Saatnya Berbenah

Jibril datang dan berkata pada Rasulullah, “Malam ini kau jangan tidur di tempat biasanya kau tidur”. Malam itu Quraisy telah mengintai Rasulullah agar dapat mereka bantai. Dan Rasulullah berkata pada Ali, ‘Ali, kau tidur di tempatku dan pakai selimutku yg hijau…” Dan memang kebiasaan Rasulullah tidur dengan selimut hijau. Setelah menyiapkan taktik pengelabuan itu, Rasulullah kemudian meninggalkan rumah di waktu malam. Quraisy yang menyangka bahwa Ali adalah Rasulullah, terkecoh. Ditambah lagi kekuasaan Allah membuat Quraisy tidak dapat menahan rasa kantuk mereka sehingga Rasulullah lepas dari intaian. Namun, seseorang memergoki kepergian Rasulullah dari rumahnya dan kemudian memberitahukan pada para pengintai, bahwa buruannya sudah lepas. Kemudian Rasulullah pergi ke rumah Abu Bakar. Tidak seperti biasanya, Rasulullah tidak pergi di pagi atau sore hari, melainkan siang hari. Siang hari di Mekah adalah saat tidur siang, sehingga suasana jalanan amat sepi. Kemudian keduanya keluar dari rumah Abu Bakar lewat pintu belakang. Seperti sudah diduga sebelumnya, rumah Abu Bakar pun tak lepas dari intaian. Dan ketika kaum musyrikin Quraisy mendobrak rumah Abu Bakar, mereka terkecoh untuk kedua kalinya.

Kehiar dari Mekah, Rasulullah  dan Abu Bakar tidak langsung berjalan ke arah Madinah di Utara (Madinah berada di Utara Mekah). Tapi mereka bergerak memutar dulu ke selatan Mekah, menuju Gua Tsur, melalui jalan jalan badui yang tidak biasa dipakai orang. Nabi berjalan sepanjang 5 mil melalui jalan tanjakan dan bukit terjal yang penuh dengan batu-batu tajam, hingga kaki beliau dan Abu Bakar terluka. Seandainya rute hijrah langsung ke arah Madinah, maka Rasulullah sudah pasti akan disambut dengan hujan panah dan tombak dari pasukan yang sudah menutup semua rute-rute yang biasa dipakai menuju Medinah.

Setelah memutuskan untuk tinggal di Gua Tsur, Rasulullah meminta Asma’ (putri Abu Bakar) membawa ransum dan logistik di waktu malam. Ini bukan pekerjaan mudah, mengingat kondisi Asma pada saat itu yang tengah hamil tua, sedang dia harus naik turun gunung dan menempuh rute yg sulit dilalui pria muda sekali pun. Tidak hanya jalur logistik yang sudah disiapkan, Nabi pun menugaskan Abdullah bin Abu Bakar sebagai informan bagi perjalanan hijrah. Abdullah bertugas memata-matai musuh dan mengamati seluruh rencana dan pergerakan Quraisy. Dengan demikian Rasulullah memperoleh data yang akurat mengenai rencana musuh sehingga dapat selalu mengevaluasi kondisi dan memutuskan tindakan berikutnya. Dan terakhir, jejak perjalanan Asma’ dan Abdullah tidak pernah terdeteksi oleh Quraisy. Ini disebabkan Abu Bakar meminta bekas budaknya, Amr ibn Fuhairah untuk menggembalakan kambingnya disiang hari, kemudian di waktu sore membawanya pada Nabi di Gua Tsur untuk diambil susunya. Dengan demikian, bekas perjalanan Asma’ dan Abdullah di waktu malam dan pagi hari, terhapus dengan jejak penggembalaan di waktu- siang dan sore hari. Begitulah kisah perjuangan Rasulullah menyambut perintah Allah untuk berhijrah. Dengan startegi yang sangat jitu, akhirnya Rasulullah tiba di Madinah dengan selamat. Untuk kemudian membangun peradaban Islam di sana.

Secara etimologi, hijrah berasal dari kata haajara yang artinya Berpindah atau berpaling. Keduanya mempunyai makna semangat berpindah dari yang jelek kepada yang baik. Selain itu, makna lainnya adalah berpaling dari datangnya murka Allah  kepada sesuatu yang diridhai Allah. Selanjutnya hijrah diberi makna etis-religius yang lebih universal dan bernilai kesejatian, yaitu meninggalkan tuntutan-tuntutan duniawi menuju kesalihan, kesucian, dan kemuliaan yang lebih tinggi dan sejati atau melakukan transformasi spritualitas dan segala yang bersifat maknawiyah. Untuk itu kaum muslimin memandang proses perubahan dan transformasi (taghyur dan tahawwul) dari keadaannya yang asal, baik secara rohani maupun secara fisik, sebagai unsur terpenting dalam hijrah.

Hijrah yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya, sesungguhnya bukanlah semata- mata berpindah tempat dari Makkah ke Madinah, akan tetapi esensinya adalah meninggalkan berbagai perilaku buruk yang dilarang oleh Allah . Mereka berhijrah dari penyembahan kepada mahluk menuju penyembahan hanya kepada Al Kholik, Allah pencipta alam semesta. Mereka berhijrah dari syirik kepada tauhid, dari pelecehan dan merendahkan kaum wanita kepada penghormatan dan pengangkatan derajatnya, dari egoisme kelompok dan kesukuan kepada pluralitas dan universalitas nilai-nilai kemanusiaan yang saling mencintai dan menghormati. Allah berfirman dalam QS AI Hujurat ayat 13: “Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.”

Beberapa hari yang lalu, kita telah meninggalkan tahun 1426 H. untuk kemudian memasuki tahun 1427 H. Meskipun pergantian tahun adalah peristiwa yang biasa dan akan terus berlangsung sepanjang berlangsungnya kehidupan manusia di muka bumi ini. Orang- orang yang beriman diperintahkan untuk senantiasa memperhatikan berbagai peristiwa dan kejadian yang sudah terjadi pada masa yang lalu, untuk kemudian dijadikan ibroh (pelajaran) bagi perbaikan dan peningkatan kualitas kehidupan pada tahun dan masa yang akan datang. Setiap memasuki tahun baru Islam tersebut, hendaknya kita memiliki semangat baru dalam merancang dan melaksanakan hidup yang lebih baik lagi. Seharusnya Kita juga bisa menggali hikmah di balik peristiwa hijrah yang menjadi momentum awal perhitungan Tahun Hijriyah ini.

Peristiwa bersejarah ini, sudah seharusnya menyadarkan kita untuk bermuhasabah (introspeksi). Apa yang sudah kita kerjakan, padahal umur semakin hari semakin berkurang. Tahun baru kali ini, menjadi sarana untuk peningkatan semua aspek, terutama hablum minannaas dan hablum minallaah. Waktunya kita bangun bersama-sama, tidak ada saling mencela apalagi saling caci. Musibah yang selama ini kita hadapi, mengingatkan akan dosa yang selama ini telah kita lakukan. Sudah saatnya umat Islam menjadikan peristiwa Hijrah Rasulullah tahun ini, sebagai momentum untuk berbenah diri. Kalau tidak dari sekarang, kapan lagi kita akan memulainya?
Ghoib, Edisi No. 58 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN