Tujuh puluh juta rupiah bukan jumlah yang kecil. Apalagi di zaman sulit seperti ini. Apalagi uang itu harus lenyap dari tangan dengan cara yang mengenaskan. Hasil jerih payah yang telah kita kumpulkan itu ludes ditipu “orang pinter”.
Dari hidup serba berkecukupan dengan kedudukan cukup tinggi di sebuah perusahaan asing, hingga sedikit demi sedikit uang terkuras habis. Bahkan perkakas rumah pun dijual. Anak dan istri terpaksa dipulangkan ke kampung, karena tidak ada uang yang bisa untuk makan. Itulah kisah tragis Mulyadi (nama samaran).
Sebenarnya ini bukan kisah pertama yang kita dengar. Di mana seseorang ditipu dukun. Banyak Mulyadi-Mulyadi lain. Penipuan berkedok perdukunan sering kita jumpai. Anehnya, masih ada saja yang terperosok dalam lubang syetan yang sama. Dungu kedengarannya, tetapi itulah kenyataannya.
Faktornya banyak. Ada yang menginginkan kesembuhan. Kesembuhan tidak kunjung datang, uang ludes dan keluarga semakin sengsara. Ada yang berharap ingin kaya mendadak, ingin menjadi milyuner dengan hanya duduk wiridan. Ada pula yang lama menderita karena jodoh yang tak kunjung datang. Alih-alih jodoh datang malah dicabuli dukun.
Penuturan Mulyadi seputar bank ghoib yang dikelola para jin sering kita dengar. Khayalan seputar harta karun meracuni siapa pun. Tidak sedikit orang yang berpendidikan tertutup matanya oleh asap menyan dukun. Ironi ketika orang pintar ditipu orang pinter.
‘Bank ghoib’ menjanjikan uang yang tak terhingga jumlahnya. Hanya dengan ritual ringan dipandu tokoh spiritualnya, kredit bank itu bisa cair dengan mudahnya. Cara tercepat untuk kaya.
Tetapi setelah semua harta ludes barulah sadar bahwa semua itu hanya tipuan belaka. Milyaran rupiah dari bank jin tidak muncul. Yang ada uang kita amblas bersama putusnya harapan kita.
Sumber kesalahannya adalah kecerobohan dan ulah kita sendiri. Dunia hitam perdukunan atau apa pun nama perdukunan hari memang kesesat- an. Kesesatan selalu merugikan. Tetapi, kitalah yang telah membuka peluang besar untuk masuk- nya para wali syetan itu mengelabui kita.
Kalau saja kita menuruti langkah preventif Nabi, yaitu larangan untuk mendatangi dukun apalagi menuruti segala titahnya. Tentu kita tidak akan terjangkau oleh kuku-kuku syetannya.
Bekerjasama dengan jin tidak pernah menguntungkan. Mereka hanya ingin menyesatkan anak cucu Adam dan membuatnya sengsara. Jadi tidak ada kisahnya kaya karena memuja jin. Kalaupun ada mereka akan “mencekik” kita di kemudian hari. Sesajen demi sesajen harus rutin dipersem- bahkan. Kaya tetapi sengsara.
Justru yang sering adalah, syetan menunjukkan kepada kita jalan kemiskinan dan selalu menakut-nakuti akan kemiskinan. “Syetan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir) sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada- Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia- Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 268).
Syetan menghembuskan sifat tamak dan rakus. Karena telah tumbuh kecintaan yang berlebihan kepada dunia dan rasa takut kepada kemiskinan yang juga berlebihan. Pintu rapuh inilah yang dimanfaatkan oleh para dukun yang dibantu para jin untuk menguras kering kantong kita.
Ya, karena kita tidak pernah tahu keberadaan bank ghoib jin yang bisa ditransfer ke dunia kita. Yang kita tahu hanyalah khayalan sebagian orang untuk kaya secepatnya. dengan kedok ini sudah sering. Maka akankah berjatuhan lagi korban berikutnya?