Sepenggal Hati….

Pada sebuah nasihatnya, Luqman melarang sang anak dari sikap takabur dan memerintahkannya untuk merendahkan diri (tawadhu’). Luqman berkata kepada anaknya, “Dan janganlah engkau memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong), dan janganlah berjalan dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang angkuh dan menyombongkan diri.” (Luqman: 18)

Demikian Luqman melarang untuk memalingkan wajah dan bermuka masam kepada orang lain karena sombong dan merasa dirinya besar, melarang dari berjalan dengan angkuh, sombong terhadap nikmat yang ada pada dirinya dan melupakan Dzat yang memberikan nikmat, serta kagum terhadap diri sendiri. Karena Allah  tidak menyukai setiap orang yang menyombongkan diri dengan keadaannya dan bersikap angkuh dengan ucapannya. Pada ayat yang lain Allah menjelaskan pula, “Dan janganlah berjalan di muka bumi dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mencapai setinggi gunung.” (Al-Isra: 37).

Begitulah sejatinya, seseorang dengan ketakaburannya tidak akan dapat mencapai semua itu. Bahkan ia akan menjadi seorang yang terhina di hadapan Allah dan direndahkan di hadapan manusia, dibenci, dan dimurkai. Karena dia telah menjalani akhlak yang paling buruk dan paling rendah tanpa menggapai apa yang diinginkannya. Kehinaan. Inilah yang akan dituai oleh orang yang sombong. Dia tidak akan mendapatkan apa yang dia harapkan di dunia maupun di akhirat. Tapi mengapa masih bertebaran di muka bumi ini, orang-orang yang merasa dirinya ‘paling’ di antara manusia lainnya?

‘Amr bin Syu’aib meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi “Orang-orang yang sombong dikumpulkan pada hari kiamat seperti semut-semut kecil dalam bentuk manusia, diliputi oleh kehinaan dari segala arah, digiring ke penjara di Jahannam yang disebut Bulas, dilalap oleh api dan diberi minuman dari perasan penduduk neraka.” (HR. at-Tirmidzi, dihasankan oleh asy- Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Adabul Mufrad no. 434) Tak ada sedikit pun dalam kehidupannya, Rasulullah membuka peluang bagi seseorang untuk bersikap sombong. Bahkan beliau senantiasa memerintahkan untuk tawadhu’. ‘lyadh bin Himar menyampaikan bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap tawadhu’ hingga tidak seorang pun menyombongkan diri atas yang lain dan tak seorang pun berbuat melampaui batas terhadap yang lainnya.” (HR. Muslim no. 2865). Rasulullah sendiri adalah orang yang memiliki puncak kemuliaan, dan puncak kedudukan. Rasulullah adalah seorang nabi dan rasul terakhir. Rasulullah adalah seorang pemimpin yang tangguh, tapi beliau adalah seorang yang sangat rendah hati. Rasululah menyapa dengan ramah dan lembut kepada siapa pun dengan penuh rasa hormat. Tiada seorang pun yang berjumpa kepada beliau kecuali beliau menatap dengan wajah penuh senyuman dan cerah bagai purnama. Subhanallah! Beliau tidak membeda-bedakan tamu kaya dan miskin. Beliau menerima undangan walau hanya makanan yang amat sederhana. Beliau berjalan dengan suka cita walaupun diundang oleh sekadar hamba sahaya. Beliau tidak menjadi bangga dengan naik unta yang bagus dan tidak pernah malu dan minder dengan menunggang keledai walaupun hanya dibonceng. Di rumah Nabi Muhammad yang amat sederhana, beliau menjahit sendiri terompahnya, merapikan kamarnya, memeras susu tanpa ingin menjadi beban. Jikalau beliau ke pasar, beliau lebih menyukai jika beliau membawa sendiri belanjaannya.

Tawadhu’ atau rendah hati adalah sifat yang terpuji, lawannya adalah takabbur (sombong). la merupakan sifat yang terpuji yang harus dimiliki oleh setiap individu muslim. Orang yang memiliki sifat ini, akan dicintai oleh teman-temannya, keluarga, dan masyarakatnya. Imam Syafi’i rahimahullah berkata: “Sikap tawadhu’ adalah akhlak orang-orang yang mulia, sedangkan takabbur adalah ciri dari orang-orang yang tercela”. Iblis adalah contoh konkrit dari sosok yang memiliki sifat takabbur. Dengan sombongnya la mengaku di hadapan Allah bahwa dia adalah lebih baik dari Adam, la mengatakan bahwa api lebih baik daripada tanah. Dengah demikian, la menganggap dirinya lebih mulia, dan akhirnya merendahkan orang lain (Adam). Sikap Iblis Inilah yang akhirnya mengundang murka Allah dan akhirnya mengusir Iblis dari Surga. Namun, sikap seperti ini banyak diwariskan iblis kepada manusia, mungkin termasuk kita.

Semua manusia yang hidup di dunia yang fana ini, pada hakekatnya adalah sama. la berasal dari bahan yang sama dan keturunan yang yang satu, yaitu Adam dan Hawa. Tidak ada kelebihan antara satu dengan yang lainnya dihadapan Allah kecuali dengan taqwa semata. Memang benar di dunia ini ada dua golongan. Ada kaya ada miskin. ada pintar ada bodoh, ada normal ada cacat, ada besar ada kecil, semuanya hal yang tidak bisa dipungkiri, karena memang merupakan sunnatulloh. Sikap tawadhulah yang berfungsi untuk menyamakan dua golongan itu pada satu derajat dan satu kedudukan, sehingga tidak ada lagi yang merasa lebih tinggi ataupun lebih rendah ketimbang lainnya.

Seorang Sufi yang bernama Dzun Nun al- Mishri menjelaskan hal ini, la berkata, “Ciri-ciri sifat tawadhu ada tiga; Pertama, memandang redah diri sendiri (dengan cara mengetahui aibnya sendiri), Kedua, mengagungkan (menghargai) manusia (orang lain), dan Ketiga, menerima kebenaran dan nasehat dari setiap orang”. Menganggap rendah diri kita bukan berarti harus merasa hina. Bahkan hal ini dilarang dalam agama. Namun, kita sadar bahwa kita bukanlah orang yang sempurna. Kita banyak memiliki kekurangan, cela dan aib. Kita banyak melakukan dosa dan kesalahan. Kesadaran diri seperti inilah akan membawa kita untuk tidak meremehkan orang.

Tawadhu’ adalah sikap yang harus dipelihara dan ditumbuhkan, sebagaimana kesombongan harus dibuang dan dilenyapkan. Menumbuhkan rasa tawadhu’ dan melenyapkan kesombongan adalah dengan membuang harga yang menempel pada diri kita. Karena siapapun yang masih merasa bahwa dirinya mempunyai harga, itu pertanda bahwa ia belum bertawadhu. Siapa yang belum bertawadhu’ berarti masih menyimpan bibit kesombongan. Dan… “Barang siapa yang di dalam hatinya ada sebiji sawi dari kesombongan, maka la tidak akan masuk surga”. Begitulah sabda Rasulullah dalam sebuah haditsnya. Dan sifat sombong itu, ada pada sepenggal hati yang kita miliki. Na udzubillah min dzalik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN