Ustadz Haji Cahyono (Mantan Pelawak),
Sikapnya semakin tawadhu dan garis wajahnya menampakkan tanda-tanda bekas sujud. Begitulah kini kehidupan keseharian dari seorang mantan pelawak terkenal, yang sejak tahun 1992 kembali menganut Agama Islam, setelah sempat menganut agama Nasrani selama puluhan tahun. Pak Haji, begitulah ia disapa, oleh rekan-rekannya, saat di temui Majalah Ghoib setelah melaksanakan sholat jum’at di masjid, komplek TVRI, Senayan Jakarta. Di tengah kesibukannya mengisi acara di beberapa Stasiun Televisi. Pak Haji yang kini sering mengisi ceramah di berbagai tempat, termasuk ceramah untuk menyambut tahun baru Islam di Palembang nanti, banyak menceritakan kisahnya, saat kembali hijrah kepada Agama Islam. Berikut kisahnya.
Saya sebetulnya dibesarkan, oleh keluarga muslim. Cuma dari kecil saya dididik di sekolah Kristen. Dari taman kanak-kanak sampai SMP saya bersekolah di yayasan sekolah Katolik di daerah Banyuwangi, sementara SMA di Denpasar. Setelah lama balajar di sana, akhirnya saya dibaptis dengan nama Paulus Cahyono. Ibu dan ayah saya penganut agama Islam yang tidak terlalu taat, bahkan boleh dibilang Islam abangan, karena mereka tidak terlalu mendalami aqidah Islam yang kokoh sehingga mereka menggangap bahwa semua agama itu sama. Reaksi orangtua, pada saat saya masuk Kristen juga tidak terlalu kaget, karena memang dari kecil saya sudah tinggal di asrama, sekolah Nasrani. Dan disekolahkan ke sana juga oleh mereka. Ditambah lagi, karena saya jarang pulang dari asrama, saya di rumah tidak terlalu diajarkan pendidikan agama oleh kedua orang tua saya. Agama Nasrani mengalir begitu saja pada diri saya. Karena pada saat itu, ajaran Nasrani menggunakan pendekatan kasih sayang dan cinta kasih terhadap sesama. Sampai akhirnya saya mantap di agama ini. Bahkan saya pernah berpedoman bahwa agama yang paling benar adalah agama Nasrani, karena saya pada saat itu belum mengenal ajaran agama Islam.
Setelah lulus dari SMA di Denpasar, saya pernah menjadi pemain sandiwara keliling di daerah Jawa Timur sekitar tahun 1968- 1971. Tahun 1971 saya hijrah ke Jakarta untuk mencari pengalaman yang lebih banyak. Pada tahun 1972 saya ikut testing pestival lawak di Taman Ria, Jakarta Fair yang sekarang menjadi Taman Parkir Monas Di sana saya melawak sampai setahun. Kira-kira tahun 1973 saya bertemu dengan Saudara Jojon. Yang kemudian di tahun 1974 saya membentuk grup lawak Jayakarta bersamanya. Alhamdulillah setelah saya hijrah ke Jakarta ini, saya bertemu dengan sahabat-sahabat tercinta, seperti Mas Uuk dan Mas Jojon serta Ester yang mereka semuanya adalah muslim yang cukup taat.
Banyak suka duka ketika saya bersama teman-teman grup lawak Jayakarta. Dimana kami bisa pentas di seluruh Nusantara bahkan sampai keluar negeri, ketika berteman dengan kawan-kawan grup lawak Jayakarta di Jakarta, saya sering melihat dan memperhatikan mereka, ketika sedang sholat berjamaah, saya bertanya dalam hati, apa yang sedang mereka lakukan?, setelah itu kemudian dilanjutkan berdiskusi dengan mereka tentang masalah Ajaran Islam. Dari situlah saya sedikit demi sedikit tertarik pada ajaran Islam.
Ketertarikan saya kepada Ajaran Islam, saya lanjutkan dengan belajar tentang Islam di mana saja dan kapan saja, contohnya ketika sedang berjalan, sedang istirahat di Hotel dan naik pesawat, semua aktivitas itu saya isi dengan membaca buku-buku islam. Mas Jojon lah yang banyak membimbing saya dalam memahami ajaran Islam. Banyak kenangan indah bersama teman-teman yang saya tidak bisa lupakan sampai sekarang.
Hidayah itu pun akhirnya menghampir saya, setelah proses panjang masa perkenalan saya dengan ajaran islam yang memang sangat simpatik dan menarik. Di tahun 1992, saya masuk Islam. Setelah saya mendengarkan lantunan suara adzan Maghrib yang sangat indah di Stadion Kuningan, pada saat ada acara main sepak bola bersama para petinggi ABRI dan para pelawak Ibukota. Pada saat itu hati saya bergetar, sehingga dari dalam lubuk hati yang paling dalam, saya bergumam, “Ya Allah, Engkaulah Tuhan-Ku, tiada Tuhan selain Engkau.” Sampai sekarang kalau mendengarkan suara Adzan, hati saya terus bergetar dan merasakan keteduhan. Kemudian saya Hijrah, memeluk agama Islam, agama yang semejak kecil, pernah saya tinggalkan. Setelah masuk Islam, perasaan saya sangat lega, saya merasa seperti orang yang baru terlahir ke dunia ini. Karena untuk masuk Islam itu gak main-main, kalau tidak diberi hidayah oleh Allah Ya tidak bisa. Setelah itu saya mendatangkan guru-guru ke rumah untuk belajar dan memperdalam Ajaran Islam. Saya juga aktif dengan mendatangi beberapa orang kiyai di Nusantara ini, seperti KH. Ja’far Shoddiq di Jawa Timur, Guru agama yang paling berpengaruh selama hidup saya adalah bapak kiyai Ali yang rumahnya bertetangga dengan saya. Saya banyak diajarkan tentang fiqh dan tajwid agar bacaan al-Qur’an saya semakin baik. Pertama kali sholat di ahun 1992, saya belum bisa apa-apa, yang terpikir pada saat itu adalah melaksanakan semua perintah Allah. Ketika saya sholat pokoknya, ikutin imam saja, walaupun hanya membaca yang sudah saya hapal sedikit. Saya naik haji sudah tiga kali yaitu tahun 1992-1994, berturut-turut. Pertama kali menunaikan ibadah haji saya rasakan sangat nikmat, saya sering menangis di depan Ka’bah dan Padang Arafah, untuk memohon ampun pada Allah atas dosa-dosa saya selama ini.
Pada saat saya masuk Islam, banyak teman-teman saya yang dulunya beragama nasrani ikut saya masuk Islam, bahkan seorang pendeta juga mengikuti jejak saya. Setelah saya beri pengertian, bahwa Islam itu adalah agama yang disempurnakan, Allah yang kita sembah di Nasrani itu adalah Allah SWT. Bukan Nabi Isa atau Yesus yang kita Tuhankan, itu salah. Seperti dalam kitab Injil Surat Yohanes 17 ayat 3. Tapi tentunya saya hanyalah perantara saja, yang memberikan hidayah kepada mereka adalah Allah SWT, Tuhan yang tiada bandingannya. Sebenarnya orang Nasrani itu orang Islam juga, tapi Islam yang belum jadi. Hanya tinggal satu langkah lagi. yaitu mereka beriman kepada Kitab Zabur, Taurat dan Injil, tapi mereka tidak beriman kepada Al quran. Sebagaimana kita beriman kepada seluruh Nabi termasuk Nabi Isa. Kalau saja mereka beriman kepada Al qur’an, agama mereka menjadi sempurna.
Aktivitas saya sekarang lebih sering ceramah diberbagai tempat dan masih tetap mengisi di beberapa stasiun televisi. Lawakan saya sekarang saya jadikan untuk syiar dakwah kepada kaum muslimin. Saya juga sering berdakwah di penjara-penjara, untuk memberikan masukan kepada kaum muslimin terutama para artis, yang sedang terkena kesusahan. Dua anak saya yang pertama yang sudah bekerja, sampai saat ini belum masuk Islam. Namun saya terus berusaha agar mereka memperolah hidayah Allah, dengan menyampaikan ajaran agama Islam. Terkadang anak saya tersebut sering ikut saya berdakwah. Mudah- mudahan dari beberapa cara tersebut, anak saya bisa berhijrah kapada cahaya Allah SWT, dan menikmati indahnya Iman.