SAPU TANGAN Pembuka Kelulusan

SAPU TANGAN Pombuka Kelulusan
SAPU TANGAN
Pombuka Kelulusan

Jakarta, pertengahan bulan September 2007- Seorang pemuda menemui reporter Majalah Al-Iman, (Rahmat ubaidillah) di tengah terik cahaya matahari yang menyilaukan mata. Siang itu, kaum muslimin sedang menjalankan ibadah puasa Ramadhan memasuki hari kelima.

Teriknya sinar matahari, membuat tenggorokan kami kering. Dengan berbekal keimanan, kami mencoba menepis semua ganguan yang dapat membatalkan puasa. Alhamdulillah ustadz,……akhirnya saya bisa bersilaturahmi ke sini, ujar pemuda yang biasa di pangil Romi itu itu (nama samaran). Lebih jauh ia menjelaskan, sudah sejak lama ia ingin menyerahkan sebuah benda yang pernah didapatkannya dari seorang dukun yang berpraktik di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta.

Menurutnya, benda itu didapatkannya ketika ia menghadapi ujian akhir kelulusan di sekolahnya dan ujian seleksi penerimaan mahasiswa baru. Ketika itu saya dibayang-bayangi rasa ketakutan yang sangat. Saya takut tidak lulus SMA. Saya malu kepada keluarga dan teman-teman kalau sampai tidak lulus sekolah tegasnya lagi.

Bimbingan belajar yang selama ini diikutinya, tidak membuat pemuda ini percaya diri. la merasa tertekan dengan aturan kelulusan dari Ujian akhir Nasional yang digelar di seluruh Indonesia. Ia selalu dibayang-bayangi perasaan cemas, was-was jika tidak lulus ujian. Perasaannya  yang berkecamuk itu malah membuatnya tidak bisa berkonsenrasi dalam belajar. Untuk mengusir rasa was-wasnya itu, ia menenangkan diri ke sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta. Ia lebih banyak menyendiri di café. Merenung dan termenung.

“Ketika sedang jalan jalan itu, saya tertarik dengan sebuah iklan yang di pasang.di depan tempat praktik seorang dukun. Saya pun berkonsultasi dengannya dan  dibekali sebuah benda yang katanya dapat menolong permasalahan saya, tambahnya  lagi. Ia pun menjadi lebih percaya diri dalam menghadapi ujian akhir di sekolahnya. Bahkan ia sangat yakin akan bisa masuk di perguruan ringgi negeri dengan bantuan benda itu.

Pelaksanakan UAN pun digelar. Benda yang diberikan si dukun selalu dibawa ke manapun ia pergi, terutama ketika ujian berlangsung. Alangkah bahagia hatinya saat menerima kelulusan dirinya dari sekolah. Ia menjadi sangat yakin dengan kesaktian si dukun yang pernahg didatanginya. Merasa tertolong….,ia pun kembali menyambangi si dukun untuk berkonsultasi perihal ujian yang akan dihadapinya lagi,yakni SPMB. “Bawa saja benda ini saat ujian berlangsung, pasti kamu akan dengan mudah menjawab semua soal ujian, terang si dukun kepada pemuda ini.

Tapi takdir berkata lain. Pemuda ini tidak lulus ujian masuk PTN (perguruan tinggi negeri). Ia gagal. Kegagalannya itu ia (timpakan) kesalahan kepada si dukun. Ia mendatangi dukun itu lagi dan mengkomplainnya. Si dukun hanya bisa tersenyum. “Kan namanya juga usaha” terang si dukun kepada pemuda ini lagi.

Sebulan setelah peristiwa itu, si pemuda kembali jalan-jalan ke sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta. Kali ini ia tertarik dengan Majalah Al-Iman dan langsung membelinya. “setelah membaca semua isi majalah itu, saya mengerti bahwa apa yang saya lakukan selama ini adalah keliru. Ramadhan ini saya baru punya kesempatan untuk menyerahkan benda terkutuk ini, tegasnya lantang.

 

BENTUK JIMAT

Jimat yang diberikan si dukun berbentuk sebuah sapu tangan berwarna biru muda. Pada bagian tengahnya terdapat hiasan simpul tambang berwarna merah muda. Beberapa tangkai bunga beraneka warna melengkapi hiasan pada sapu tangan itu.

 

KESAKTIAN JIMAT

Jimat sapu tangan ini dipercayai dapat membantu otang yang sedang melaksaakan segala jenis macam ujian. Baik itu yang berhubungan dengan pendidikan maupun kerja. Benda ini harus selalu dibawa dan pakai untuk mengelap keringat saat ujian berlangsung. Sungguh ter…la lu…

 

BONGKAR JIMAT

Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, manusia selalu berhadapan dengan dua keadaan yang silih berganti. Suatu saat merasakan suka dan saat lain merasakan duka. Pada saat bahagia, terkadang manusia menjadi lupa. Sebaliknya saat duka mendera seringkali manusia berkeluh kesah.  Bahkan melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah seperti mendatangi dukun. Apalagi kemudian mempercayai bahwa sebuah benda bisa membantu ujian hidup yang sedang dihadapinya. Tentu hal seperti ini merusak bangunan aqidah seorang muslim.

Bagi hamba Allah yang beriman, hidup adalah ujian. Selama hidup, selama itulah kita diuji Allah.  Hal ini seperti di terangkan oleh Allah dalam sebuahnya fitman-Nya: “Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk ayat:2).

Dalam surat lain Allah menjelaskan: “Dan sungguh Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu, dan akan Kami uji perihal kamu.” (QS. Muhammad ayat 31).

Ujian dalam menjalankan aktivitas sekolah merupakan sebuah keniscayaan yang harus dihadapi dengan mental baja. Belaiar dan berdoa adalah solusi terbaik. Ikhtiar mengikuti bimbingan belajar adalah salah satu solusi yang benar. Menggunakan jasa dukun dengan mempergunakan media jimat adalah sebuah tindakan yang tidak dibenarkan secara syatiat. Musyrik.

Karena selama hidup ini kita terus menerus diuji oleh Allah, maka kita harus mempersiapkan diri, sikap-sikap hati yang benar dalam menghadapi ujian dari Allah, Kalau ujian itu berupa kesengsaraan hidup, sikap hati yang benar harus bagaimana? Begitu juga kalau ujian itu berupa kenikmatan hidup, sikap hati Yang benar harus bagaimanal Kalau ujian itu berupa kesengsaraan hidup, maka sikap hati yang benar adalah bertasbih kepada Allah, Pengertian me-Maha Suci-kan Allah di sini adalah hati berkeyakinan bahwa keputusan Allah (berupa kesengsaraan hidup) itu mengandung kesucian. Artinya tidak ada unsu-unsur kedzolimannya, kesalahannya, kekurangannya, kelemahannya, ketidakbaikannya, ketidaktepatannya atau kenegatifan-kenegatifannya.

Hatinya  sangat yakin bahwa keputusan Allah (berupa kesengsaraan hidup) itu adalah keputusan yang terbaik. Keyakinan hati semacam itu memunculkan sikap hati bersakwasangka baik kepada Allah, ridho atas takdir Allah bersabar dan introspeksi diri. Itulah sikap hati yang benar dalam menyikapi ujian kesengsaraan hidup. Jika sudah demikian, insya Allah, Allah akan memberikan pertolongan kepada kita.

 

 

Al-iman edisi 92 Th. 4/17 Syawal 1428/ 29 Oktober 2007 M

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN