Nuansa pedesaan sangat kental ketika Majalah Ghoib memasuki komplek Pesantren Rafah yang asri dan sangat terjaga kebersihannya. Pesantern yang mulai dibuka tahun 99 ini, memberikan pengajaran secara gratis kepada 350 santri TPA, untuk penduduk sekitar. Setidaknya 250 santri juga telah bermukim di sana yang datang dari berbagai daerah di Indonesia termasuk santri yang datang dari Papua. Majalah Ghoib datang dan menemui Pimpinan Pondok Pesantern ini, untuk berbincang mengenai gejolak alam yang sedang terjadi sekarang ini. Ustadz yang memiliki judul tesis “ferifikasi penelitian naskah kitab didalam ilmu nahwu.” ini. Menjelaskan secara gamblang mengenai hal tersebut kepada Majalah Ghoib dengan penuh ketelitian. Berikut petikannya.
Dari 130 gunung yang ada di Indonesia, 9 gunung sedang “mual-mual”, angin puting beliung melanda beberapa daerah, juga banjir dan gempa yang terus menerus. Kalau ada yang berpendapat, ini hanyalah gejolak alam yang kebetulan saja, bagaimana pendapat Anda?
Itu merupakan pandangan orang-orang sekuler. Sementara pandangan orang yang beriman, dengan orang yang tidak beriman, terhadap apa yang terjadi pada gejolak alam sekarang ini tentunya berbeda. Kalau kita berpandangan dengan keimanan kita, maka Allah lah yang mengatur alam semesta ini. Apapun fenomena yang terjadi pada alam ini, tidak lepas dari aturan Allah. Jadi semua gerak kehidupan di dunia ini, tidak ada yang berjalan dengan kebetulan.
Dalam mengamati fenomena gejolak alam seperti ini, alangkah tepatnya kalau kita merujuk kembali kepada pandangan-pandangan yang telah diberikan oleh para salafush shalih (ulama-ulama yang sholih) terdahulu.
Bisa Anda jelaskan pandangan para salafush shalih tersebut mengenai hal ini?
Apa yang pernah ditulis oleh Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah dalam kitab al Fatawa jilid ke-28, halaman 138 menyatakan, sudah menjadi sesuatu yang diketahui oleh semua orang. Bahwa Allah telah memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya, pada diri kita dan pada alam semesta ini. Karena itu, sesungguhnya maksiat merupakan sebab dari pada bencana. Dan ketaatan kepada Allah merupakan sebab daripada turunnya nikmat dan berkah Allah kepada kita.
Sementara itu Ibnu Khayyim di dalam kitabnya al Jawaabul Kaafi, menyatakan, bahwa diantara hukuman-hukuman terhadap dosa adalah dicabutnya nikmat dan diturunkannnya bencana.
Kita seharusnya merenungi apa yang telah Allah kisahkan di dalam al Qur’an, tentang umat-umat terdahulu. Bahwa sebab utama yang menghilangkan dicabutnya nikmat tersebut adalah bahwa mereka telah menentang ajaran Allah dan bermaksiat kepada Rasulullah. Jadi semua bencana ini, disebabkan oleh dampak dari dosa-dosa yang telah dilakukan oleh manusia.
Dari dua pandangan salafush shalih ini. Sangat tepat kalau kita jadikan asas pandangan kita dalam melihat fenomena gejolak alam. Bahwa kita tidak bisa melepaskan kaitan, antara gejolak yang terjadi di alam ini dengan perbuatan dan kelakuan manusia.
Berarti orang sekarang cenderung berbuat maksiat, dari pada taat kepada Allah?
Kita harus jujur, bahwa sementara ini kaum muslimin masih banyak yang melakukan maksiat. Kita sekarang tidak hidup di jaman Rasulullah. Kalau di jaman Rasulullah kita punya penangkal turunnya bencana yaitu Rasulullah sendiri.
Tapi kita masih punya penangkal yang kedua pada jaman sekarang ini, untuk penangkal bencana. Yaitu Istighfar. Semua kalangan sekarang ini harus banyak beristighfar. Karena banyak orang yang melakukan maksiat, tetapi mereka sendiri tidak sadar kalau telah melakukan maksiat, sehingga mereka tidak segera beristighfar. Inilah yang menyebabkan turunnya banyak musibah di negeri tercinta ini.
Apakah faktor ketataan para ulama di jaman sekarang, tidak bisa menangkal datangnya bencana?
Secara obyektif kita mengatakan, bahwa tingkatan kita para ulama sekarang, tidak seperti tingkatan para salafush shalih terdahulu apalagi seperti Rasululloh junjungan.
Tetapi tetap, ketaatan para ulama tersebut adalah sesuatu yang bernilai. Ada satu sunnatullah yang berlaku dipermukaan bumi ini. Bahwa musibah itu apabila turun ke muka bumi akan mengenai semua orang, kecuali yang dirahmati oleh Allah. Pada saatnya nanti akan dibangkitkan sesuai dengan niat mereka masing-masing.
Kalau ada yang mengaitkan gejolak alam ini, karena kurangnya sesajen pada alam?
Tentunya, ini merupakan pendapat yang harus diluruskan. Kita ini bukan kurang sesajen. Tetapi kita ini sedang merusak alam. Dengan tidak memberi hak kepada mereka yang berhak menerimanya. Artinya kita ini kurang infaq dan shodaqoh. Karena infaq dan shodaqoh itu adalah penangkal bala dan musibah, kedzoliman lain terhadap alam juga terus berlangsung, seperti eksploitasi sumber daya alam yang diselewengkan. Dengan adu kekuatan dalam tendernya, sehingga gejala korupsi makin menggurita. Siapa yang kuat dia yang berkuasa untuk mengekploitasi sumber daya alam.
Apa yang harus dilakukan oleh orang-orang beriman dalam menghadapi gejolak alam yang terus menerus ini ?
Yang pertama adalah amar ma’ruf nahi munkar atau berdakwah untuk mengajak orang berbuat kebaikan dan menjauhi kemungkaran agar bencana tidak terus terjadi. Yang kedua, taubat dari setiap kesalahan-kesalahan kita selama ini. yang ketiga, adalah instropeksi secara jujur terhadap diri kita. Dan yang terakhir tentunya terus berdoa kepada Allah.
Bisa Anda jelaskan apa yang dimaksud dengan Instropeksi secara jujur terhadap diri kita?
Ini harus menjadi re-evaluasi kita. Artinya kita harus selalu instropeksi dalam segala kondisi. Kita harus selalu memandang secara jernih setiap kesalahan dan kekurangan kita sebagai bahan instropeksi. Kita juga harus “bersuudzon” kepada diri kita. Artinya kita harus selalu sibuk menganggap diri kita selalu dalam kekurangan dalam beribadah kepada Allah. Sehinnga kita tetap terpacu untuk selalu beribadah kepada Allah.
Rasulullah pernah berwasiat kepada kita, dalam sebuah hadits shahih, “beruntunglah orang yang sibuk dengan aibnya sendiri tidak sibuk dengan aib orang lain.” maka pesan saya untuk kaum muslimin, hendaklah kita banyak berdzikir kepada Allah, memperbaiki amal kita dan bermuamalah dengan baik terhadap sesama manusia. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu memperbaiki amal kita.
Oleh : KH. M. Nasir Zein, MA. (Pimpinan Pondok Pesantern Rafah, Bogor)
Ghoib, Edisi No. 40 Th. 2/1426 H/ 2005 M