Syetan Menjanjikan Kemiskinan

“Syetan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan. Sedangkan Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 268)

Hidup itu bagaikan roda yang berputar. Kadang di atas lain waktu di bawah. Itulah bagian dari sunatullah yang dilakoni manusia. Siapapun orangnya, tidak bisa mengelak dari suratan takdirnya. Tidak pula dengan Anton dan keluarganya.

Bisnis yang dirintis kakeknya dari tahun 1957 terus menanjak. Allah memberikan kemudahan bagi sang kakek menapaki dunia bisnis secara perlahan. Meski untuk meraih kesuksesan itu memerlukan perjuangan yang tidak ringan. Berjibaku dengan waktu dan pesaing bisnisnya.

Perlahan namun pasti, lima puluh buah tangki minyak tanah berhasil dikelolanya. Sang kakek mencapai puncak kejayaannya. Ibarat pohon makin tinggi, makin deras angin yang menerpanya. Kian banyak gangguan dari kiri dan kanan, dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Baik mereka yang mengambil keuntungan maupun mencari kesempatan untuk menjatuhkannya.

Roda pun bergulir, perlahan bisnis kakek Anton kolaps. Dari lima puluh tangki tinggal menyisakan sembilan buah. Di sinilah syetan bermain dan semakin mencengkeramkan kuku kukunya. Sang kakek yang selama ini lurus-lurus saja, mulai goyah. la yang tidak pernah memanfaatkan jasa perdukunan, akhirnya tidak kuasa mempertahankan keyakinannya. Bebas dari dunia perdukunan.

Kekhawatiran bila bisnisnya semakin hancur membuatnya pontang-panting. Ke sana kemari ia meminta jasa dukun dan ‘kyai’ atau bahkan berziarah ke makam-makam yang dikeramatkan. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 268 di atas benar-benar menakutkannya.

Di sinilah, kekuatan iman seseorang memegang peranan penting. Musibah yang datang beruntun dan di luar perkiraan tidak seharusnya membuat seseorang membabi buta. Dan menempuh segala cara untuk meraih kejayaannya kembali.

Sungguh indah sebuah hadits yang disampaikan Rasulullah. “Ajaban liamril mukmin,” tutur Rasulullah memulai sabdanya. “Sungguh mengherankan kehidupan seorang mukmin itu. Semua urusannya itu baik adanya dan hal ini tidak terjadi kecuali pada seorang mukmin. Bila ia mendapat kebaikan, maka ia bersyukur dan bila ditimpa kesusahan dia pun bersabar.” (HR. Muslim)

Begitulah sejatinya, kehidupan seorang mukmin. Pailit yang diderita bukan alasan untuk berlepas diri dari tali Allah dan meraih bantuan syetan. Karena pada hakekatnya kepahitan itu tidak terlepas dari suratan takdir yang memang harus diterima, bila Allah telah menentukannya.

“Rahmat apa saja yang diberikan Allah kepada manusia tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh-Nya tiada seorang pun yang sanggup melepaskan sesudah itu.” (QS. Fathir. 2)

Firman Allah ini seharusnya menjadi pegangan setiap orang beriman. Tidak pandang bulu, apakah dia seorang pengusaha yang sukses atau seorang pengemis jalanan. Semuanya sama di hadapan takdir.

Artinya, sikap yang ditempuh oleh kakek Anton dengan mendatangi dukun, atau berziarah ke makam-makam yang dikeramatkan tidak akan menyelesaikan masalah, bila Allah berkehendak lain. Bila Allah masih membatasi rizkinya sebatas yang Allah kucurkan saat itu.

Justru sebaliknya, seharusnya kepahitan yang dialami menjadi sarana introspeksi diri. Barangkali ada hak orang lain yang belum ditunaikannya. Atau setidaknya satu hal yang harus terpatri di dalam jiwa bahwa Allah sedang mengujinya dengan harta. Bila saat uang berlimpah, ia bisa selamat dari rongrongan akidah, sekarang Allah mengujinya dengan kebalikannya. Apakah tetap dengan keyakinannya.

Mendatangi seorang dukun tidak akan membuat order meningkat. Karena pada hakekatnya rizki seseorang telah ditentukan Allah sejak la berada dalam rahim seorang ibu.

“Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nuthfah, kemudian menjadi mudhghah selama itu juga. Kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya. Lalu diperintahkan untuk menuliskan empat perkara, rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya…” (HR Bukhari dan Muslim).

Ironisnya, keyakinan sang kakek itu diteruskan penerusnya. Anton yang sejak 1992 diberi kepercayaan terlibat pengelolaan bisnis menempuh langkah serupa. Terlibat dengan perdukunan. Bahkan sebelum bertemu dengan pihak pertamina pun ia merapal wiridan surat al-Ikhlas seribu kali. Bila kemudian, nampak ada kemudahan dan diyakini bahwa kemudahan itu berasal dari wiridan-wiridan yang dirapal, maka syetan semakin tertawa. la telah memenangkan pertarungan untuk kesekian kalinya. Padahal sejatinya, syetan tidak bisa berbuat banyak. “Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya.” (QS. Al- Isra’: 30)

Masalahnya tidak semua kelapangan yang diterima seseorang merupakan bagian dari rahmat. Bisa jadi kelapangan itu adalah istidraj. Karena itu, “Terimalah semua yang telah Aku (Allah) berikan kepadamu dan jadilah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al- A’raf: 144)

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 61 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN