Syetan Ikut ‘Memainkan’ Musim Misterius

Fiet, mahasiswi pilihan itu bukan saja telah menorehkan kenangan indahnya di negeri Laos, tetapi telah menggoreskan garis-garis pelajaran bagi kita. Fiet beruntung bisa menjadi salah satu mahasiswi yang dipilih mewakili Indonesia untuk bisa berjalan-jalan menikmati keindahan dan mereguk pengalaman di negeri orang. Tetapi dia tidak beruntung, ketika negeri itu bukanlah negeri muslim. Karena tetap saja, seekor ikan akan betah ketika berada dalam air. Seorang muslim akan lebih mendapatkan ketenangan ketika dia hidup dalam nuansa dzikir dan asma Allah yang bisa setiap lima kali dikumandangkan. Tentu hal itu tidak terbayang bisa didengarkan di negara Laos yang merupakan kota Budha.

Akhir dari perjalanan indah itu ternyata pahit. Jin negara Laos merasuk dalam diri Fiet dan mengganggu dirinya. Wajar saja kalau jin itu masuk. Seperti pengakuan Fiet sendiri, ibadah di Laos tidak termasuk bagian dari jadwal seabreg kegiatannya. Dan hanya ibadah-ibadah wajib saja yang bisa dijalani. Terbayang oleh kita betapa ibadah Fiet yang biasanya terasa nikmat, menjadi tidak lagi nikmat karena suasana. Tipisnya ibadah ini dipadukan dengan keadaan negara Laos yang merupakan negara patung, yang dalam kajian Islam patung adalah benda yang sangat disenangi jin. Belum lagi ritual lengkap dengan kepercayaannya, yang kesemuanya harus dilakoni oleh para mahasiswa yang datang dengan dalih adat. Seperti, untuk masuk ke Kuil Announchar diharuskan minum air sungai Nam Khan kalau tidak terkena kutukan.

Mungkin Fiet juga lupa doa perlindungan yang diajarkan Rasulullah ketika berada di tempat baru. Sehingga suasana yang sangat kondusif untuk jin mengganggu itu, benar-benar tidak bisa terkalahkan.

Doa perlindungan yang seharusnya dibaca itu, kelihatannya malah digantikan dengan gelang ‘sakti’ yang harus tetap dipakai selama berada di Luang Phrabang. Tidak boleh dilepas. Fiet menurutinya, bahkan ketika teman- temannya telah membuang gelang itu setelah keluar dari kota tersebut, Fiet malah membawanya ke Indonesia dan gelang itu tetap melingkar di pergelangannya.

Audzu bikalimatillahit tamati min syarri ma khalaq, begitulah bunyi doa singkat tetapi sangat melindungi ketika berada di tempat yang belum pernah kita singgahi. Dari maknanya kita tahu, betapa doa tersebut sangat penting sekali (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan yang telah Dia ciptakan). Dengan doa itulah seharusnya Fiet berlindung. Sehingga segala bentuk kejahatan termasuk kejahatan makhluk yang tidak nampak tak mampu menembusnya.

 

Musik Khaen yang Misterius

Dalam perjalanan Fiet, belajar alat musik setempat dimasukkan dalam program, sementara ibadah muslim tidak pernah dijadwalkan. Fiet dan kawan-kawannya juga belajar musik khas negara Laos. Khaen namanya.

Ternyata musik Khaen sangat misterius. Kemisteriusan itu seperti yang diungkapkan oleh para ahli musik setempat bahwa alat musik itu tidak bisa dipelajari oleh sembarang orang. Dan ternyata, Fiet dengan sangat mudah mempelajarinya dan dengan sangat lihat memainkannya. Bahkan terlihat bak gadis Laos asli.

Musik inilah yang selalu terngiang sepulangnya ke Indonesia. Suara iring-iringan musik tersebut hadir dalam setiap kesempatannya. Lama-kelamaan tentu ini sangat mengganggu.

Dalam kajian Islam, musik sangatlah dekat dengan dunia jin. Maka Nabi telah menutup peluang seseorang untuk dekat dengan dunia syetan melalui nyanyian. Biasanya musik bertambah nikmat jika mengiringi perjalanan panjang kita menuju suatu tujuan. Untuk itulah Rasul mengingatkan, “Tidak seorang pun yang senantiasa berdzikir dengan menyebut nama Allah dalam perjalanan, melainkan malaikat akan ikut menyertainya. Dan tidak seorang pun yang senantiasa mengumandangkan syair (lagu) atau sejenisnya dalam perjalanan, melainkan syetan akan menyertainya.” (HR. Thabrani).

Masih banyak riwayat yang melarang kita untuk mendengarkan musik. Salah satunya adalah hadits hasan, “Akan ada dari umatku yang menghalalkan perzinahan, kain sutera, minuman keras dan alat musik.”

Dalam riwayat Ahmad dan Tirmidzi, Rasul bersabda, “Jangan menjual alat musik, jangan membelinya, jangan mengajarkannya. Tidak ada kebaikan perdagangan yang menjual alat musik.”

Para shahabat dulu juga sangat menjauhi musik. Ibnu Umar suatu saat mendengarkan suara alunan seruling ketika sedang berkendaraan dengan Nafi’. Spontan telinganya ditutupi dengan jari dan mengalihkan arah kendaraannya. Kemudian Ibnu Umar bertanya kepada Nafi’ apakah suara itu masih terdengar. Selama Nafi’ masih menjawab iya, Ibnu Umar belum melepaskan jarinya dari telinganya. Ketika Nafi’ memberitahu bahwa dirinya tidak lagi mendengar, maka dia melepaskan jarinya dari telinganya. Kemudian Ibnu Umar berkata, “Beginilah yang dilakukan Rasulullah ketika beliau mendengarkan seruling seorang gembala (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah). Imam Syaukani mengomentari, “Sebagian orang mungkin bertanya mengapa Nafi’ diizinkan oleh Ibnu Umar untuk mendengar seruling di saat dia menutup telinganya. Maka bisa dijawab bahwa kemungkinan besar ketika itu Nafi’ masih belum baligh.”

Bahkan Aisyah menghubungkan musibah yang terjadi dengan kegemaran orang memainkan musik. Ketika terjadi gempa di zamannya, dia ditanya oleh masyarakat mengapa gempa bisa terjadi, “Jika manusia telah melegalkan zina, minuman keras dan gemar memainkan musik.” jawab Aisyah.

Musik melalaikan kita dari dzikir dan al-Qur’an. Seperti keadaan kita hari ini. Musik telah menyuguhkan kerusakan dari berbagai sisi. Dari isi lagu yang sangat tidak mendidik sampai penampilan para penyanyi yang semakin hari semakin seronok. Bahkan sebagian musik identik dengan kekerasan dan narkoba.

Dalam sebuah data disebutkan, kelompok penyembah syetan tengah berkembang pesat di berbagai negara. Sebagaian mantra-mantra ritual mereka, diselipkan dalam lagu-lagu yang sebagiannya akrab di telinga kita.

Inilah yang seharusnya selalu kita jaga terutama dalam rumah kita. Jangan sekali-kali memperdengarkan musik kepada anak-anak kita. Tanpa diperdengarkan pun mereka pasti mendengarnya di tempat-tempat lain. Biarlah di rumah kita tumbuh generasi yang benar- benar terjaga dari syetan.

Imam Ahmad berkata, “Musik hanya akan menumbuhkan kemunafikan dalam hati.” Kita harus belajar untuk membersihkan diri ini dari musik. Karena ternyata syetan ikut “memainkan” musik. Musik lebih banyak mendatangkan mudharat, apalagi musik ritual seperti Khaen.

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 19 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN