Larangan Meruqyah dan meminta diruqyah

Larangan Meruqyah dan meminta diruqyah

Mohon dibaca sampai selesai agar tidak salah dalam memahami.

Berikut Pertanyaan yang sering diajukan Tentang Ruqyah…

1. Kita kan tidak boleh minta diruqyah.. ada ancamannya di akhirat, akan tetapi bila minta tolong seseorang untuk meruqyah orang lain, apakah boleh?

JAWABAN

Tidak benar bahwa kita tidak boleh minta diruqyah, atau dalam bahasa Arab disebut dengan istirqâ’ atau tholabur ruqyah. Hukumnya boleh dan tidak mengapa meminta ruqyah apabila memang ada hajatnya.

Adapun jika yang dimaksud adalah hadits ini :

يدخل من أمتي الجنة سبعون ألفاً بغير حساب، قيل: يا رسول الله من هم؟ قال: الذين لا يرقون، ولا يسترقون، ولا يتطيرون وعلى ربهم يتوكلون. رواه البخاري ومسلم.

“Ada dari umatku 70.000 orang yang masuk surga tanpa dihisab.
Sahabat bertanya : siapakah mereka wahai Rasulullah?
Rasulullah menjawab : yaitu mereka yang tidak meruqyah (jampi²), tidak minta diruqyah dan tidak melakukan tathayyur (mengundi nasib dengan perilaku burung) serta mereka bertawakal terhadap Rabb mereka.
*(HR Bukhari dan Muslim)*

Maka, perhatikan penjelasan Imam an-Nawawi di bawah ini :

المدح في ترك الرقى المراد بها الرقى التي هي من كلام الكفار، والرقى المجهولة، والتي بغير العربية، وما لا يعرف معناها، فهذه مذمومة لاحتمال أن معناها كفر، أو قريب منه، أو مكروه وأما الرقى بآيات القرآن وبالأذكار المعروفة فلا نهي فيه، بل هو سنة.

“Pujian dalam meninggalkan ruqyah maksudnya adalah ruqyah yang berasal dari perkataan orang-orang kafir dan ruqyah (jampi²) yang tidak dikenal (majhul) yang tdk berbahasa Arab serta tidak diketahui maknanya.

Ruqyah seperti ini adalah tercela, karena mengandung kemungkinan memiliki arti yang kafir atau dekat dg kekafiran. Setidak²nya makruh. Adapun ruqyah dg ayat² al-Qur’an atau dzikir ² yang dikenal, maka tidak terlarang, bahkan sunnah.

Atau juga menurut Imam an-Nawawi bisa bermaksud utk menunjukkan keutamaan (AFDHALIYAH) saja, beliau berkata :

إن المدح في ترك الرقى للأفضلية، وبيان التوكل والذي فعل الرقى، وأذن فيها لبيان الجواز مع أن تركها أفضل، وبهذا قال ابن عبد البر

“Sesungguhnya pujian utk meninggalkan ruqyah adalah utk afdhaliyah semata, dan menerangkan rasa tawakal (yang kurang) bagi orang yang melakukan ruqyah. Dizinkan utk melakukannya sebagai keterangan akan bolehnya hal ini walaupun meninggalkannya adalah lebih afdhal. Demikian ini pendapat Ibnu Abdil Barr.

Setelah itu Imam Nawawi mengatakan :

والمختار الأول وقد نقلوا الإجماع على جواز الرقى بالآيات، وأذكار الله تعالى قال المازري: جميع الرقى جائزة إذا كانت بكتاب الله أو بذكره، ومنهي عنها إذا كانت باللغة العجمية، أو بما لا يدرى معناه، لجواز أن يكون فيه كفر…

“Pendapat yang terpilih adalah yang pertama. Para ulama bahkan ada yang menukilan adanya ijma (konsensus) atas bolehnya ruqyah dengan ayat² al-Qur’an dan dzikir² kepada Allah Ta’âlâ.

Al-Mâzirî berkata : seluruh ruqyah diperbolehkan apabila menggunakan kitabullah atau dzikir. Dan ruqyah akan terlarang apabila menggunakan bahasa selain Arab atau yg tdk dipahami maknanya, karena adanya kemungkinan terkandung kekufuran di dalamnya.

2. Artinya, minta diruqyah boleh, tapi tidak punya kesempatan masuk surga tanpa hisab..?

JAWABAN

Itu pendapat sebagian ulama yang menganggap bahwa meminta diruqyah adalah bentuk kurangnya tawakal. Tapi menurut Imam an-Nawawi, bahwa yang dimaksud meminta ruqyah dalam hadits tsb, adalah apabila ruqyahnya tidak syar’i. Yang lebih utama adalah meruqyah diri sendiri.
Namun jika dalam suatu kondisi yang mendesak, maka tdk mengapa meminta diruqyah.

Wallahu a’lam.

3. Kalau boleh ditegaskan lagi, bahwa yang tidak ada kesempatan masuk surga tanpa hisab itu, adalah yg minta ruqyah yg tidak syar’i, (dg jampi2) yg bukan dari ayat2 al-qur’an..

JAWABAN

Itu ada riwayat yang memang melarang, sebagaimana dijelaskan Imam Nawawi di dalam Syarahnya…

وأما قوله في الرواية الأخرى: يا رسول الله إنك نهيت عن الرقى، فأجاب العلماء عنه بأجوبة: أحدها: كان نهى أولاً، ثم نسخ ذلك، وأذن فيها وفعلها، واستقر الشرع على الإذن

Adapun sabda beliau di dalam riwayat lain, (sahabat berkata), wahai Rasulullah, sesungguhnya anda telah melarang ruqyah.

Para ulama menjawab dg bbrp jawaban, diantaranya :
*Bahwa memang awalnya ruqyah awalnya dilarang, lalu dinasakh (dihapus hukum larangannya, dan diperbolehkan ruqyah dan mempraktekannya, kemudian syariat menetapkan kebolehannya.*

Selain itu memang ada sejumlah ulama yang berpandangan meminta diruqyah itu MAKRUH, seperti pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan mayoritas ulama Nejd, seperti Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhâb dan murid² beliau, termasuk Syaikh Abdurrahman Nashir al-Barrak, yang memakruhkan istirqâ’ (meminta diruqyah).
Syaikh al-Barrak berkata :

الاسترقاء هو طلب الرقية من الغير، وسؤال الغير فيه ميل إلى المخلوق واحتياج إليه وقد دلت النصوص على أن من كمال التوحيد عدم سؤال الناس، وقد بايع النبي صلى الله عليه وسلم جماعة من أصحابه رضوان الله عليهم على أمور منها: ألا يسألوا الناس شيئاً… كما جاء في صحيح مسلم (1043)، وفي ذلك تحقيق استغناء العبد عن المخلوقين، فالاسترقاء تركه أولى…

Istirqâ adalah meminta orang lain utk meruqyahnya. Sedangkan meminta orang lain, di dalamnya terkandung penyandaran kpd makhluk dan butuh thd mereka. Sedangkan banyak Nash dalil yang menunjukkan bahwa termasuk kesempurnaan tauhid adalah tidak meminta kepada manusia.

Nabi pernah melakukan baiat dg sahabat beliau atas bbrp perkara diantaranya adalah tidak meminta kepada seorangpun sebagaimana terdapat dalam hadits Muslim no 1043. Di dalam hal ini, terdapat realisasi bentuk tidak butuhnya seorang hamba kepada makhluk. Karena itu meninggalkan istirqâ adalah lbh utama.

Dan larangan di situ yg dijelaskan Ibnu Taimiyah adalah larangan lil karõhah (makrûh), bukan larangan lit tahrîm (mengharamkan).

Wallahu’alam bi showab

HUBUNGI ADMIN