“Sering Kuring (Saya) Pulang ke Rumah, Tanpa Membawa Uang”

Pak Minta (Seorang Kakek Tua Berusia 70 Tahun, Pedagang Buah Keliling Selama 53 tahun). Usianya boleh dibilang sudah sangat tua. Namun kakek ini masih harus berjalan selama kurang lebih 3 jam setiap harinya. Untuk menjajakan dagangan buah- buahan yang dipanggulnya. Saat Kami menemuinya, ia sedang berkeliling di sekitar Pasar Anyar, Bogor. sambil sesekali menurunkan dagangan yang dipanggulnya, untuk sekadar memulihkan tenaganya kembali. Perlahan tapi pasti, kakek tua ini menawarkan. dagangannya, untuk mencari sesuap rezeki. Berikut kisah hidup. kakek tua yang hanya bisa berbahasa Sunda dan menyebut dirinya, kuring (saya).

Nama kuring Kakek Minta, tinggal di Kampung Pondok Bitung. Cimanglit, Cijeruk, Kab Bogor, desa Mulya Harja. Kuring tinggal di sana hanya bersama istri tercinta. Kuring dilahirkan 70 tahun yang lalu di desa tempat kuring sekarang tinggal. Dari bapak seorang pedagang pisang dan buah nanas keliling, sejak jaman Belanda. Sementara ibu, seorang ibu rumah tangga biasa. Dahulu kuring tidak banyak diajarkan tentang agama oleh orang tua, karena jaman itu adalah jaman pendudukan Belanda, sehingga anak-anak Indonesia tidak bebas untuk mengaji dan sakolah. Kuring teh dulu pernah sakolah desa, tapi kemudian pada saat seusia SD, kuring kena musibah kecelakaan jatuh dari pohon pleningan (semacam lamtoro gung).

Seluruh tubuh kuring luka-luka, wajah rusak serta kaki penuh darah. Pada saat itu kuring pulang sakolah dan perut terasa sangat lapar sekali, kuring bersama teman-teman melihat ada pohon pleningan yang sedang berbuah dan kelihatan rasanya sangat enak dan banyak. Kuring oleh teman-teman disuruh manjat pohon itu, karena memang kuring paling jago manjat. Karena pohon itu, cukup tinggi, kuring akhirnya jatuh ke bawah, dan lukanya sangat parah. Setelah itu kuring pingsan selama 24 jam, dan tidak bisa kernana-mana selama setahun, untuk penyembuhan luka kuring. Para tetangga kuring sudah menyangka kuring meninggal, karena luka yang sangat parah yang kuring derita. Orang tua sangat sedih sekali terutama ibu, yang sedang mengandung adik kuring yang lain, karena musibah tersebut.

Alhamdulillah, biaya pengobatan banyak dibantu tetangga, sehingga terasa ringan oleh keluarga kuring. Setelah itu orang tua memutuskan, kuring tidak sakolah lagi. Karena terlalu lama libur dan memang orang tua sudah tidak mampu lagi membiayai. Memang kuring masih kecil rada bandel dan ngedul (malas) untuk mengaji, tetapi orang tua kuring terus membujuk agar kuring mau mengaji di surau bersama teman-teman di desa Adik-adik kuring semuanya bisa mengaji tapi hanya bisa menyelesaikan sampai sakolah dasar saja.

Berdagang adalah keahlian warisan yang diajarkan orang tua sejak dahulu. Sejak kecil kuring sering diajak orang tua untuk turut berdagang dengan berjalan kaki setiap hari selama kurang lebih 15 Km dari kampung kuring ke Pasar Anyar, kota Bogor. Pada saat itu kuring sering menangis karena kelelahan, tetapi orang tua menghibur dengan nasihat agama yang sederhan tapi membuat kuring jadi semangat lagi Pernah bersama orang tua, kuring harus berjalan jam 12 malam, supaya tidak kena patroli pasukan Belanda, yang kadang-kadang memeriksa dagangan kita.

Kehidupan keluarga kuring, hidup dalam kondisi sederhana bahkan sering kekurangan. Akhirnya kuring mulai berdagang buah keliling seperti orang tua di Kota Bogor, Pasar Anyar ini, pada usia 17 tahun, karena dituntut untuk membantu makan keluarga serta biaya hidup keempat adik kuring sehari-hari. Karena kebetulan kuring anak pertama, sehingga tanggung jawab membantu orang tua ada di pundak kuring. Kehidupan terus berjalan, dengan susah payah kuring terus menjalani kehidupan berdagang buah sampai saat ini.

 

Kehidupan dengan keluarga, kuring jalani dengan penuh cobaan dan ujian.

Pada saat usia kuring 25 tahun, kuring menikah dengan seorang gadis desa. Pertemuan kami diawali pada saat di kampung ada pertunjukkan wayang golek. Saat itu saya bertemu dia dan langsung mendatangi orang tuanya untuk melamar. Alhamdulillah orang tuanya mau menerima kuring. Tadinya kuring minder, karena usaha kuring cuma berdagang keliling saja. Mungkin ini sudah jodoh dari Allah. Dari pernikahan ini, kuring dikaruniai 7 orang anak yang sangat lucu-lucu. Namun yang bisa bertahan hidup hanya 1 anak saja. Anak-anak kuring yang lainnya baru dilahirkan paling lama setengah bulan. Kemudian meninggal satu persatu. Menurut mantri, karena anak-anak tersebut lahir dalam keadaan tidak sehat.

Pada saat itu kuring sangat sedih, kehidupan kuring yang memang sudah susah terus, ditambah lagi dengan kematian yang beruntun dari anak anak kuring tercinta. Untuk biaya mengurus kematian saja, kuring harus minjam sana-sini. Anak yang tinggal satu-satunya ini yang baru berusia sekitar 3 bulan, kami urus dengan penuh kasih sayang. Di tengah kegembiran kuring dalam mengurus anak itu. Allah memberikan lagi kuring ujian yang lebih berat. Istri kuring yang memang sering sakit-sakitan akhirnya meninggal dunia, karena tidak kuat menahan sakit perut yang sudah berlangsung sangat lama. Pada saat dia sedang sakit, kuring sudah mencoba mengobatinya dengan ramuan daun-daunan  seadanya, karena untuk berobat ke rumah sakit selain jauh, biayanya pun tidak ada.

Dua tahun kuring tinggal berdua dengan anak tercinta. Kuring sering ikut menangis kalau anak kuring menangis, sambil memanggil-manggil nama emaknya. Ibu kuring yang pada saat itu masih hidup, sering membantu mengurus anak kuring itu. Kuring bisa ikut ngurus anak pada hari jum’at saja, karena pada hari itu kuring libur berdagang. Hidup menduda memang tidak enak, apalagi duda muda, seperti kuring. Kemudian kuring yang pada saat itu berusia 32 tahun, ditawarkan oleh saudara untuk menikah lagi dengan seorang janda beranak empat, yang sudah lama ditinggal mati oleh suaminya. Kuring langsung saja menerima dengan ikhlas, apalagi ada anak yatim yang bisa kuring urus dengan kondisi kuring yang juga serba kekurangan, tapi kuring berharap berkah dari Allah saja.

Semenjak itu kami mengurus 5 orang anak saja, karena dari istri kuring yang kedua ini, tidak punya keturunan. Kuring mendidik agama kepada anak-anak, sejak mereka masih kecil. Kalau jaman kuring, untuk ngaji saja susah. Tapi jaman sekarang mah, anak-anak cepat pinter mengaji. Makanya kuring lebih menekankan mereka untuk pandai mengaji dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari karena kalau untuk sakolah mereka, kuring hanya bisa membiayai sampai SD saja.

Kini mereka semuanya sudah menikah dan berpisah rumah dari kuring. Karena pendidikan. mereka yang kurang tinggi. Sekarang mereka bekerjanya, ada yang jadi kuli bangunan serta berdagang sendal di pasar. Oleh karena pekerjaan mereka yang seperti itu, mereka hanya bisa membantu membayarkan listrik di rumah. Kuring jadinya harus berdagang terus seperti ini untuk membiayai kehidupan sehari-hari bersama istri, yang juga membantu dengan berdagang gorengan tiap pagi. Sebenarnya badan sudah sering sakit- sakitan dan tidak lagi kuat seperti dahulu, tapi sampai sekarang sudah hampir 53 tahun ini kuring harus berangkat jam 6 pagi dari rumah untuk berdagang. Kuring tiap hari berjalan berkeliling di sekitar Pasar Anyar selama 3 jam, untuk menjajakan buah-buahan. Sering kuring pulang dengan tidak membawa uang keuntungan dari berdagang. Karena dagangannya tidak laku semua, kuring sering membawa kembali buah- buahan ke rumah untuk dijual lagi esok hari. Kalau kemudian tidak laku lagi dan buahnya tidak busuk, maka kuring berikan kepada para tetangga. Sedih juga sih kalau sedang begitu, karena kuring harus tetap memberikan resiko dapur kepada istri di rumah. Kalau sudah begitu biasanya kuring harus pinjam sama tetangga untuk modal dagang esok hari. Ketika sedang berkeliling untuk bardagang, terkadang kuring harus sering beristirahat di teras pertokoan besar, untuk sekadar melepas lelah sambil mengumpulkan tenaga kembali untuk meneruskan berdagang.

Sebenarnya kuring ingin lebih banyak istirahat di rumah, di usia yang sudah sangat tua ini. Tapi ya bagaimana kuring juga harus terus makan dan membiayai istri di rumah, jadi kuring mungkin terus begini sampai tidak kuat lagi. Kuring berharap semoga anak-anak bisa membiayai dan mengurus kuring, kalau sudah tidak bisa berdagang lagi. Semoga Allah memberikan kehidupan yang lebih baik lagi, pada kehidupan kuring di akhirat nanti.

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN