sekitar kantor cabang Bogor, tapi tidak sampai-sampai. Saya menyuruh kedua anak saya dan suami untuk membaca shalawat dan do’a-do’a keselamatan. Setelah hampir putus asa, akhirnya sampai juga,” katanya.
Kini Ibu Sri, telah menjalani 14 kali terapi ruqyah. Banyak kemajuan yang dialaminya setelah itu. la merasakan gejala sinus dan sakit kepala yang dideritanya semakin membaik dan jarang kambuh. Walaupun begitu, ia terus melakukan terapi mandiri, agar gangguan yang dialaminya selama ini, lenyap secara total. “Semoga keluarga saya, menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah,” katanya menutup pembicaraan.