Singgasana dan Dipan Surgawi

Singgasana atau tahta. Tempat seorang raja menunjukkan superioritasnya. Duduk berwibawa dengan didampingi para dayang yang siap memenuhi apapun kebutuhannya. Tidak ada penyejuk udara juga tidak menjadi masalah. Karena para dayang itu tiada hentinya meniupkan semilir udara melalui kipas di kanan kirinya. Sementara di hadapannya terhampar permadani. Indah dan menarik setiap tamu yang datang. Namun, singgasana atau tahta ini tidak boleh diduduki sembarang orang. Hanya mereka yang berhak saja.

Itulah singgasana dunia. Walau seindah apapun singgasana itu, tetap saja jauh berbeda dengan singgasana di surga. Singgasana di surga berhak diduduki siapa saja, para penghuni surga. Tanpa harus ada derai air mata. Apalagi darah yang tertumpah. Singgasana itu, berada di tempat yang tinggi. Tempat yang tidak bisa dijangkau tanpa menggunakan tangga. Namun, seakan bernyawa. Singgasana itu langsung turun, hingga penghuni syurga tadi bisa duduk di atasnya. Alangkah senangnya duduk di atas singgasana yang dikitari para bidadari cantik bermata jeli, yang siap melayani apa saja. Ini bukan lagi khayalan, tapi demikianlah Ibnu Katsir menafsirkan firman Allah, “Di dalamnya ada tahta-tahta yang ditinggikan.” (QS. Al-Ghasyiyah: 13).

Demikian menyenangkan tempat peristirahatan ini, dikelilingi bidadari dan pelayan yang selalu siap sedia memenuhi apapun kebutuhannya. Mau minum? Tidak perlu repot-repot pergi jauh, karena gelasnya telah tersedia. “Dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya).” (QS. Al-Ghasyiyah: 14). Gelas telah tersedia, tentu minuman dari segala jenisnya juga telah siap. Tinggal pilih saja. madu, susu, air tasnim, salsabil, khamr ataupun minuman lainnya.

Selain singgasana itu, penghuni syurga juga bisa beristirahat di atas dipan yang indah. Sedemikian indahnya, sehingga hiasannya saja terbuat dari emas dan permata. Subhanallah. “Mereka berada di atas dipan yang berhiaskan emas dan permata, seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan.” (QS. Al-Waqiah: 13-16)

Memang itulah nikmatnya hidup di syurga. Duduk dimanapun selalu bersama bidadari bermata jeli, baik di atas singgasana maupun di atas dipan. Ya, duduk bersama sambil menikmati aneka minuman dan makanan. Dengan pemandangan alamnya yang sangat mempesona. Duduknya pun berhadap-hadapan. Kalau capek, tinggal menyandarkan kepala pada bantal yang tersedia. “Dan bantal-bantal sandaran yang tersusun.” (QS. Al- Ghasyiyah: 15). Secara lebih jauh Allah menggambarkan bagaimana warna bantal itu. Mereka bertelekan pada bantal-bantal yang berwarna hijau…” (QS. Ar-Rahman: 76). Warna yang menyejukkan jiwa.

Ini tentu bukan sembarang bantal. Karena tempatnya saja di surga. Keberadaannya tentu akan menambah syahdunya suasana pertemuan penghuni surga dengan para bidadari itu. Bila demikian keadaannya, tentu tidak mengherankan bila seorang penghuni surga tidak pernah merasa bosan. Walau harus duduk bertahun-tahun lamanya. Sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits riwayat Shafwan bin Amr, bahwa ia mendengar Haitsam bin Malik ath-Thai berkata, “Seorang laki-laki bersandar di tempat sandaran selama 40 tahun. la tidak bergeser dari tempatnya dan tidak pula merasa bosan. Akan dipenuhi apapun yang bisa memuaskan keinginannya dan menyegarkan matanya.” (Tafsir Ibnu Katsir 4/250).

Itulah singgasana atau dipan surgawi. Sungguh mengherankan, bila orang hanya berlomba-lomba merebut singgasana dunia. Kursi panas, yang menjadi rebutan sekian banyak orang. Hingga mereka melupakan singgasana dan dipan surgawi.
Ghoib, Edisi No. 12 Th. 2/ 1424 H/ 2004 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN