Saya biasa disapa Firdaus oleh teman-teman sejawat. Dahulu saya adalah seorang pegawai negeri yang bekerja sebagai seorang Jaksa, Walaupun gaji saya terbilang kecil, tapi hidup saya begitu tenang bersama keluarga di rumah. Melaksanakan sholat lima waktu dan mengaji merupakan ibadah yang tidak pernah saya tinggalkan. Sungguh kehidupan terindah yang pernah saya rasakan.
Cobaan sedikit demi sedikit datang menghapiri saya, bagaikan tetesan-tetesan debu yang melekat pada cermin yang putih bersinar. Namun lama-kelamaan sinarnya akan punah diterpa debu yang hinggap dan kemudian menetap. Masalah yang menerpa saya di kantor begitu berat, dan lama kelamaan semakin sulit, serumit merapikan benang yang telah semrawut. Saya mencoba terus memohon kepada Allah, agar menolong saya dalam menyelesaikan masalah ini. Namun, doa-doa saya, bagaikan pungguk merindukan bulan. seperti gayung tak bersambut. Yang saya dapatkan hanyalah terus cobaan dan cobaan, yang pada akhirnya saya harus dikeluarkan dari pekerjaan. Sehingga saya pernah berpikir, bahwa saya sangat kecewa kepada Allah, karena peristiwa tersebut.
Dalam kekecewaan dan kepiluan yang saya rasakan. Beberapa teman dekat saya menyarankan untuk pergi ke ‘orang pinter’ di beberapa daerah, untuk berusaha mencari jalan keluar dari masalah yang sedang saya hadapi ini. Pertama kali, sebenarnya saya masih ragu untuk pergi ke ‘orang pinter’, karena saya hidup dalam lingkungan yang sangat rasional. Akan tetapi karena himpitan keadaan yang menghadang bagaikan gunungan salju yang terus membesar. Akhirnya dengan berharap, hidup saya akan berubah bahkan ada perbaikan yang lebih signifikan. Saya mencoba mendatangi ‘orang pinter’ di beberapa daerah yang ditunjukkan oleh teman-teman dekat saya itu.
Perjalanan mencari perubahan dengan mendatangi ‘orang pinter’ mulai saya lakukan. Bagaikan seorang petualang yang mencari kepuasan batin di tengah hutan belantara. Saya menjelajahi beberapa daerah di Nusantara. Diawali di Ibukota Jakarta, seluruh pelosok tempat yang ada ‘orang pinter’ nya saya sambangi untuk mencari perubahan yang dijanjikan. Tak cukup di sudut-sudut Ibukota saja, saya juga mendatangi daerah Banten sebuah propinsi termuda di Indonesia, gunung Kawi dan sampai ke Sumenep, sebuah daerah di bagian Timur, pulau Jawa. Dari petualangan mendatangi para ‘orang pinter’ tersebut, banyak bekal jimat dan ritual yang telah saya laksanakan, untuk mendapatkan perubahan hidup yan sedang kacau ini. Ritual-ritual yang telah saya lakukan diantaranya: mandi kembang tujuh rupa, membakar kemenyan, memberikan sesajen dan sesembahan di laut, bahkan sempat juga bertapa di sebuah goa yang sangat angker. Semua itu saya lakukan untuk bertemu dengan yang namanya syetan atau jin yang katanya bisa membantu merubah nasib seseorang. Saya juga pernah berpikir untuk memelihara tuyul dan menjalani ritual pesugihan untuk memperoleh kekayaan dalam waktu yang sangat singkat. Namun niat hal tersebut tidak terlaksana.
Pengembaraan yang saya lakukan ternyata menyisakan kisah yang lebih tragis dari apa yang diharapkan. Bukannya kekayaan dan perubahan nasib yang saya dapatkan. Hutang saya malah mencapai puluhan juta, untuk membiayai semua itu. Proses perjalanan berpikir dan bertindak yang saya jalani selama ini, mencapai sebuah kesimpulan, bahwa syetan atau jin, tidak memiliki kemampuan apapun, untuk menolong manusia, malah mereka juga adalah makhluk yang sangat lemah.
Berawal dari kesimpulan tersebut, Alhamdulillah naluri fitrah kemanusiaan saya kembali muncul. Bahwa hanya Allah sajalah yang dapat menolong dan membantu manusia dalam mengatasi segala permasalahan yang timbul, yang tentunya ditempuh dengan cara-cara yang tidak melanggar aturan-Nya. Mulai saat itu, saya mencari segala cara untuk kembali bertobat kepada Allah SWT atas seluruh dosa-dosa yang telah saya lakukan. Karena tidak ada pekerjaan maksiat yang tidak pernah saya lakukan selama saya mencari perubahan nasib ke mana- mana. Sebenarnya sudah sejak lama, keluarga saya menganjurkan untuk datang ke kantor Majalah Ghoib, guna menyerahkan seluruh jimat yang menyesatkan serta mengeluarkan gangguan dan pengaruh jin yang bersarang di tubuh saya, dengan terapi ruqyah. Tapi baru di awal tahun ini saya bisa melaksanakan niat saya tersebut. Sekarang saya tidak lagi ingin kekayaan dalam doa-doa saya, tapi yang saya inginkan adalah ketenangan hidup. Harapan saya adalah, semoga Allah mengampuni segala dosa-dosa saya selama ini, saya ingin “Taubatan Nasuha”, agar saya tidak dimurkai Allah SWT, dan meninggal dalam keadaan khusnul khotimah. Tidak terganjal oleh 20 susuk yang akan saya bersihkan ini, yang masih tertanam di tubuh saya sampai sekarang. Amin.
Oleh : A. Y. Firdaus, SH. MH. (Pengacara)
Ghoib, Edisi No. 34 Th. 2l 1426 H/ 2005 M