Seperti Rasulullah Bangun Kota Madinah

Seribu empat ratus dua puluh lima tahun silam. Rasulullah mulai meletakkan batu pertama untuk pembangunan kota Madinah yang telah porak poranda. Bukan porak poranda karena gempa atau banjir bandang, tetapi luluh lantak tatanan sosial dan moralnya yang disebabkan oleh perang saudara selama dua puluh lima tahun serta kejahiliyahan penduduknya.

Dalam rentang sepuluh tahun, kota Madinah menjadi kota hebat. Pusat keimanan, pusat kekuatan dan kewibawaan, pusat kebaikan. Kota yang dibanggakan oleh muslimin, darinya terpancar iman ke seluruh dunia hingga belahan bumi yang paling jauh. Kota yang disegani oleh lawan bahkan oleh dua negara super power sekalipun ketika itu, Persia dan Romawi.

Tetapi, sebelum semua kesuksesan itu tercatat dengan tinta emas dalam sejarah manusia, sebelum Madinah menjadi pusat kepemimpinan dunia menebar rahmat, Madinah adalah kota yang tidak pernah dikenal, Madinah bukan apa-apa. Pembangunannya bertahap melalui proses rintisan Rasulullah di awal kedatangan beliau. Dan inilah pembangunan kota Madinah, agar kita segera bercermin untuk membangun kembali bumi Serambi Mekah.

 

  1. Bangun Masjid Sebelum Pasar

Rasulullah membangun masjid sebagai sentral perputaran hidup masyarakat Madinah. Pembangunan ini beliau lakukan sebelum membangun pasar sebagai sentral kehidupan masyarakat. Bahkan sebelum beliau membangun rumah untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Sementara beliau tinggal di penampungan di rumah Abu Ayyub al-Anshari, penduduk asli kota Madinah. Bahkan sebelum beliau membangun masjid Nabawi di Madinah, beliau telah membangun masjid Quba menjelang beliau masuk ke kota Madinah.

Lihatlah suasana indah sejak pembangunan awal masjid tersebut. Rasulullah langsung turun tangan ikut memanggul batu, batu bata dan kayu-kayu. Hingga seorang di antara muslimin yang ada ketika itu berkata, “Kalau kita duduk saja sementara Nabi bekerja tentu itu adalah suatu kesalahan.”

Pembangunan masjid yang tidak memiliki tendensi kecuali mencari kehidupan akhirat terlihat dari kata- kata indah yang diperdengarkan Nabi di sela-sela kucuran keringat membangun masjid Nabawi, “Tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat, ya Allah rahmatilah Anshar dan Muhajirin.”

Ali bin Abi Thalib juga mengungkapkan ketulusan amalnya, “Tentu tidak bisa disamakan dengan orang yang memakmurkan masjid baik dengan sambil berdiri dan duduk.”

Setelah masjid nabawi berdiri, tidak hanya berfungsi sebagai tempat shalat lima waktu. Tetapi masjid benar-benar melahirkan generasi yang tidak pernah ada dalam sejarah sebelumnya.

Masjid juga bukan hanya  sebagai tempat ritual keagamaan belaka, seperti pernikahan, kematian dan juga bukan hanya sebagai tempat berlindung kala musibah datang mendera.

Masjid adalah tempat aktifitas dan pusaran kehidupan masayarakat muslim. Di masjid, orang beribadah. Di masjid, muslim menambah ilmu Islam. Di masjid, kebersamaan di bangun, sehingga tidak ada kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin. Di masjid, dikikis segala penyakit individu masyarakat muslim. Di masjid, dibangun diselesaikan segala permasalahan antara sesama.

Sehingga ruh masjid benar-benar menerangi kehidupan masyarakat muslim di sekitarnya. Segala bentuk kebaikan terukir dan segala bentuk kemungkaran segera keluar kota tersebut. Segala bentuk kedzaliman tidak ada tempatnya.

Kota Aceh harus melihat fenomena masjid-masjid yang selamat itu. Juga masjid raya Aceh yang menjadi tempat berlindung masyarakat setiap kali banjir datang. Masyarakat Aceh harus segera kembali ke masjid. Dan menjadikan masjid sebagai pusaran dari setiap denyut kehidupan rakyat serambi Mekah.

  1. Persaudarakan muslimin sebelum hadapi lawan

Rasulullah segera mempersaudarakan dan menyatukan kaum muslimin. Tidak rasa keterasingan seorang muslim ketika mereka tinggal di komunitas muslim. Rasa tenggang rasa, menjaga perasaan, persaudaraan yang sesungguhnya, saling berbagi hingga mendahulukan saudaranya untuk urusan dunia.

Ini adalah merupakan kekuatan muslimin Madinah sehingga mereka tidak bisa dikoyak dari dalam atau diadu domba.

Aceh pun harus demikian. Muslim Aceh harus segera dipersatukan dalam iman dan saling berbagi untuk menghadapi konspirasi global yang hendak mencabut kata Mekah dari bumi Aceh.

 

  1. Bangun pasar agar berdiri di atas kaki sendiri

Perekonomian yang bagus membuat umat Islam mampu menentukan nasib sendiri, bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan jauh dari intervensi asing.

Rasulullah membangun pasar yang bukan sekadar pasar. Pasar yang tidak jauh dari pusaran ruh masjid. Pasar yang tidak menjadi ajang jual beli kehormatan, narkoba, sumpah serapah, pertontongan aurat. Pasar yang islami. Sehingga jin yang telah menancapkan bendera di pasar itu, segera mencabutnya kembali dan berganti dengan keberkahan Allah.

Masyarakat Aceh juga harus harus bisa berdiri sendiri. Sebagaimana para shahabat pendatang baru ke kota Madinah yang mampu bersaing dengan para pemain pasar yang telah lebih dahulu. Bahkan selanjutnya menjadi tumpuan untuk orang-orang Yahudi yang tinggal di pinggiran kota Madinah.

Mungkin perlu lebih lama untuk kembali membangkitkan Aceh. Tetapi itu sangat singkat, jika wajah Aceh periode pasca Tsunami adalah Aceh yang benar- benar Islami. Mungkin perlu trilyunan lagi untuk membangunnya, tetapi itu kecil jika dibandingkan generasi Aceh yang kelak akan mengharumkan nama negeri muslim terbesar di dunia ini.

 

 

Ghoib Edisi 33 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN