Sejak Kecil Bisa ‘Melihat Jin’

Hari masih pagi, namun kesibukan sudah sangat terasa di kantor pusat Ghoib Ruqyah Syar’iyyah di kawasan Salemba. Suara telepon terus berdering tak kenal henti. Deretan pengunjung yang akan menjalani terapi ruqyah, tampak asyik menikmati menu Majalah Ghoib yang diberikan saat pendaftaran. Anak-anak kecil, berlarian ke sana ke mari, asyik dengan dunianya yang penuh dengan keceriaan dan keluguan.

Kantor yang berukuran cukup luas itu, terasa nyaman bagi para pengunjung karena ditata dengan apik. Selepas sarapan pagi, di kantin yang menyediakan menu-menu asli nusantara. Tim Majalah Ghoib (yang terdiri dari Reporter Rahmat Ubaidillah dan Ust. Sadzali, Lc.), bergegas menuju rumah Iwan (10 th.), seorang pasien ruqyah yang tinggal di bilangan Klender, Jakarta Timur.

Cuaca sangat cerah, saat kami berangkat menuju rumah Iwan. Perempatan Matraman, tepat di depan kantor ruqyah terjadi kemacetan seperti biasanya. Lalu lalang kendaraan dari empat arah, membuat polisi ekstra sibuk setiap harinya. Kami tak bisa memaksimalkan kecepatan kendaraan, karena jalan yang semakin sesak dipenuhi kendaraan. Do’a-do’a terus kami panjatkan, semoga perjalanan pagi itu tidak mendapatkan kesulitan. Tumpah ruah para pedagang di daerah Jatinegara, menambah kemacetan semakin terasa.

Setelah memasuki daerah Cipinang, kondisi jalan berangsur lancar, sehingga kami bisa lebih cepat sampai di rumah Iwan. Selama di perjalanan, Ustadz Sadzali menceritakan, bahwa sehari sebelum berkunjung ke rumah Iwan ia terlebih dahulu menelpon orang tua Iwan di rumah. Sang ibu dengan nada keheranan sangat berterima kasih, bila Majalah Ghoib berkenan silaturrahim ke rumahnya.

Tepat jam 10.27 WIB, kami tiba di rumah Iwan setelah menyusuri gang demi gang. “Ini Ustadz dari Majalah Ghoib ya?” sambut ibunda Iwan, sesaat setelah kami mengucapkan salam. Kami tersenyum sambil memperkenalkan diri. Iwan dan ayahandanya datang menyambut kami yang masih berdiri di teras rumah. Kami dipersilahkan masuk, sementara Iwan bersalaman sambil mencium tangan kami, layaknya seorang anak kepada ayahnya.

Kami duduk pada kursi tamu yang terbuat dari rotan. Suasananya sangat segar, karena kipas angin terus berputar dari pojokan rumah. Beberapa ikan cupang milik Iwan, tampak terpajang pada toples yang diletakkan di atas lemari. Gaya kanak- kanak yang diperlihatkan Iwan, membuat kami merasa sayang kepadanya. Teh manis hangat lengkap dengan aneka kue-kue kering, dihidangkan oleh ibunda Iwan. Setelah menikmatinya, tenggorokan kering kami terasa basah dan segar. Iwan duduk bersama kami, sambil menyandarkan badannya rapat-rapat.

“Sejak usia 8 bulan, Iwan sering mengalami sakit-sakitan,” jelas ibundanya membuka percakapan. Sakit yang diderita Iwan saat itu beragam. Sebut saja, sakit batuk dan sakit perut yang berkepanjangan. Untuk penyakit tersebut, orangtuanya telah membawa Iwan ke dokter, bahkan pernah dioperasi usus buntu dengan ditangani secara intensif oleh seorang Profesor di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta. Tapi hasilnya tetap saja seperti itu.

Sejak sakit-sakitan itu, Iwan jadi bisa melihat penampakan makhlus halus di rumahnya. Yang lebih aneh lagi. Iwan bisa menebak peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang “Untuk yang satu ini, Iwan sering dikejar-kejar seorang sarjana yang ingin menanyakan, kenapa la sampai sekarang belum bekerja?” tegas ibunda Iwan menginformasikan. Semua peristiwa tersebut, secara psikologis menggangu perkembangan Iwan. Hal ini diketahui secara jelas. setelah usia Iwan memasuki angka 9 tahun, saat ia dikhitan atau disunat.

Setelah dikhitan, Iwan semakin sering diganggu. Akibatnya, ia sudah 4 bulan ini tidak mau masuk sekolah, karena merasa ada yang mengikutinya. “Kalau Iwan pergi ke sekolah, matanya sering dibuat tidak bisa melihat. Kupingnya tidak bisa mendengar Pokoknya saya sangat kasihan sama Iwan, Ustadz!” jelas ibundanya dengan mata yang berkaca-kaca.

Untuk menyembuhkan semua gangguan tersebut, orangtua Iwan sudah membawanya ke beberapa ‘orang pinter’ di jakarta. Iwan juga pernah dibawa ke seorang dukun yang sering muncul di televisi lewat timnya yang sering mengusir syetan. “Saat di sana, Iwan disuruh memanggil syetan dan meminta bantuan kepada ustadznya. Dan benar saja Ustadz, setelah Iwan menyebut nama ustadnya tiga kalı Tiba-tiba, ustadz itu muncul di depan Iwan. Hanya Iwan yang dapat melihatnya,” kata ibundanya bersemangat. Perbincangan terus berlangsung. Iwan tampak memperhatikan pembicaraan kami. Wajahnya yang lugu, seakan ingin mempertegas bahwa syetan selama ini telah mengganggunya.

Di awal tahun 2006, ibunda Iwan mendapatkan penjelasan tentang ruqyah dari para tetangganya. Setelah pengetahuannya tentang ruqyah terus bertambah, ibunda Iwan, semakin sering membawa Iwan untuk menjalani terapi. Empat kali sudah, Iwan diterapi oleh para ustdaz di Majalah Ghoib. Setelah diruqyah pertama kali, Iwan sudah mengalami perubahan yang cukup mengembirakan. Iwan, kini tidak lagi dapat melihat penampakan hantu. la hanya bisa merasakan keberadaan hantu saja. “Itu saya syukuri Ustadz, karena berpengaruh pada perkembangan psikologisnya,” kata Ibundanya seraya menawarkan makanan kecil kepada kami. Walaupun belum mau sekolah dan harus terus menjalani terapi ruqyah, kini kondisi Iwan lebih baik. la sudah mau membaca al- Qur’an, tanpa ada gangguan kepadanya.

Ustadz Sadzali menjelaskan, bahwa perhatian dari kedua orangtua sangat berpengaruh pada proses pemulihan jiwa Iwan ke arah yang lebih baik. Terapi mandiri yang harus dijalani Iwan -seperti sering berdzikir- harus mendapat bimbingan dari orang tua tercinta di rumah. “Dan yang terpenting kita harus sabar. Karena Allah mengabulkan do’a kita itu dengan tiga cara. Yang pertama do’a kita langsung dikabulkan. Yang kedua, doa kita dikabulkan tetapi waktunya ditunda. Yang ketiga, do’a kita dikabulkan dengan bentuk lain, seperti tertolaknya musibah yang akan menimpa diri kita atau keluarga kita,” jelas Ustadz dua anak ini.

Setelah meruqyah dan mengecek bacaan al-Qur’an Iwan. Kami menikmati makan siang yang telah disiapkan oleh ibunda Iwan. Hari semakin siang. Matahari berada di atas penggalan, tanda hari semakin siang. Kami pun berpamitan, untuk kembali ke kantor, menjalankan kewajiban yang banyaknya melebihi waktu yang tersedia. Selamat berjuang adikku. Semoga engkau kelak dijadikan Allah sebagai anak yang shalih serta berbakti kepada kedua orang tua dan agama.
Ghoib, Edisi No. 61 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN