Pagi itu udara sangat cerah. Matahari mengeluarkan sinarnya tanpa pamrih. Membuat aktivitas anak manusia berjalan secerah sinar mentari. Saat Majalah Ghoib menemui DR. Atabik Lutfi, MA di rumahnya di daerah Kalisari. Ustadz yang memiliki judul desertasi doktoral, Perkembangan Metodologi Tafsir Qur’an Kajian Indonesia ini, telah menerjemahkan 6 buah buku saat masih di Negeri Jiran Malaysia salah satunya tentang doa-doa yang mustajab dalam al-Qur’an dan Sunnah. Berikut petikannya.
Bisa Anda jelaskan, bagaimana al-Qur’an berbicara tentang doa dalam kehidupan seorang muslim?
Kalau kita kaji beberapa ayat dari kitab suci al-Qur’an, di sana banyak mengajarkan kepada kita tentang doa. Doa-doa tersebut bisa kita fahami merupakan wujud komunikasi yang efektif epada Allah. Jadi, ketika kita membaca al-Qur’an, hal itu menunjukkan bagaimana kita mengadakan hubungan yang total kepada Allah. Setiap ayat yang kita baca, terdapat nilai-nilai doa yang terkandung di dalamnya. Sehingga kita bisa katakan, bahwa al-Qur’an itu banyak berbicara tentang doa, dan sarat dengan nilai-nilal permohonan dan permintaan kepada Allah.
Apa hikmah yang bisa diambil, dari doa-doa para Nabi yang tercantum dalam al-Qur’an?
Para Nabi itu kan sudah kita jadikan sebagai suri tauladan. Jadi alangkah baiknya, kalau doa-doa yang kita panjatkan harus bersumber dari al-Qur’an, sebagaimana juga yang dicontohkan para Nabi. Para Nabi tersebut, sangat tahu bahasa permohonan atau permintaan yang layak untuk disampaikan kepada Allah. Sehingga doa-doa mereka sangat mustajab. Kalau doa kita ingin dikabulkan, maka apa yang kita pinta kepada Allah, sebisa mungkin ada contohnya.
Adakah contoh dalam kajian al-Qur’an, bahwa seorang Nabi pernah berdoa untuk kebaikan dirinya dan orang lain?
Nabi Sulaiman pernah berdoa kepada Allah, seperti yang tercantum dalam surat An Naml ayat 19. “Maka dia tersenyum dengan tertawa karena mendengar perkataan semut itu. Dan dia berdoa, “Ya Allah, berilah aku ilmu untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal sholeh yang Engkau ridhoi, dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang sholeh.”
Dalam doa ini, Nabi Sulaiman mengajarkan kepada kita bahwa dalam setiap doa yang kita ucapkan, harus senantiasa mengikutsertakan kedua orang tua kita. Karena kedekatan kita dengan keduanya. Kemudian, yang pertama kali harus ada dalam hati setiap insan adalah rasa syukur yang mendalam kepada Allah. Sedangkan untuk bersyukur itu perlu kekuatan. Sampai sampai Nabi Sulaiman sendiri, memohon kekuatan kepada Allah agar mampu mensyukuri nikmat-Nya. Nilai lain yang terkandung dalam doa ini adalah, bahwa seseorang itu beramal shaleh tentunya dengan bantuan Allah. Karena tidak mungkin kita dapat beramal shaleh dengan baik tanpa ada kekuatan dari Allah. Kekuatan kita dengan syetan itu kan fifty-fifty, bila tanpa bantuan permohonan doa kepada Allah.
Nabi yang terkenal kesabarannya dalam menghadapi penyakit parah adalah Nabi Ayub, bisa dijelaskan kajian al-Qur’an mengenai hal ini?
Nabi Ayub memang orang yang sangat sabar dalam menghadapi ujian. Dalam keadaan sakit, ia tetap mengatakan bahwa Allah Maha Pengasih dan Penyayang kepadanya. Karena penyakit tersebut merupakan hal yang terbaik untuknya, jika datangnya dari Allah. Dan itu merupakan bentuk kasih sayang-Nya kepada seorang hamba. Jadi, kita pun sebagai seorang muslim dalam menghadapi ujian seperti penyakit yang parah bisa mencontoh kisah Nabi Ayub ini.
Apa yang harus dilakukan oleh seorang hamba, agar doanya memiliki kekuatan dan dapat diterima oleh Allah?
Dalam sebuah hadits diceritakan, bahwa ada seorang yang berdoa kepada Allah dengan rambut berantakan dan pakaian yang lusuh, maka seumur hidupnya doanya tidak pernah terkabulkan. Artinya, seluruh prilaku manusia itu sangat mempengaruhi nilai kekuatan doanya. Ketika manusia banyak bermaksiat kepada Allah. Maka otomatis kekuatan doanya akan hilang. Namun apabila ibadahnya kuat dan taat, maka doanya akan memilki kekuatan yang dahsyat.
Ada kasus seseorang yang sakit parah sekian lama, kemudian didoakan oleh orang yang sholeh dengan doa-doa yang ma’tsur (sesuai contoh Nabi), setelah didoakan ternyata mempermudahnya meninggal dunia, bagaimana kajian Anda tentang hal ini?
Ketika seseorang itu dalam keadaan sakit parah, maka akan ada dua kemungkinan. Kalau seseorang tersebut betul-betul kuat hubungan nya dengan Allah, maka dia akan semakin kuat tingkat permohonannya kepada Allah. Dan dia akan meminta yang terbaik kepada Allah. Kalau dia diberikan kehidupan yang terus, maka ia akan meminta kehidupannya adalah kehidupan yang terbaik. Atau kalau memang akan dicabut nyawanya, maka ia juga meminta kematiannya dalam keadaan yang terbaik. Kalau memang sudah tidak ada alternatif lagi dari penyembuhan yang sesuai syariat Islam, sementara segala usaha telah dilakukan dan sudah menemukan jalan buntu, maka justru orang tersebut mendapatkan kebaikan. Karena kehidupan kita itu kan ditentukan pada saat-saat terakhir dari kehidupan kita. Apakah kita tetap kuat untuk selalu berserah diri kepada Allah walaupun dalam keadaan sakit parah. Jadi apapun keputusan Allah untuk hamba Nya, setelah berdoa atau didoakan oleh orang yang sholeh adalah merupakan keputusan yang terbaik untuk hamba-Nya. Dan kita pun, harus ridho dengan keputusan tersebut, karena di balik keputusan Allah untuk hamba-Nya pasti menyimpan banyak hikmah.
Apa Anda punya pengalaman khusus yang berkaitan dengan doa yang berkaitan dengan orang yang sakit keras?
Ya, pada saat di Malaysia, saya kenal dengan seorang Datuk (gelar bangsawan yang diberi oleh raja) la adalah orang yang sangat shaleh, semua ibadah yang ia lakukan harus ada tuntunannya dari Nabi. Suatu saat ia sakit mendadak dan sampai koma selama tiga hari. Saat di rumah sakit, ia dimasukkan ke dalam ruangan kaca pengaman. Karena tidak boleh dijenguk oleh siapa pun. Sebelum ia koma, sempat berdoa kepada Allah dengan satu permintaan, “Ya Allah, lanjutkanlah hidup saya kalau memang itu yang terbaik. Dan tolong mudahkanlah hidup saya kalau itu juga yang terbaik. Karena saya masih mempunyai keluarga yang mencintai saya.” Dan tidak lama berselang Alhamdulillah ia sembuh. Padahal semua dokter sudah menyerah. Sungguh sebuah kuasa Allah yang maha agung. Semoga kita semua bisa bersabar dari penyakit yang mendera. Dan tetap berserah diri kepada Allah sampai ajal menjemput kita.
Oleh : DR. Atabik Luthfi, MA (Dosen Pasca Sarjana Universitas Islam Jakarta)
Ghoib, Edisi No. 39 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M