Tak Ada Tebusan di Neraka

Hukuman masih bisa diperbaiki selama kesempatan masih terbuka. Selama pintu belum tertutup. Sebut saja hukuman atas seorang pembunuh yang melakukannya dengan sengaja. Bila ia hidup di negara yang menerapkan syariat Islam, maka hukuman yang pantas baginya tak lain adalah hukuman mati.

Namun, hukuman ini bukanlah harga mati yang tidak bisa ditawar. Kesempatan untuk bertahan hidup masih tetap terbuka, dengan catatan, keluarga orang yang terbunuh memaafkan sang pelaku. Hukuman mati bisa dibatalkan dan diganti dengan sesuatu yang lain. Sang pembunuh dan keluarganya menebusnya dengan seratus ekor unta. Jumlah yang tidak sedikit memang. Tapi itulah yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan si pembunuh dari tajamnya golok algojo.

Tapi jangan pernah berangan-angan untuk melakukan hal serupa saat langit sudah tergulung dan bumi hancur lebur, berganti dengan kehidupan yang abadi.

Masanya sudah berbeda. Keadaannya tidak lagi seperti saat di dunia. Kini, sudah tak ada lagi kesempatan untuk menebus kesalahan dan menggantinya dengan setumpuk uang. Atau ratusan ekor unta. Hukuman tetaplah hukuman dan tidak bisa ditukar dengan apapun.

“Sesungguhnya orang-orang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak itu). Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali- kali mereka tidak memperoleh penolong” (QS. Ali Imran: 91)

Tak ada tebusan. Tak ada tawar menawar. Eksekusi hukuman tinggal menunggu waktu. Orang-orang kafir yang telah tercatat sebagai penghuni neraka tidak bisa merubah suratan takdirnya.

Harta benda yang dulu dibangga-banggakan, sekarang tidak lagi berarti. Semuanya tinggal kenangan. Seperti yang tersebut dalam riwayat Imam Ahmad bahwa Rasulullah menceritakan kisah seorang penghuni neraka yang dipanggil Allah pada hari kiamat. Lalu la ditanya, “Apakah bila kamu memiliki sesuatu sebesar bumi, kamu akan menjadikannya sebagai tebusan?” “Ya benar,” jawab orang itu seperti dikatakan Rasulullah. Kemudian Allah berkata, “Aku telah menginginkan sesuatu yang lebih ringan dari itu. Aku telah mengambil perjanjian denganmu sewaktu kamu masih di punggung bapakmu, Adam, agar kamu tidak menyekutukan-Ku dengan apa pun, akan tetapi kamu tetap saja berbuat syirik”

Takut, sedih, kesal menyesakkan dada. Tapi apalah daya, tebusan harta sudah tidak lagi diterima. Derita panjang sudah terbayang di pelupuk mata. Masih adakah jalan keluar?

Kehebatan dan kedahsyatan api neraka membuatnya kehilangan kesadaran dan rela menjadikan orang-orang terdekatnya sebagai tumbal.

“… Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari adzab hari itu dengan anak-anaknya. Dan istrinya, saudaranya, serta kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya, kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. Sekali-kali tidak dapat. Sesungguhnya neraka itu adalah api yang mengelupaskan kulit kepala.” (QS. Al-Ma’arij 11-16).

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 36 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN