Shalat Istikharah, Muncul Nama di Sajadah

Saya pernah shalat istikharah dan tahajjud. setelah puasa 7 Senin, 7 Kamis, 7 hari kelahiran. Di akhir rekaat saya dapati di sajadah tulisan sebuah nama, waktu saya sujud tulisan itu hilang, sudah lima tahun belum juga saya temukan nama itu. Bagaimana ini ustadz?

Dedeh, Mattel, Cibitung Jawa Barat
Bismillah wal Hamdulillah, shalat istikharah dan shalat tahajjud adalah bagian dari shalat yang telah diajarkan Rasulullah kepada umatnya. Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah telah mengajari kami shalat Istikharah dalam setiap menghadapi perkara atau urusan, sebagaimana beliau mengajari kami membaca surat-surat al-Qur’an. Beliau bersabda, ‘Apabila kalian dibingungkan dalam suatu masalah, maka shalatlah dua rakaat yang bukan shalat fardhu…” (HR. Bukhari, no. 1096).
Sedangkan shalat tahajjud yang sering disebut dengan shalat malam, adalah shalat sunnah yang diserukan langsung oleh Allah melalui ayat- Nya, “Dan pada sebagian malam hari, shalatlah tahajjud sebagai suatu tambahan ibadah bagimu (sunnah). Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. al-Isra’: 79).
Karena shalat Istikharah dan shalat tahajjud merupakan shalat sunah yang diperintahkan, maka dalam pelaksanaannya kita harus mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Rasulullah bersabda, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat saya shalat…” (HR. Bukhari, no. 595).
Tidak ada ritual khusus yang diajarkan oleh Rasulullah saat kita hendak melaksanakan shalat Istikharah atau Tahajjud. Pada umumnya, cara pelaksanaannya sama dengan shalat sunnah lainnya. Tidak didahului oleh puasa 7 Senin, 7 Kamis dan 7 hari kelahiran, sebagaimana yang Anda lakukan.
Tulisan nama yang Anda jumpai di sajadah pada rakaat terakhir adalah sensasi keghaiban yang dilakukan syetan. Agar Anda yakin bahwa apa yang dilakukan itu benar, padahal menyimpang dari sunnah. Dan sensasi keghaiban itulah yang menyibukkan pikiran Anda sampai sekarang. Anda mencari-cari nama itu, karena Anda yakin bahwa itu adalah petunjuk dari Allah. Nama itulah yang akan menjadi jodoh Anda. Padahal belum tentu itu petunjuk, tapi godaan syetan.
Seandainya nama yang muncul itu ‘Rijal’, misalnya. Di Indonesia ini ada berapa ribu banyaknya nama Rijal. Ada yang masih bayi atau balita, ada yang masih duduk di bangku TK, SD, SMP atau SMA. Ada yang sudah berkeluarga atau beristri, bahkan sudah beranak pinak atau bercucu. Bahkan ada yang gila. Rijal mana yang dimaksud oleh ‘petunjuk’ itu?
Kalau di wilayah rumah Anda ada satu Rijal dan dia masih TK, apakah Anda akan menunggunya? Karena Anda berpegang teguh pada ‘petunjuk tadi. Atau kalau dia sudah menjadi suami orang, apakah Anda akan merebutnya karena merasa dia itu hak Anda. Atau kalau ada pemuda yang bernama Rijal tapi ia tidak suka pada Anda, apakah Anda akan putus asa dan bunuh diri atas penolakannya?
Sampai sekarang Anda telah merasakan dampak buruk dari ‘petunjuk yang menyesatkan itu. Anda terus kepikiran dengan nama yang telah muncul di sajadah. Kalau Anda yakin akan kebenaran ‘petunjuk itu, mungkin Anda akan kehilangan kesempatan emas. Kalau sekarang ada pemuda yang shalih, datang meminang Anda. Apakah Anda akan menolaknya karena namanya tidak sesuai dengan nama tersebut?
Shalat Istikharah dianjurkan oleh Rasulullah bukan untuk meminta jodoh atau mengetahui nama jodoh yang akan diberikan oleh Allah Istikharah itu mencari yang terbaik. Tidak hanya urusan jodoh. Setiap kita menghadapi suatu perkara, menentukan pilihan, yang membuat kita ragu atau bimbang, maka kita dianjurkan untuk shalat dua rakaat lalu berdo’a kepada Allah, memohon agar diberikan yang terbaik dari pilihan yang ada. Sebagaimana yang dinyatakan oleh hadits di atas, yang berasal dari Jabir bin Abdullah.
Dalam kitab Fiqh dijelaskan bahwa, dianjurkan bagi orang yang shalat Istikharah untuk membaca surat al-Kafirun di rakaat pertama, dan membaca surat al-Ikhlas di rakaat kedua. Kalau sekali shalat, kok belum tampak hasilnya maka dianjurkan untuk mengulanginya sampai tujuh kali. Sebagaimana yang dipesankan Rasulullah kepada Anas bin Malik, “Wahai Anas, apabila kamu dihadapkan pada suatu perkara, maka beristikharahlah kamu kepada Tuhan-Mu sebanyak tujuh kali. Lalu rasakan mana yang mantap di hatimu, karena kebaikan itu ada padanya. Kalau kamu berhalangan untuk shalat, maka istikharahlah dengan berdo’a.” (HR. Ibnus Sunni). (Lihat kitab al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu: 2/ 1065).
Kalau Anda menginginkan sesuatu, termasuk mengharapkan agar Allah segera mempertemukan Anda dengan jodoh yang telah Dia tentukan, maka bukan dengan shalat Istikharah, tapi dengan shalat Hajat. Dan kalau pada suatu saat, ada beberapa laki-laki yang baik, datang ke rumah untuk meminang Anda dalam waktu yang hampir bersamaan, maka Anda bisa melakukan shalat Istikharah untuk memohon kepada Allah agar dipilihkan yang terbaik di antara mereka.
Adapun shalat Hajat itu dilaksanakan sebanyak empat rakaat, atau dua rakaat setelah shalat Isya’. Dalam sebuah hadits marfu’ dijelaskan bahwa pada rakaat pertama dianjurkan untuk membaca ayat Kursi. Dan pada rakaat kedua membaca surat al-Ikhlas dan al-Mu’awwidzatain (al-Falaq dan an-Nas). (Lihat kitab al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu: 2/1066).
Abdullah bin Abi Aufa berkata, “Rasulullah telah bersabda, ‘Siapa saja yang mempunya hajat (keperluan) kepada Allah, atau hajat kepada seseorang dari bani Adam, maka hendaklah la berwudhu dan menyempurnakan wudhunya. Kemudian shalat dua rakaat. Setelah itu memuji Allah dan bershalawat kepada Rasulullah. Selanjutnya berdo’a kepada Allah.”
Adapun lafazh do’anya, “La ilaha illallahul halimul karim, subhanallahil rabbil ‘arsyil ‘azhim, alhamdulillahi rabbil ‘alamin. As-aluka mujibati rahmatika, wa ‘aza-ima maghfiratika, wal ghanimata min kulli birrin, was salamata min kulli itsmin Latada li dzanban illa ghafartahu, wa la hamman illa farrajtahu, wa la hajatan hiya laka ridhan illa qadhaitaha ya arhamar rahimin.”
Yang artinya, “Tiada Tuhan selain Allah yang Maha Santun dan Mulia, Maha Suci Allah Penguasa ‘arsy yang agung. Segala puji bagi Allah Penguasa alam semesta. Aku memohon kepada- Mu segala hal yang mendatangkan rahmat-Mu, dan yang benar-benar mendatangkan ampunan- Mu, dan yang mengumpulkan segala jenis kebaikan, dan menghindarkan dari segala jenis dosa dan keburukan. Janganlah Engkau biarkan dosa (ku) kecuali Engkau telah mengampuninya. Dan jangan Engkau biarkan kesedihan (ku) kecuali Engkau telah menghilangkannya, dan jangan Engkau biarkan suatu hajat (keperluan) yang Engkau ridhai, kecuali Engkau mengabulkannya, wahai Dzat yang paling Penyayang.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Semoga segala keperluan (hajat) kita yang mengandung kebaikan dan diridahi oleh Allah segera dikabulkan-Nya, amin. Wallahu a’lam.
Oleh : Ustadz Hasan Bishri, Lc

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN