Tali Pusar Perdamaian?

Hidup rukun adalah dambaan setiap orang. Terlebih bagi orang-orang yang hidup dalam satu atap dan tembok. Yang setiap saat berjumpa dan bertemu. Rasanya tidak enak bila di antara mereka sendiri kemudian terjadi perang dingin dan tidak bertegur sapa. Bila di dalam rumah sendiri sudah tidak ditemukan kehangatan dan kedamaian, lalu ke mana harus mencari?

Satu hal yang membuat orangtua merana bila hal itu benar-benar teriadi di dalam keluarganya. Kekhawatiran yang kemudian berujung pada keyakinan pada mitos-mitos katanya yang masih berkembang di sebagian warga.

Ya, mereka kemudian mencari pengikat di antara para saudara kandung itu yang bisa menyatukan mereka. Pengikat itupun ditemukan pada tali pusar yang biasanya masih menyertai seorang bayi hingga berumur seminggu.

Sebagian orangtua yang masih percaya pada tuah tali pusar itu pun kemudian menyimpannya dengan rapi. Giliran berikutnya menunggu kelahiran anak kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Kemudian tali pusar-tali pusar mereka disatukan dan tidak dibiarkan terpisah-pisah.

Makna yang terkandung dalam penyatuan tali pusar ini adalah agar mereka hidup rukun dan damai. tidak ada perkelahian. Tidak ada perselisihan yang meruncing dan memecah belah ikatan persaudaraan mereka. Apalagi sampai terjadi pertumpahan darah laksana perang bubat. Adik membunuh kakaknya atau sebaliknya.

Kalaupun toh ada perbedaan pandang di antara mereka, maka harapannya semuanya masih bisa diselesaikan dengan kepala dingin.

Sebenarnya niat orangtua yang mengharapkan anak-anaknya dapat hidup dengan rukun dan damai merupakan niat yang mulia. Tapi di sini masalahnya menjadi lain karena kemudian untuk mendapatkan kedamaian itu mereka menempuh jalur yang salah yaitu dengan meyakini bahwa penyatuan tali pusar anak-anaknya akan dapat mewujudkan impian mereka. Padahal tali pusar-tali pusar itu tidak memiliki pengaruh apa-apa.

Padahal, tidak semua orangtua mengumpulkan tali pusar anak-anaknya dan menyimpannya dengan baik, lalu apakah dengan demikian kehidupan mereka dalam baying-bayang pertengkaran? Jawabannya tidak bisa dipastikan demikian.

Pada sisi lain, persaudaraan dalam lslam tidak terbatas pada ikatan pertalian darah semata. Tapi jauh lebih luas dari itu, persaudaraan dalam lslam lebih ditekankan kepada persamaan akidah. Siapapun yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat maka dalam pandangan lslam dia adalah saudara kita yang juga memiliki hak dan tanggungjawab.

“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu” (QS. Al-Hujurat: 10)

Rasulullah menegaskan hal ini dalam hadits, “Kamu melihat perumpamaan orang-orang mukmin dalam cinta dan kasih sayang mereka serta kelemahlembutan mereka bagaikan satu jasad. Jika salah satu anggota tubuh sakit maka yang anggota tubuh yang lain tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari)

Dengan demikian, perkuatlah persaudaraan sedarah dengan persaudaraan lslam yang terjamin kelanggengannya. Dan hiduplah dengan damai tanpa harus menyatukan tali pusar sesama saudara.

 

Ghoib Ruqyah Syar’iyyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN