“Saya Murid Terbaik Nabi Khidir”

Andi Muslimin (Guru Besar Perguruan Khaikal Fattah Khikan):

Saya kelahiran Riau 10 No- vember 1972, itulah data yang tertera dalam KTP saya. Tapi saya sebetulnya lahir jauh sebelum itu, kira-kira tahun enam puluhan. Nama lengkap saya adalah Syekh Sayyid Andi Muslimin Abdullah Muham- madun Arabia. Dari kecil saya tidak pernah diajari oleh kedua orangtua baca tulis al-Qur’an, padahal ibu seorang guru ngaji. Memang kakek saya telah melarang kedua orangtua saya, untuk mengajari saya ngaji. Karena kakek yakin sekali bahwa cucunya nanti akan pintar sendiri tanpa harus belajar.

Secara formal, setamat dari STM di Pulau Bangka saya kuliah di Poltek PT. Timah Pulau Bangka, di akhir kuliah saya mendapat kesempatan untuk melakukan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Institut Teknologi Bandung (ITB). Waktu di Bandung itulah saya bermimpi didatangi seorang kakek dan dia berpesan agar saya pergi ke keraton lama daerah Banten untuk menemui Syekh Ahmad. Kurang lebih dua hari saya berkeliling seputar keraton lama untuk mencari seseorang yang bernama Syekh Ahmad. Sampai akhirnya saya berjumpa dengan seorang petani tua di pematang sawahnya. Lalu saya beranikan diri untuk bertanya alamat Syekh Ahmad. Petani itu tersenyum mencibir saya. Lalu dia menjelaskan bahwa Syekh Ahmad itu sudah meninggal dunia ratusan tahun silam. Setelah sampai di makam Syekh Ahmad, saya berdoa di atas kuburannya dan rasa kantuk berat dating, akhirnya saya tertidur. Dalam tidur saya bermimpi bertemu dengan Syekh Ahmad dan berguru kepadanya. Beliau mengajari saya berbagai macam ilmu tasawuf dan pengetahuan agama lainnya, seakan-akan saya belajar dari beliau di sebuah pesantren dengan banyak murid di samping saya. Setelah terbangun saya kembali ke rumah petani tadi. Sang petani kaget, dia mengira saya sudah pulang, karena sudah 40 hari lamanya saya meninggalkan rumahnya.

Kemudian kembali ke Bandung. Tak berapa lama saya mimpi lagi di datangi oleh seorang kakek, kali ini dia menyuruh saya untuk pergi ke Lombok untuk menemui Syekh Sayyid Zainuddin Abdul Majid. Saya pun berangkat ke Lombok mengikuti petunjuk mimpi. Sesampai di sana Syekh Sayyid Zainuddin sudah menunggu- nunggu kedatangan saya, dalam kalimat sambutannya beliau mengatakan: sudah lama aku menunggu kedatanganmu. Selama setahun lamanya saya berguru kepada beliau mulai tahun 1993 – 1994 M. Di sana saya tidak diajari ngaji, hanyal disuruh melayani beliau saja. Sampai suatu saat saya ditanam beliau hidup-hidup selama 7 hari 7 malam. Sehabis itu saya menjalani cobaan yang sangat berat, saya seperti orang gila berjalan keluyuran ke sana ke mari, minta makan dari sana sini, selama 3 bulan lamanya saya jalani cobaan itu. Saya belajar membuka hijab dari Syekh Zainuddin Abdul Majid secara gaib, dan belajar bahasa binatang serta bahasa tumbuhan dari Sayyid Abdul Karim secara nyata, beliaulah yang memberi Surat Keputusan (SK) untuk mengajarkan bahasa dunia ke orang lain. Saya sering memakai bahasa tumbuhan kalau lagi di lapangan, ngobrol sama rumput- rumput yang bergoyang atau mendengarkan curhatnya pohon- pohon yang ada di sekitar.

 

Berguru Kepada Nabi Khidir

Sebelum kembali ke Pekanbaru, saya mampir dulu ke Jakarta. Saya ke daerah Tanjung Priok menemui paman. Dan diminta membantunya di penjualan tiket biro perjalanan milik paman, saya ditugaskan di kantor cabangnya yang berada di Penggilingan. Suatu malam saya mimpi bertemu dengan seorang anak kecil sekitar 5 tahun umurnya, dia adalah Nabi Khidhir. Dia membawa saya ke suatu tempat, di sana saya diperlihatkan 5 makam, yang satu makamnya bagus sekali kondisinya, tapi yang empat kelihatan rusak. Dia pun menyuruh saya untuk memperbaiki keempat makam tersebut. Ternyata keempat makam itu adalah makam khulafa’ur Rasyidin Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali. Dan satunya adalah makam Nabi Muhammad. Makna memperbaiki keempat makam itu adalah saya diamanahi untuk menyatukan umat Islam yang sudah terpecah belah dengan mengajarkan bahasa dunia. Karena dengan bahasa dunia, umat Islam bisa disatukan. Dan dengan bahasa juga umat Islam bisa menguasai perekonomian dunia sebagai- mana yang telah dilakukan oleh Nabi Sulaiman.

Sebenarnya saya diberi tiga opsi untuk memulai dari mana saya harus menyebarkan bahasa dunia ini, yaitu, Riau, Jawa dan Sulawesi. Tapi saya memilih Riau ini karena merupakan tanah kelahiran. Mungkin karena kekeramatan para leluhur saya sehingga dengan mudah ilmu laduni bisa saya kuasai. Bahkan saya telah melakukan beberapa inovasi. Awalnya proses buka hijab tidak bisa dilakukan kalau tidak bertemu langsung, tapi sekarang saya bisa melakukan dengan jarak jauh melalui telepon atau HP. Dari sini saya akan menyebarkan ke daerah lain termasuk ke negara Saudi Arabia, begitulah pesan Nabi Khidhir sebagai guru utama saya. Sebetulnya guru saya banyak sekali, diantara mereka adalah Syekh Sayyid Ahmad dan Syekh Sayyid Yusuf (guru di alam gaib), Sayyid Puang Haji Kile’ (guru di alam nyata), Maulana Syekh Sayyid Zainuddin Abdul Majid (guru di alam nyata dan gaib).

Di samping itu saya dari dulu sampai sekarang masih sering bertemu dengan orang-orang gaib, baik melalui mimpi maupun secara nyata seperti kita lagi ngobrol begini. Saya juga sering didatangi empat wali kutub yang telah meninggal, juga para nabi termasuk Nabi Muhammad, Perjumpaan saya dengan mereka bukanlah nyleneh atau asing dalam kehidupan saya, hampir tiap hari saya komunikasi dengan mereka.

Jadi ilmu yang saya miliki ini adalah ilmu laduni sebagaimana yang pernah dimiliki oleh Nabi Sulaiman. Tidak hanya berbahasa dengan bahasa manusia di seluruh dunia, tapi juga berbahasa dengan bahasa binatang dan tumbuhan. Sebenarnya bukan hanya saya yang memiliki ilmu seperti ini, yang lainnya banyak juga ada yang bisa. Semisal Soekarno (presiden pertama RI) dia termasuk wali Allah, Gus Mik (Pimpinan Pesantren Ploso, Kediri), Gus Maksum (Pimpinan Pencak Silat Pagar Nusa), dan Mbah Mangli atau Sunan Katon (Magelang). Dan masih banyak lagi yang lainnya, tapi mereka tidak dapat SK untuk mengjarkannya ke orang lain, hanya saya saja yang mendapat SK itu. Di dunia ini sayalah satu-satunya, tidak ada yang lain.

Saya sendiri setiap Selasa malam Rabu ada pengajian khusus dengan banyak jin, kadang-kadang mereka datang ke saya untuk diajari ngaji. Makanya mereka sering mondar-mandir di rumah saya ini. Bahkan kalau saya lagi shalat di kamar sendiri, mereka datang berjubel-jubel rebutan untuk menjadi makmum. Macan peliharaannya Prabu Siliwangi juga ada di rumah saya, jumlahnya sekitar empat puluh ekor. Kadang kalau saya pergi ke tempat yang tidak begitu jauh jaraknya, saya pinjam satu untuk membawa saya pergi. Tapi kalau tempatnya jauh ya saya hanya baca doa, lalu melesat cepat begitu saja. Sopir saya pernah melihat saya seperti cahaya putung rokok melesat terbang jauh, begitu juga istri saya pernah melihat pemandangan yang sama. Hampir setiap malam saya ke Makkah karena saya bisa bergerak melebihi kecepatan pesawat, kadang-kadang mengajak anak tunggal saya yang bernama Akbar Ash-Shiddiq, walaupun secara syari’at saya belum pernah pergi haji. Saya juga punya ilmu raga sukma yang bisa merubah bentuk jadi 40 orang dengan tubuh aslinya. Pernah juga saya datang ke Bulan sebanyak 3 kali untuk ziarah ke makam Ali bin Abi Thalib.

Sepengatuan saya, jin yang muslim itu cakep dan ganteng paras mukanya tidak seperti yang ditayangkan di televisi, kalau yang kafir memang jelek- jelek dan menyeramkan. Karena saya pernah kok pacaran dengan salah satu wanita jin, hampir delapan tahun lamanya. Dia minta saya menikahinya dan saya ditawari emas batangan sebanyak satu kapal sebagai mas kawinnya, tapi saya menolaknya karena kita lain alam, akhirnya putuslah jalinan asmara kami.

Saya di lembaga ini hanya membuka hijab hati mereka agar mudah berbahasa apa saja seperti anak bayi yang baru lahir, memang ada beberapa ‘wali-wali Allah’ yang telah meninggalkan dunia ini yang membantu melenturkan urat- urat mulut mereka agar lebih mudah melafadhkan kosa kata. Pantangan bagi siswa yang belajar di sini tidak ada, yang penting mereka punya keinginan untuk belajar. Tapi bagi saya sendiri pantangannya ada dan kalau dilanggar konsekuensinya berat sekali. Tubuh saya bisa meledak seperti meledaknya bom di perut saya. Maka dari itulah ‘para wali Allah’ termasuk empat ‘wali kutub’ senantiasa memonitor dan mengawasi saya. Mereka akan menegur dan menasehati saya kalau ada penyimpangan.

 

 

 

Ghoib, edisi No. 20 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN