Tersesat di Persimpangan Jalan

Pagi itu cuaca cerah. Perjalanan melewati 3 propinsi begitu menyenangkan. Hari masih gelap, ketika reporter Majalah Ghoib berangkat dari kota Bogor yang sejuk. Memasuki wilayah ibukota negara, kemacetan terlihat di sana-sini. Selama perjalanan, Majalah Ghoib berdiskusi dengan seorang Bapak Guru, mengenai nasib pendidikan di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini. “Pendidikan di negara kita, masih perlu ditingkatkan kualitasnya,” tegasnya. Menjelang siang, Majalah Ghoib tiba di kota Tangerang. menuju kantor cabang Ghoib Ruqyah Syar’iyyah di Jalan Beringin Raya No. 139 D. Sekitar 15 menit, Majalah Ghoib berjalan menyusuri Jalan Beringin Raya yang panasnya mulai menyengat. Waktu menunjukkan pukul 9 lebih 48 menit, ketika Majalah Ghoib menemukan papan nama kantor yang dicari. Sebuah gedung berlantai 3, nampak sangat Islami. Pada lantai satu dibuka toko buku dan pakaian muslim. Beberapa orang nampak sedang asyik membaca buku, sebelum akhirnya memutuskan untuk membelinya. Berbagai stiker nasehat disebar pada semua lantai, untuk memberikan pengertian kepada para pasien yang datang. “Dilarang berbicara dan melihat kecuali yang haq.” begitulah kira-kira, pesan yang tertulis pada sebuah stiker di lantai dua.

Hari itu, Ustadz Rifwan (pimpinan cabang Tangerang), hanya meruqyah seorang diri. la nampak sibuk memberikan nasehat kepada seorang ibu, sebelum menjalani terapi ruqyah. Pak Sibli, seorang Supervisor di sana, nampak sibuk mengurusi administrasi pasien yang datang pagi itu. Sementara dua orang peruqyah lagi, belum datang karena berbagai keperluan. Karena itulah Majalah Ghoib (yang terdiri dari Reporter Rahmat Ubaidillah, Ust Rifwan Pimpinan Ghoib Ruqyah Syar’iyyah cabang Tangerang, beserta Bapak Sibli-Supervisor) baru bisa berangkat ke rumah Fauzan (23) jam 14 lebit 8 menit. Syukurnya, kediaman Fauzan, hanya beberapa blok saja dari kantor cabang Tangerang. Kamipun meluncur ke sana, dengan menggunakan sepeda motor. Sepuluh menit kemudian, kami tiba di rumah Fauzan yang siang itu tampak sepi, Setelah mengucapkan salam, Fauzan mempersilahkan kami masuk, sambil bergegas memanggil ibunda tercintanya.

Ruangan tamu yang diisi dengan kursi mebel itu, nampak bersih dan rapih. Di atas meja, terpajang sebuah vas bunga yang menambah asri pemandangan. Sebuah pajangan gambar Mekah, bersandar pada dinding rumah. Sementara dipojokkan rumah, beraneka corak dan warna payung, tersimpan dengan rapi pada sebuah wadah. Sambil melepas lelah, Bapak Sibli melihat lihat foto, saat Fauzan wisuda selepas merampungkan kuliah diplomanya. Ibunda Fauzan datang menyalami kami, sambil mengucapkan terima kasih atas kunjungan kami. Setelah itu, ia masuk ke dalam untuk mengambilkan air pelepas dahaga. “Bagaimana perkembangan antum setelah diruqyah sekali?”, tanya Ustadz Rifwan kepada Fauzan. “Alhamdulillah, 40% stamina saya sudah pulih kembali. Badan saya agak enteng, emosi juga sudah mulai terkendali,” tegas pemuda yang sedang berusaha mencari pekerjaan ini. Sejak kecil Fauzan hidup dalam suasana keislaman yang awam. Seperti kebanyakan anak muda lainnya. Menginjak masa SMA, keinginanya untuk mempelajari dan mengamalkan agama begitu menggebu-gebu. la berusaha mencai seorang guru yang dapat membimbingnya memahami Islam dengan baik. Pada suatu saat, ia bertemu dengan seorang teman lama. Fauzan diajak mengaji pada sebuah perguruan di daerah Tangerang “Saya langsung tertarik, karena pengajian tersebut, katanya dapat membuat kita dekat dengan Allah, jelasnya dengan bersemangat.

Pertama mengaji, ia disuruh membaca amalan-amalan doa dan dzikir. Awalnya, ia merasa hal itu adalah wajar. Lama-kelamaan ia merasakan  kejanggalan. la diperintahkan untuk membaca doa dan dzikir pada sebuah sumur dan goa. Semuanya ia lakoni. Puncaknya, ketika ia diharuskan mengamalkan bacaan LAA ILAHA ILLALLAH sebanyak 100.000 kali dalam satu minggu. Itu pun masih ia jabani. Setelah menjalankan amalan tersebut sebanyak tiga kali, ia merasakan banyak perubahan dalam dirinya. “Saya jadi bisa menebak pikiran orang lain, memelet atau memberhentikan mobil dari jarak jauh Ustadz, bahkan bisa melihat makhluk halus,” jelasnya. Pada sisi lain, timbul kejanggalan yang membuatnya tersiksa. Badannya terasa berat untuk melaksanakan ibadah. Apa yang ia punyai selalu hilang. Pernah ia kehilangan HP hasil kerjanya, serta sebuah sepeda motor yang ia parkir di depan rumahnya. Yang terbaru, ia harus mengganti laptop temannya, seharga 6 juta, setelah ia menjatuhkannya. “Hidup saya apes terus, belum lagi perasaan was-was selalu menghantui,” kenangnya. Bahkan yang lebih parah. Sejak ia masuk perguruan itu tahun 2000 sampai 2002, ia tidak pernah mengerjakan shalat sebagaimana umumnya. “Shalat saya hanya diam saja, sambil mengingat Allah, persis seperti pemahaman Syekh Siti Jenar”, imbuhnya.

Awal tahun 2003, ia kembali terhenyak, setelah membaca buku tentang tuntunan sholat. Hatinya bergolak la merasa apa yang dilakukannya selama ini adalah salah la berusaha mencari seseorang yang dapat membantu dirinya. la ingin bertaubat. Lewat kakak kandungnya, ia disuruh untuk menemui Bapak Sibli untuk menjalani terapi ruqyah. “Sebenarnya, saya sering lihat plang ruqyah, dan ada keinginan ke sana. Setelah kakak saya memberikan jalan, baru saya memberanikan diri kesana,” ujarnya sambil memandangi stiker sebuah partai dakwah yang berjejer di kaca rumahnya. Saat diruqyah pertama kali, ia hanya tertidur pulas. Ia merasakan berada pada sebuah danau yang tenang. la berdzikir sambil memegang tasbih, di dekat sebuah pohon yang indah. la menyaksikan seseorang berjubah putih, yang berjalan di tengah-tengah danau. “Setelah tersadar, saya hanya bertanya kepada ustadz yang meruqyah. Ada di mana saya Ustadz?”,tambahnya. “Setelah saya diruqyah, ibadah saya sudah mulai jalan lagi. Dan saya ingin menjadi orang yang lebih baik dari sekarang,” harapnya menutup cerita.

Ustadz Rifwan yang sedari tadi memper- hatikan Fauzan, menjelaskan bahwa yang salah bukan pada dzikir-dzikir yang telah dibaca Fauzan. Tetapi dikarenakan jumlah dan waktu yang tidak mengikuti sunnah Nabi serta niat yang kita sampaikan. “Mari kita coba menjalankan Islam secara sempurna. Karena makna LAA ILAHA ILLALLAH, cakupannya sangat luas. Bukan hanya sekadar dibaca sebanyak 100.000 kali pada tengah malam buta. Tetapi kita harus memahami bahwa Allah itu pencipta kita. Dan kita harus beramal sesuai perintah-Nya. Itulah makna yang hakiki. Semoga Allah memperbaiki amalan kita yang telah lalu,” jelas Ustadz Rifwan. Hari semakin sore, matahari tidak lagi menyengat. Ustadz Rifwan kemudian menjelaskan bahwa kantor Ghoib Ruqyah Syar’iyyah Cabang Tangerang siap membantu Fauzan sampai masalahnya tuntas. “Masalah biaya jangan terlalu dipikirin, Nt kan masih belum kerja. Yang penting sering main ke kantor aja,” ujar Ustadz yang pernah kuliah di LIPIA Jakarta ini. Sementara itu, Bapak Sibli sedang berusaha mencarikan pekerjaan untuk Fauzan. “Nt harus sabar dan terus berdoa kepada Allah,” tambah Bapak Sibli dengan senyumnya yang khas. Setelah banyak berbincang-bincang, kami pun pamit kepada Fauzan dan ibundanya. Sang ibu dan Fauzan mengantarkan kami hingga pintu rumah. Fauzan malah mengantarkan reporter Majalah Ghoib sampai ke daerah Karawaci, dengan sepeda motor milik kakaknya. Kami pun berpisah pada sebuah jalan persimpangan tiga. Selamat berpisah saudaraku. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita, agar tidak terjerumus kembali pada persimpangan jalan yang menyesatkan. Selamat berjuang.

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 64 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN