Saat mulai dinas, saya menemukan banyak keganjilan. Anggota yang mbolos dengan alasan yang tidak jelas dan mbandel, justru tidak mendapatkan sanksi apa-apa. Komandan hanya tersenyum saja saat bertemu mereka.
Justru anggota yang setiap hari rajin, malah diomelin. Orang lain yang salah, tapi saya yang kena getahnya. Akhirnya saya berpikir, kalau begini terus saya akan selalu menjadi korban. Singkat cerita, saya pun terpengaruh untuk melakukan hal yang serupa.
Untuk itu, saya mencari guru supranatural. Dan bertemu dengan orang pintar yang katanya sering menjadi media kedatangan Bung Karno atau tokoh-tokoh yang terkenal kesaktiannya. Kebetulan orang itu masih tinggal satu asrama dengan saya.
Setiap malam Jum’at saya dan teman-teman disuruh kumpul yasinan. Saya juga sempat dimandikan kembang tujuh rupa dan dikasih jimat dan wiridan untuk mempengaruhi komandan, rezeki, pergaulan dan lain-lain.
Hanya dalam hitungan bulan, hasilnya sudah saya rasakan. Komandan yang biasanya suka marah, sekarang sikapnya mulai berubah. Tapi lama kelamaan saya tidak kuat berkumpul dengan teman yang sudah mulai ngelantur pembicaraanya.
Keluar dari perkumpulan di asrama, saya berburu perguruan lain yang bisa transfer ilmu secara instant. Akhirnya pilihan saya jatuh ke sebuah perguruan di Madiun, Jawa Timur. Di sana saya diberi kapsul yang harus diminum. Waktu itu untuk membayar mahar 350.000 rupiah. Tapi sampai beberapa bulan, saya tidak merasakan manfaatnya. Akhirnya beralih ke paranormal di Jakarta.
Setelah berpindah ke berbagai perguruan, saya mulai tersadar. Bahwa selama ini tidak ada manfaat yang saya dapatkan. Nasib saya toh masih begitu-begitu saja. Tidak ada peningkatan dari segi pendapatan. Justru kegersangan jiwa yang saya rasakan.
Pada sisi yang lain, hati saya mulai tersentuh dengan ceramah AA Gym dan Arifin Ilham. Sampai saya membeli kaset VCD nya. Terus saya mulai membaca buku-buku agama itulah awalnya hidayah.
Pertengahan tahun 2003, saya ditugaskan ke Aceh. Di sanalah saya banyak berhubungan dengan tahanan- tahanan GAM, yang tidak sedikit di antara mereka yang dipanggil dengan Tengku. Di sela-sela waktu shalat itulah saya banyak berkumpul dengan mereka, membicarakan seputar agama dan mendapat siraman rohani.
Hanya saja waktu itu saya masih mendapat cobaan. Saya masih suka jatuh bangun. Kadang shalat dan pada kesempatan lain terseret kepada kemaksiatan. Minum- minuman keras atau perempuan. Padahal saya sadar bahwa itu semua suatu kesalahan. Namun, saya akui bahwa faktor lingkungan sangat berpengaruh sekali.