Menjelang shubuh, Khalifah Umar bin Khathab berkeliling kota membangunkan kaum Muslimin untuk shalat shubuh. Ketika waktu shalat tiba, dia sendiri yang mengatur shaf-shaf shalat dan mengimami para jamaah. Pada shubuh itu tragedi besar dalam sejarah terjadi. Saat Khalifah mengucapkan takbiratul ikhram, tiba- tiba seorang lelaki bernama Abu Lu’luah menikamkan sebilah pisau ke bahu, pinggang, dan ke bawah pusar Khalifah. Darahpun menyembur. Namun, Khalifah yang bergelar ‘Singa Padang Pasir’ itu tidak bergeming dari kekhusyu’annya memimpin shalat. Padahal waktu shalat masih bisa ditangguhkan beberapa saat sebelum terbitnya matahari. Sekuat apa pun Umar, akhirnya ia ambruk juga. Walau demikian, Umar masih sempat memerintahkan Abdurrahman bin ‘Auf untuk menggantikannya sebagai imam.
Beberapa saat setelah ditikam, kesadaran dan ketidaksadaran silih berganti mendatang Khalifah Umar bin Khathab. Para sahabat yang mengelilinginya demikian cemas akan keselamatan Khalifah. Salah seorang di antara mereka berkata, “Kalau Khalifah masih hidup tidak ada yang bisa menyadarkannya selain kata- kata shalat!” Lalu yang hadir serentak berkata, “Shalat wahai Amirul Mukminin. Shalat telah hampir dilaksanakan.” Khalifah langsung tersadar, “Shalat? Kalau demikian di sanalah Allah. Tiada keberuntungan dalam Islam bagi yang meninggalkan shalat.” Maka Umar pun melaksanakan shalat. Subhanallah!
Ada teladan menarik yang diperlihatkan Umar bin Khathab dalam kisah ini, yaitu kecintaan dan perhatian Umar terhadap shalat. Baginya, tiada yang terindah dalam hidup selain menghadap Allah. Dunia begitu kecil di hadapannya. Kenikmatan berkomunikasi dengan Dzat yang Maha Pencipta, mampu mengalahkan sakitnya tusukan pisau yang tajam. Tak heran bila demi sekali shalat berjamaah di masjid, Umar pun rela menukarnya dengan harta yang ia miliki. Suatu hari, ketika Umar mengunjungi kebunnya la begitu menikmati kicauan burung yang beterbangan di antara pepohonan. Saking asyiknya, ia harus ketinggalan rakaat pertama saat berjamaah di masjid. Umar begitu menyesal, hingga ia menghibahkan kebun yang telah melalaikannya tersebut pada baitul mal (kas) milik negara.
Mengapa uang yang banyak tidak selalu menjadi jaminan kebahagiaan kita? Mengapa rumah yang besar dan megah tidak selalu menimbulkan kebahagiaan dan kemuliaan? Mengapa istri yang jelita atau suami yang tampan tidak selalu mendatangkan kebahagiaan dalam berumah tangga? Mengapa ilmu yang luas tidak mengangkat derajat pemiliknya dan justru malah menghinakannya? Padahal, mereka berusaha mencari dan mendapatkannya melalui perjuangan yang susah payah, tapi ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Bahkan sebaliknya, bukan kebahagiaan atau ketenteraman yang diperoleh melainkan masalah dan malapetaka. Apa sebabnya? Penyebabnya sederhana sekali, yakni shalat kita belum benar-benar khusu’.
“Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqoroh: 153) Maka hendaknya setiap insan yang beriman menjadikan sabar sebagai penolongnya. Sabar dalam thalabul ilmi (belajar ilmu agama), sampai mengetahui apa saja yang dicintai oleh Allah dan apa saja yang tidak disukai-Nya. Serta mengetahui bagaimana melakukan apa yang dicintai-Nya itu. Menahan jiwa agar tetap istiqamah melakukan ketaatan- ketaatan hingga dapat melakukannya. Akhirnya perbuatan kita itu membuahkan kesucian dan kebersihan jiwa. Juga menahan jiwa untuk menerima taqdir yang terjadi hingga tidak mengeluh, melainkan rela menerima dan bersabar menjalaninya. Dengan kesabaran seperti inilah seorang mukmin membekali diri, dan Allah akan memberikan pertolongan dan kekuatan kepadanya.
Di samping sabar sebagai penolong, seorang mukmin itu juga menjadikan shalat sebagai penolongnya, sebagaimana yang diperintahkan Allah. Yaitu dengan cara melakukannya tepat pada waktunya, dilaksanakan lengkap dengan rukun dan syarat-syaratnya serta khusyu’ tatkala mengerjakannya. Adalah Rasulullah, apabila beliau mendapat suatu kerumitan masalah, maka beliau bangkit melakukan shalat dua rakaat.
Sesungguhnya shalat itu melahirkan suatu nur di dalam hati pelakunya, yang tidak dapat dilahirkan oleh ibadah yang lain. Dan orang yang mempunyai nur (cahaya) hati tidak akan terjerumus ke dalam murka Allah.
Inilah pertolongan yang dimaksud dari sabar dan shalat. Dan Allah selalu bersama orang- orang yang sabar, memberikan kekuatan dan pertolongan kepada mereka setelah memberikan perlindungan dan penjagaan dari setiap yang tidak disukai.
Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa shalat memiliki segudang manfaat dari sudut kesehatan. Termasuk kemampuannya untuk mengurangi stres dan kecemasan, juga menangkal datangnya penyakit-penyakit fisik, selain tentunya menangkal penyakit rohani. Saat seorang hamba menunaikan shalat, dan shalatnya dilakukan dengan khusyu’ dan thuma’ningh (tenang), ia pun berpeluang mendapatkan pengalaman rohani tertinggi dan bangkitnya kesadaran yang lebih tinggi. Tidak berlebihan bila shalat dikatakan sebagai mi’raj-nya orang beriman. Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku; maka sembahlah Aku dan dirikan shalat untuk mengingatku.” (QS. Thaha: 14).