Terjebak Dalam Mafia Perdukunan

Mafia. Kalimat ini berkonotasi negatif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, kalimat mafia diartikan, perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan (kriminal). Sekian banyak mafia berujung pada satu muara. Perkumpulan orang-orang yang berniat jahat. Apapun cara dan medianya.

Kesaksian kita kali ini adalah Firli. la terjebak dalam mafia perdukunan. Ratusan dukun ia datangi. Semua itu bermula dari sakit yang dideritanya. Tiga minggu terhitung dari pernikahannya. Entah apa yang melatarbelakanginya. Firli mengisyaratkan ada yang tidak senang dengan pernikahan mereka. Meski ia tidak berani terbuka.

Firli memang layak dikasihani. Di awal pernikahan, ia seharusnya menikmati masa bulan madu dengan tenang. Namun itu tidak terjadi. la didera penyakit susulan yang berujung pada sakit perut.

Aneh. Sangat kental nuansa mistis. Perutnya menggelembung seperti hamil sembilan bulan. Dalam hitungan detik mengempis lalu mengembang lagi. Seperti kisah sihir yang sering dipertontonkan di televisi.

Tapi bencana lebih hebat justru baru dimulai. Syetan yang telah mengibarkan panji-panjinya mulai unjuk kekuatan. Firli dan keluarganya terprovokasi tetangga untuk beralih ke perdukunan. Dua syetan telah menyatu. Syetan manusia memberi informasi, syetan jin menerima order. Klop sudah. Satu persatu orang pintar mereka datangi.

Padahal dalam hadits shahih riwayat Muslim, jelas jelas dikatakan, orang yang datang kepada dukun, shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari. Ini pertanda buruk. Bila shalat seseorang tidak lagi diterima, lalu apa yang mau dibanggakan?

Sudah tidak ada. Semua bentuk amal kebaikan, nanti, antre di belakang shalat. Bila shalatnya diterima berarti ada peluang bagi amal yang lain. Tapi bila shalatnya tertolak, alamat celaka baginya. Amal-amal yang lain juga tertolak.

Firli dan keluarganya telah terjebak dalam permainan syetan. Sebagai orang beriman tidak seharusnya menghalalkan segala cara untuk mencari kesembuhan. Tapi itulah tipu daya syetan. Mereka menggunakan segala cara untuk meraih cita-citanya. Mencari teman sebanyak mungkin menghuni neraka.

Sekali masuk ke mafia perdukunan akan sulit keluar. Kesaksian Firli menjadi bukti tersendiri. Demi mencari kesembuhan ia rela gonta-ganti dukun. Pagi baru pulang dari seorang dukun, sore harinya sudah berangkat lagi. Tak terhitung sudah dukun yang mereka datangi. Mulai dari dukun biasa hingga yang kental permainannya. Ki Iming misalnya. Kakek yang sudah ompong itu memanfaatkan profesinya untuk kepentingan pribadi. Menyentuh dan menghisap tubuh pasiennya. Tidak peduli wanita itu mahramnya atau bukan. Begitulah yang diinginkan syetan. Sesuatu yang melanggar aturan justru ditrabas.

Wanita memang rawan dipermainkan dukun. Kedok mereka sering terbongkar. Tertangkap dan masuk penjara. Setelah menikmati tubuh pasiennya. Semuanya dengan dalih demi kesembuhan. Firli masih beruntung, Ki Iming hanya menghisap perutnya dan tidak bertindak lebih jauh.

Lain Ki Iming, lain pula Ki Jambrol. Meski satu guru, satu teman. Keduanya bersumber darı bantuan syetan. Cara boleh berbeda, tapi hakekatnya tetap sama. syetan mendemonstrasikan kemampuannya untuk mengelabui pasien. Tubuh dibedah tanpa darah. Tanpa sakit. Tanpa obat bius. Semua itu dipertontonkan di depan mata keluarga Firli. Bila bukan karena bantuan jin, tentu tidak ada manusia yang mampu melakukan atraksi ini. Membedah dan mengeluarkan paku dari tubuh Firli.

Bagi kita, meminta bantuan jin tidak ada untungnya. Justru akan menambah dosa dan kesalahan. Begitulah Allah menyebutkannya dalam surat al-Jin ayat 6.

Delapan tahun Firli berkelana, berpindah dari satu dukun ke dukun. Tidak tanggung- tanggung. Kalau ada rekor terbanyak berobat ke dukun, Fırli layak mendapat nominasi. Ratusan dukun telah didatangi. Semuanya membawa keunikan dan kisah masing-masing. Tapi sayang ini rekor dalam keburukan. Rekor yang tidak perlu terulang.

Terakhir kali, Firli tersandung dengan dukun yang memanfaatkan pasiennya sebagai mediator pemanggilan jin. Firli yang terpilih di antara pasien wanita yang ada. la memang sempat merasakan manisnya bersama Ki Diro. Tapi itu hanya sesaat.

Beruntung. suami Firli sempat melihat sinetron Astaghfirullah. Dari sanalah hidyah Allah mengalir. Firli dipertemukan dengan terapi ruqyah. Yang pada akhirnya mengakhiri petualangannya berobat dari satu dukun ke dukun yang lain. Semuanya telah berakhir.

“Cukuplah masa lalu itu menjadi catatan kelam. Saya ingin menggantinya dengan tinta emas. Bahwa seberat apapun derita seseorang tidak seharusnya membuat gelap mata dan menempuh segala cara untuk mencari kesembuhan.” kata yang indah dikenang.
Ghoib, Edisi 58 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN