1. Jangan Menangis Meraung-Raung saat ada yang Meninggal
Boleh saja seseorang menangisi keluarganya yang meninggal. Dan ini wajar saja. Tetesan airmata yang barangkali bisa mengurangi kepedihan.
Rasulullah, sebagai manusia terbaik dan paling tabah menghadapi bencana apapun, masih juga sempat meneteskan airmata mendengar kematian Ja’far dan Zaid bin Haritsah yang gugur di medan perang Mu’tah. Bukan hanya sekali ini Rasulullah menitikkan airmata. Dalam kesempatan lain, saat berziarah ke makam ibunya Rasulullah juga merasakan kepedihan yang sama. Demikian juga saat beliau kehilangan Ibrahim salah seorang putranya. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah adalah manusia biasa. Dengan kata lain, Rasulullah Merasakan apa yang kita rasakan.
Namun, menjadi tidak wajar bila tangisan tersebut berlebihan. Kepedihan yang tidak sekedar mengalirkan airmata tapi lebih jauh lagi, berubah menjadi raungan yang menyayat hati. Dalam keadaan demikian terkadang emosi sudah tidak lagi terkontrol. Sehingga ia menyakiti diri dengan memukul-mukul badannya atau merobek- robek pakaian.
Bila keadaannya berkembang semakin jauh seperti ini tentu saja hukumnya akan berubah. Tangisan yang tadinya dibolehkan akan menjadi terlarang. Karena ia sudah dikuasai syetan. Sebagaimana peringatan Rasulullah kepada para shahabiat yang menangisi kematian Zainab binti Rasulullah. Ibnu Abbas berkata, “… ketika Zainab binti Rasulullah meninggal, Rasulullah berkata, ‘Bergabunglah (Zainab) dengan orang sholih yang telah mendahului kita yaitu Utsman bin Madh’un.” Para shahabiat pun menangis. Kemudian Umar mencambuk mereka. (Melihat itu) Rasulullah segera memegang tangan Umar seraya berkata, “Menangislah. Tapi hindarilah raungan syetan.” Kemudian Rasulullah berkata lagi, “Selama tangisan itu dari mata dan hati maka tangisan itu dari Allah dan karena rasa kasih sayang. Namun bila dari tangan (memukul) dan lisan (meraung-raung) maka berartitangisan itu dari syetan.” (HR. Ahmad).
Karenanya ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa raungan itu akibat dari cekikan syetan di tenggorokannya. Di sini ada satu hal yang perlu dipahami bahwa tangisan Rasulullah seperti diungkapkan di atas tidak sampai menimbulkan suara yang keras.
2. Darah Istihadhoh adalah Akibat dari Gangguan Syetan
Seorang wanita dewasa yang mengalami pendarahan terus menerus pantas merasa khawatir atas apa yang terjadi. Siklus haid yang biasa menyambanginya itu tidak lagi terasa menyenangkan. Meski sebenarnya sudah biasa bagi seorang wanita mengalami sedikit kendala ketika tiba masa haid. Namun perlu diingat bahwa sesungguhnya siklus haid itu merupakan suatu karunia yang diberikan Allah kepada wanita. Karena darah yang dikeluarkan adalah darah kotor.
Namun, bila darah yang keluar itu terjadi bukan pada siklus yang biasa dialaminya, atau ia terus mengeluarkan darah setiap hari hingga habis masa haidnya, maka ia perlu curiga. Yang keluar itu bukanlah darah haid, tapi darah istihadhah. Dan ini menjadi hal meresahkan bagi seorang wanita. Karena darah istihadhah menjadi sinyal terjadinya gangguan kesehatan.
Seorang wanita yang berpengalaman akan dengan mudah bisa membedakan antara darah haid dan istihadhah dari sisi warna, bau, konsistensi, banyaknya darah yang keluar dan sebagainya. Dilihat dari baunya maka darah istihadhah bisa jadi berbau busuk atau seperti bau darah segar. Hal ini tergantung pada alasan mengapa sampai keluar darah istihadhah.
Ada banyak alasan mengapa seorang wanita merasa khawatir. Dari tinjauan medis misalnya, terjadinya istihadhah merupakan indikasi adanya penyakit tertentu. Untuk itu perlu pemeriksaan medis. Dan bila ditinjau dari sudut lain keluarnya darah istihadhah bisa jadi menjadi pertanda akan lemahnya iman seseorang. Hal ini tidak lain karena Rasulullah menyatakan bahwa ada kemungkinan gangguan syetan. Dalam bahasa hadits Rasulullah menggunakan kata ‘rakdhah’ yang artinya tendangan.
Sebagaimana tersebut dalam beberapa hadits bahwa Fatimah bin Abi Hubaisy mengeluhkan pendarahan yang dialaminya kepada Aisyah. Dia hawatir tidak memiliki banyak kesempatan untuk beribadah dan akhirnya masuk neraka. Hal ini karena lamanya pendarahan itu melebihi batasan masa haid. Setelah mendengar penjelasan Aisyah, Rasulullah berkata, “Katakan pada Fatinah binti Abi Hubaisy agar dia berdiam diri (melakukan ibadah yang terlarang saat haid) setiap bulan sebanyak hari dia biasanya haid. Kemudian dia mandi dan membalut tempat keluarnya darah. Selanjutnya dia bersuci setiap kali shalat. Karena sesungguhnya darah haid itu bisa jadi karena gangguan syetan atau terputusnya urat nadi atau karena suatu penyakit.”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa syetan ingin menghalangi si wanita untuk banyak beribadah. Maka dengan demikian sudah sewajarnya setiap wanita yang menderita pendarahan terus menerus untuk melakukan pemeriksaan medis dan melakukan introspeksi. Barangkali ia banyak melakukan maksiat, sehingga mudah diganggu syetan.
3. Hindari Perkataan ‘Seandainya’
Pengalaman telah mengajarkan kepada setiap orang bahwa tidak semua keinginannya akan terpenuhi. Betapa banyak harapan dan impian yang dibangun dengan susah payah pada akhirnya kandas di tengah jalan. Meski segenap kekuatan yang dimiliki telah dioptimalkan. Sebuah kenyataan pahit yang mengecewakan.
Bagi sebagian orang yang berjiwa lemah, kekecewaan semacam ini seringkali melahirkan penyesalan yang berkelanjutan. Introspeksi yang seharusnya membuatnya tegar menatap hari esok, ternyata menjadi kebalikannya. Ya, kekecewaan yang ada justru semakin dalam. Sebuah pertanyaan yang terus bergelayut dalam benaknya adalah “Mengapa dulu saya mengambil tindakan A?. Seandainya dulu saya melakukan ini dan itu, tentu hasilnya akan lain.
“Semua orang pasti sadar bahwa kata-kata ‘seandainya….’ Bukanlah solusi atas kegagalan masa lalu. Tapi justru semakin memperlemah jiwa dan kekuatan seseorang untuk berbenah dan kembali ke jalur perjuangan. Sebenarnya sejak empat belas abad yang lalu, Rasulullah telah memperingatkan umatnya akan bahaya kata ‘seandainya’ ini. Sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Meski keduanya itu baik. Berusahalah untuk selalu melakukan sesuatu yang memberi manfaat untukmu dan jangan putus asa serta jauhilah kata-kata ‘seandainya’ karena perkataan ini berasal dari syetan.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah)
Memang, dalam kondisi seperti ini ada baiknya kita mengingat ungkapan manis yang insya Allah berbuah kemanisan juga, bahwa manusia hanya bisa berupaya namun Allah jugalah yang menentukan.
Waspadalah! Waspadalah!
Ghoib, Edisi No. 19 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M