Saya Dibimbing Jin Syahbandar Menjadi Paranormal

Waspadalah, jin selalu mengintai! Jangan biarkan diri terkecoh hanya karena jin terkesan membantu dan selalu mengingatkan dalam kebaikan. Karena di balik bantuannya ada harga yang harus dibayar. Jin tidak membantu manusia secara cuma-cuma, tapi ia meminta harga yang tidak bisa dinilai dengan uang jutaan rupiah. Seperti yang dialami Syamsiar, seorang ibu rumah tangga yang ketempelan jin Syahbandar. Akibatnya, ia bisa mengobati orang sakit. Dengan ditemani keempat anaknya serta Nanang, suaminya, ia menuturkan kisahnya di kantor Majalah Ghoib. Berikut petikan kisahnya.

Setelah sekian lama Mas Nanang bekerja serabutan dan sesekali membantu tante, kini keinginannya untuk merubah nasib keluarga kembali menggebu. Dengan kondisi saya yang semakin tenang dan tidak lagi gundah gulana seperti dulu, akhirnya Mas Nanang memutuskan untuk mencari kerja ke Pekanbaru. Berbekal keyakinan dan harapan yang tinggi menggantung. Mas Nanang meninggalkan saya dan anak-anak di Medan.

Pada hari ketiga selepas lebaran Idul Fitri, saya dan anak-anak melepas kepergian Mas Nanang setelah menyelesaikan halal bihalal dengan sanak kerabat dan handai taulan. Saya sendiri merasa tenang saja ditinggal Mas Nanang, karena memang ia memiliki tujuan yang jelas. Semuanya itu demi masa depan anak-anak agar tidak mengalami masa-masa pahit seperti yang dirasakan orangtuanya.

Setelah suami pergi ke Pekanbaru dan saya sendirian di rumah bersama anak-anak, saya tidak pernah lagi mendengar kaset ruqyah. Sebuah kesalahan yang kemudian harus dibayar mahal. Kesalahan karena saya menganggap semua gangguan jin itu telah berakhir dan tidak akan kembali menyerang, sementara pola pertahanan yang selama ini saya andalkan telah saya tinggalkan. Ya, mendengarkan kaset ruqyah itulah pertahanan saya selama ini.

Akibatnya, sakit saya kembali kambuh. Keinginan untuk pergi begitu saja meninggalkan rumah tidak lagi dapat saya tahan. Dengan ringannya kaki ini melangkah perlahan meninggalkan rumah. Suasana terang yang mulai pudar dan berganti dengan dinginnya malam selepas Maghrib tidak lagi saya hiraukan. Yang ada dalam pikiran saya waktu itu saya naik mobil dan tidak berjalan kaki.

Saya berjalan tanpa arah dan tujuan, hanya menuruti keinginan hati yang tidak jelas. Saya baru tersadar setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh. “Ya Allah, saya sepertinya kumat lagi. Ini daerah mana ya?” kesadaran itu muncul begitu saja, ketika saya berada di tengah jalan, pada jam setengah delapan malam.

Tidak jauh dari tempat saya berdiri, terlihat pos polisi. Dengan gontai saya mendekati seorang polisi yang sedang dinas malam itu. Secara kebetulan, polisi yang saya temui memiliki kemampuan layaknya seorang paranormal, sehingga ia pun menerapi saya. Tapi jin yang merasuk ke dalam diri saya tidak mau berbicara. Setelah merasa tidak lagi bisa berbuat banyak akhirnya polisi tersebut menelpon abang saya dan memintanya menjemput saya.

Keluarga saya sudah paham bahwa gejala-gejala penyakit saya yang dulu mulai kambuh, karena itu tanpa berpikir panjang mereka segera membawa saya berobat ke orang pintar. Abang saya tidak lagi teringat kaset ruqyah yang selama ini menjadi tumpuan saya dalam terapi karena mereka selama ini tidak tahu cara melakukan terapi dengan kaset. Sementara Mas Nanang berada jauh di lain kota. Praktis tidak ada yang mengingatkan kembali tentang kaset ruqyah.

Orang pintar itu mengatakan bahwa ada jin yang mengikuti saya, tapi jin itu tidak mau berbicara. Akhirnya ia menggunakan mediator untuk mengundang jin yang merasuk ke dalam diri saya. Melalui tubuh orang yang menjadi mediator keluarlah suara seperti suara kakek-kakek, yang katanya mau merasuk ke dalam diri saya dengan syarat saya mau melaksanakan shalat.

Saya akui waktu itu shalat saya masih belang-belang. Kadang shalat tapi di lain waktu rasa malas mengalahkan diri saya sehingga dengan ringannya shalat itu pun saya tinggalkan begitu saja.

Entah, apa yang ada di balik permintaan shalat itu saya sendiri tidak tahu karena dunia keghaiban termasuk bagian dari sekian masalah yang masih menjadi tanda tanya besar dalam diri saya. Tapi yang jelas, setelah saya memenuhi permintaan jin itu, tak lama kemudian saya kehilangan kontrol terhadap diri saya dan tiba-tiba saja saya tidak sadar atas apa yang terjadi. Menurut cerita orang yang saat itu mengikuti prosesi pengobatan, katanya kepala saya menunduk-nunduk lalu suara berubah menjadi suara kakek-kakek.

 

Jin Syahbandar Menghantar Saya Menjadi Paranormal

Dalam kondisi yang masih labil, saya kembali mendapat goncangan yang cukup berat. Bapak yang selama ini sangat perhatian kepada saya meninggal dunia. Hati saya goncang dan tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ketika hati sedang diliputi kesedihan jin kakek- kakek itu kembali hadir. Kali ini, ia memperkenalkan diri sebagai Syahbandar. Katanya dia kasihan melihat penderitaan saya dan ingin mendampingi saya terus.

Keanehan demi keanehan terus bermunculan setelah jin Syahbandar bersarang dalam diri saya dan tidak mau pergi. Secara perlahan saya memiliki kemampuan layaknya seorang para normal. Saya bisa mengetahui apa yang dilakukan suami selama di Pekanbaru, padahal saya masih tinggal di Medan. Satu kenyataan yang membuat suami saya keheranan.

Seperti yang terjadi pada suatu hari, ketika Mas Nanang menghubungi saya via telpon. Suara Mas Nanang yang bergetar di balik gagang telpon itu membawa bayang-bayang saya menerawang jauh dan terlihatlah sosok laki-laki tiga puluhan tahun yang dengan santai menggenggam gagang telpon.

Dengan iseng saya katakan, “Saya bisa melihat Mas Nanang, layaknya sedang menonton TV saja.” Mas Nanang tidak percaya dan menganggap saya hanya bercanda saja. “Sekarang Mas sedang ngapain, Dik?” kata Mas Nanang menggoda. Sedang duduk, jawab saya. “Duduknya gimana?” tanyanya lagi. “Sepertinya Mas Nanang sedang membuat sesuatu, Mas menundukkan kepala, baju Mas Nanang berwarna krem coklat. Nuansa tokonya itu biru, jawab saya panjang lebar. Saya tahu Mas Nanang masih tidak percaya dengan perkataan saya dan hal itu dianggapnya sebagai kebetulan semata. la bahkan semakin heran ketika saya bisa menebak dengan tepat gambaran toko tempatnya bekerja. “Mas Nanang tidak yakin. Sekarang letaknya begini yakni toko, di sana ada jalan, di sisi lainnya ada tangga,” terang saya lebih lanjut.

Jin Syahbandar nampaknya semakin menikmati keberadaannya dalam diri saya sehingga intensitas kehadirannya juga semakin meningkat. la bahkan tidak ubahnya seperti mata-mata bagi saya. Seluruh gerak- gerik Mas Nanang di Pekanbaru diceritakannya kepada Abang saya. Meski tidak semua permbicaraan itu dapat saya pahami semuanya karena terkadang saya bisa mendengar suara jin Syahbandar dan pada kesempatan lain tidak mendengarnya.

Terawangan ini sejalan dengan kemampuan saya mengobati orang sakit. Saya sendiri tidak tahu bagaimana awalnya, tiba-tiba saja ada seorang ibu yang datang sambil menggendong anaknya. Saya kebingungan bagalamana harus mengobatinya karena selama ini saya sama sekali tidak mengerti tentang pengobatan dengan segala tetek bengeknya. Dalam kebingungan itu, muncullah ide untuk memanggil jin Syahbandar, “Coba panggil kakek!” kata orang-orang. Yang ada dalam benak mereka saat itu adalah kebiasaan Syahbandar yang sering kali datang dan bisa diajak komunikasi. Dari sini mereka beranggapan jin Syahbandar akan bisa menyembuhkan penyakit si anak tersebut.

Saya duduk diam seribu bahasa. Hening, sunyi. Semua yang hadir pun ikut membisu. Selang beberapa menit kemudian, jin Syahbandar merasuk ke dalam diri saya lalu mengobati anak tersebut. Pengalaman pertama ini kemudian disusul dengan datangnya orang-orang yang mencari kesembuhan. Hanya saja yang masih kendala saat itu adalah saya masih tidak tahu bagaimana harus memanggil Syahbandar dengan cepat.

Untuk itu saya berkonsultasi dengan orang pintar di Pekanbaru. Sebut saja namanya Mbah Dira. Mbah Dira hanya meminta disebutkan nama saya, “Siapa namanya?” Namanya Syamsiar,” jawab Abang saya, “Oh, ya ini ada yang mengikuti. Jinnya jin baik,” ujarnya.

Berbekal nama itu, Mbah Dira berusaha menghadirkan jin Syahbandar dengan dzikir, tapi Syahbandar tidak mau datang. “Coba Syamsiar, lihat ini!” katanya sambil mengangkat tangannya. Rupanya di telapak tangannya terdapat bacaan bertulisan Arab. Menurut cerita yang saya dengar kemudian, katanya orang yang melihat tulisan Arab itu akan kerasukan jin. Tapi tetap saja Syahbandar tidak mau keluar.

Mbah Dira semakin penasaran. Dua jurus andalannya untuk menghadirkan jin ternyata gagal. Namun, dia masih tidak mau mengalah. Mbah Dira masuk ke dalam ruangan. Saya disuruh memandangi sederetan foto para syaikh yang katanya bisa menghadirkan jin. Saya perhatikan foto-foto itu satu persatu, tapi tetap saja tidak ada perubahan. Jin Syahbandar tetap tidak mau keluar.

Akhirnya Mbah Dira menyerah dan kami kembali berdialog seperti biasa. Di tengah perbincangan itulah tiba-tiba ada seseorang yang bertanya tentang kaligrafi yang melambangkan orang sedang shalat dalam keadaan duduk tahiyat. Menurut Abang ada tulisan dalam kaligrafi itu yang salah, “Nggak ah,” kata saya. Terus saya membalikkan badan dan melihat ke kaligrafi itu. Tiba tiba saja suara saya berubah menjadi suara kakek-kakek. Itulah suara jin Syahbandar yang diharapkan kehadirannya sedari tadi

“Kamu bisa lihat saya?” tanya jin Syahbandar. “Bisa,” jawab Mbah Dira. “Apakah saya baik?” tanya Syahbandar lagi. “Baik,” jawab Mbah Dira. Pertanyaan ini diulang selama tiga kali dan dijawab dengan jawaban yang sama. “Bilang sama anak ini! Saya tidak akan menyesatkan dia. Saya nanti akan keluar.” Dialog itu pun berlangsung tidak terlalu lama dan Syahbandar kembali terdiam.

Saya sampaikan kepada Mbah Dira bahwa Syahbandar itu selalu datang semaunya sendiri, tanpa pandang tempat dan waktu. “Bagaimana Mbah, apa yang harus saya lakukan agar dia tidak datang kalau tidak saya panggil?” tanya saya. “Coba kamu wiridkan, ilahi rabbi anta maqshudi waridhaaka mathlubi yang artinya, “Ya Allah Engkau yang saya tuju, Engkau yang saya maksud dan ridha-Mu yang saya tuntut.” Saya mengikuti petunjuk dari Mbah Dira, tapi nyatanya Syahbandar tetap tidak datang. Akhirnya secara iseng saya mencoba membaca surat al-Fatihah. Benar saja baru dua, tiga ayat saya baca, Syahbandar sudah dantang. Badan saya terasa membesar dan saya bisa mendengar suara yang bukan suara saya.

Apa yang ditanyakan orang, saya bisa mendengar jawabannya. “Siapa kamu?” “Saya Syahbandar” “Kamu dari mana?” “Saya dari jalan. Saya tidak punya rumah.” “Kenapa masuk ke tubuh anak ini? Saya kasihan. Dia terlalu banyak menderita.” “Tapi kamu akan menyesatkan.” “lya, saya akan menyesatkan. Tapi saya akan keluar bila anak ini sudah bisa berdiri di atas kaki sendiri.”

Sejak bisa mendengar suara itulah saya semakin kebanjiran order untuk mengobati orang sakit. Hanya saja karakter jin Syahbandar tidak menunggu di rumah, tapi dia yang mencari pasien dan tidak mau menerima uang. Bahkan bila ada yang memberinya uang. Jin Syahbandar langsung marah-marah.

Seperti ketika ada anak kecil berusia tiga tahunan yang tulang keringnya keluar seperti taji ayam datang berobat dengan ditemani ibunya. Syahbandar melalui diri saya memberikan resep pengobatannya yaitu dengan memberinya minum air putih setelah dibacakan al-Fatihah, al-Ikhlas, al Falaq, an-Naas sebanyak 41 kali. Air putih itu diteteskan ke kaki yang terluka. Anehnya, tidak lama kemudian, tulang kering yang keluar seperti taji itu pun lepas dan lukanya merapat. Padahal sewaktu dia datang, dari jarak satu meter saja kaki itu sudah menimbulkan bau. Kalau melihat kondisinya, anak itu seharusnya diamputasi. Tapi dokter sendiri heran dengan kondisi kaki yang bengkak, anak itu bisa berlari Seperti tidak sedang sakit saja.

Ketika orangtuanya bertanya kepada Syahbandar tentang latar belakang penyakit anaknya, maka Syahbandar mengatakan bahwa anak itu lari-lari lalu terjatuh dan kakinya menginjak anak jin. Anak jin itu mati dan bapaknya marah.” Jawab Syahbandar.

Syahbandar memang tidak pernah mengobati dengan menggunakan menyan. la hanya memanfaatkan air putih, garam kasar atau telur ayam kampung yang dimakan si penderita.

Kehadiran Syahbandar tidak saja membantu pengobatan orang lain, tapi ia juga selalu menyuruh saya untuk memakai jilbab. Peristiwanya terjadi pada bulan Desember 2003. Seperti ada suara yang mengetuk saya, “Pakailah jilbab! Pakailah jilbab!” Awalnya saya masih tidak mau memakai jilbab, karena saya beranggapan jilbab itu harus dari hati. “Saya berjilbab, kalau nanti kelakuan sudah semakin baik,” gumam saya. Kemudian Syahbandar datang lagi, “Pakailah jilbab!” bisikan ini terus mengiringi keseharian saya.

 

Pengakuan Jin, la Akan Menyesatkan

Ketika saya sedang membeli pakaian baru bersama Mas Nanang yang kebetulan sedang pulang ke Medan, dalam hati saya berharap, “Ya Allah, panasnya. Seandainya ada orang yang mau menumpangkan mobilnya, tidak perlu berpanas-panas.”

Benar saja tak lama kemudian, sebuah mobil mobil carry berhenti di samping saya dan menawarkan tumpangan. “Ayo naik!” ujar seorang bapak yang berpenampilan seperti seorang ustadz dari balik kaca jendela yang terbuka.

Setelah berbincang kesana-kemari, bapak yang memperkenalkan diri bernama Rio itu mengatakan. “Walaupun kamu tidak berbusana muslimah tapi saya tahu kok kalau kamu itu muslim. Alangkah baiknya kalau kamu menutup aurat!”

Lalu saya bertanya. “Benar nggak, ada manusia yang berteman dengan jin?” “Ada. Kamu harus banyak mendekatkan din kepada Allah, karena dia pasti akan menyesatkan,” jawabnya panjang lebar.

Jawaban bapak itu semakin menguatkan keyakinan saya untuk memakai jilbab. Bukan karena bisikan dari jin Syahbandar tapi lebih karena dorongan yang kuat dari dalam diri saya untuk melakukan perbaikan. Pada sisi lain, jin Syahbandar kini selalu membicarakan masalah agama.

Keberadaan Syahbandar dalam kehidupan saya telah merubah segalanya. Ibadah saya lebih rajin, orang-orang yang sebelumnya memusuhi saya, kini berbalik menjadi baik. Tetangga yang di depan rumah juga mengatakan bahwa sesekali melihat sinar yang menerobos masuk ke dalam rumah saya.

Saya sendiri heran, siapa sebenarnya Syahbandar dan apa yang harus saya perbuat, lalu kenapa dia datang kepada saya. Ketika pertanyaan ini saya sampaikan kepada orang lain, mereka bahkan balik bertanya, apakah saya pernah berguru. Saya katakan, saya tidak pernah meminta, tidak pernah berguru atau melakukan ritual. Tiba-tiba saja, ia hadir dalam kehidupan saya tanpa diundang. Saya ingin mengeluarkannya dari dalam diri saya kalau memang itu tidak baik untuk masa depan saya dan keluarga.

Tekad ini semakin kuat ketika Mas Nanang berdialog dengan jin Syahbandar yang katanya akan menemukan orang shalih di Jakarta dan dia akan keluar. “Kalau mau pergi, pergilah. Nanti di Jakarta kamu akan menemukan yang lebih baik lagi. Kalian akan jumpa orang yang shalih. Pergilah dan saya akan keluar,” kata Syahbandar.

Akhirnya saya sekeluarga memutuskan pindah ke Jakarta pada tahun 2004. Baru sebulan di Jakarta, seorang kerabat dekat yang bernama Yuan datang ke rumah bersama dengan seorang dukun dari Medan, namanya Ikra.

Yuan menderita sakit dan minta disembuhkan oleh jin Syahbandar. Setelah diobati Syahbandar, sehari semalam Yuan telah membaik, tapi begitu saya sampai ke rumah dan merebahkan badan, tiba-tiba kaki Yuan bergoyang-goyang. Kakinya bergetar keras, sampai saya pun bisa merasakan getarannya. Tapi keesokan harinya kondisi fisik Yuan kembali membaik.

Pertemuan itu dimanfaatkan Ikra untuk meminta tasbih dari alam jin kepada Syahbandar, tapi tidak dikasih. Bahkan pada akhirnya kedoknya dibongkar oleh Syahbandar. Selama ini penyakit Yuan tidak kunjung sembuh karena dukun Ikra telah memasukkan jin yang berada dalam pengaruhnya untuk mengganggu Yuan.

Keesokan harinya Yuan bertambah parah. Badannya menggelepar-gelepar. Tapi anehnya kini Syahbandar tidak mau mengobatinya. Ketika Yuan mau dibawa ke orang pintar di Pasar Minggu, Syahbandar melarang. “Mereka menggunakan jin. Jangan menambah jin lagi” Jin Syahbandar lebih setuju bila Yuan diterapi di kantor Majalah Ghoib. Hal ini diketahui setelah ditanya Mas Nanang. “Betul. Bawa saja ke sana,” kata Syahbandar.

Setelah diterapi di kantor Majalah Ghoib reaksi Yuan terbilang cukup keras, hanya saja dia sedang hamil, sehingga ustadz yang menerapi menyarankan untuk diterapi lain kali setelah melahirkan. Dia disarankan untuk terus mendengarkan kaset ruqyah di rumah.

Dari artikel di Majalah Ghoib saya sadar bahwa Syahbandar yang selama ini menemani saya adalah sosok jin yang tidak boleh dibiarkan tetap ada di dalam diri seseorang. Jin itu harus dikeluarkan bila tidak ingin mengalami hal buruk di kemudian hari. Untuk itu saya ikut menemani Yuan terapi di dalam ruangan. Saat itu saya merasa biasa saja. Tidak ada sesuatu yang membuat saya was- was selama berada di dalam.

Sepulang dari kantor Majalah Ghoib, saya menjewer telinga Mas Nanang. Mas Nanang pun mulai curiga bahwa ada sesuatu yang tidak wajar dalam diri saya. Pasti ada jin yang merasuk ke dalam diri saya. Hingga di jalan pun saya muntah-muntah. Ketika Mas Nanang mencoba menerapi seperti yang dilakukan di kantor Majalah Ghoib, katanya ada lima jin yang masuk ke dalam diri saya, sedangkan jin Syahbandar sendiri sudah merasa kepanasan. Saya sampai muntah-muntah.

Dari sini, saya sudah mulai galau. Jin Syahbandar harus dikeluarkan. Pertanyaan saya selama ini akhirnya terjawab. Hingga saya selalu berdoa, “Ya Allah, siapapun kakek ini, baik atau tidak baik Kau Maha Tahu. Keluarkan dia dari tubuhku!”

Beberapa hari kemudian, saya berkunjung ke rumah Ustadz Arifin dengan ditemani Mas Nanang. Dalam perjalanan, saya sudah muntah-muntah. Begitu berhadapan dengan Ustadz Arifin, jin Syahbandar langsung bercerita panjang lebar. “Sebaik-baik jin adalah seburuk-buruknya manusia. Itu tidak bisa dipungkiri. Aku akan menyesatkan. Dan aku akan keluar setelah anak ini bisa berdiri di atas kaki sendiri.” Tak lama kemudian jin Syahbandar keluar meninggalkan tubuh saya yang telah didiaminya beberapa tahun.

Semoga kisah ini menjadi pelajaran berharga bagi siapapun yang membacanya. Jangan coba-coba meminta bantuan kepada jin, meski awalnya jin itu suka membantu dan membisikkan yang baik-baik. Saya sudah merasakan bagaimana tidak enaknya menjadi sarang jin. Badan terasa berat melangkah. Setelah jin Syahbandar keluar jalan saya tidak lagi secepat dulu, tapi badan saya lebih ringan. Ibadah lebih tenang.

 

 

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 40 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN