Pandangan mata adalah anak panah Iblis yang beracun, kata Rasulullah dengan tegas. Jelas, masalah pandangan mata bukan masalah yang kecil. Penyebutannya sebagai panah Iblis menjadi bukti yang tidak terelakkan. Iblis sadar betul kekuatan pandangan mata hingga menjadikannya sebagai senjata utama.
Kesaksian edisi ini menjadi bukti yang kesekian. Farah, seorang ibu rumah tangga, menjadi korban panah beracun Iblis. Farah memang telah menikah. Sebagai seorang wanita yang aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, Farah tidak bisa membatasi diri dalam komunitas perempuan.
Di sinilah awal derita itu bermula, seperti diakui Farah sendiri. Seiring dengan pertemuan demi pertemuan. Tatapan demi tatapan, syetan meluncurkan panah-panah asmaranya. Keberadaan Farah dan Bima yang masing-masing telah berkeluarga justru menjadi ladang emas bagi syetan. Ibarat pepatah, sekali mendayung dua, tiga pulau terlampaui. Sekali melepas anak panah dua keluarga tercerai berai. Itu harapan Iblis.
Berasal dari sebuah tatapan mengalir menjadi benih-benih kekaguman. Senyumnya yang menawan, pandangan matanya yang sejuk atau tutur katanya yang manis, semua itu terus terbayang. Mulanya, Farah menganggap itu hal yang biasa, seorang wanita kagum dengan lawan jenis atau sebaliknya.
Di sini, syetan mulai memegang kendali. Seperti yang dikatakan Ibnu Qayyim dalam kitabnya al-Jawabul Kafi liman Sa ala aniddawa isy Syofi pandangan mata sebagai penunjuk jalan dan utusan syahwat. Barang siapa yang membiarkan pandangan matanya, maka berarti dia merelakan dirinya terjerumus ke jurang kehancuran.
Karena itu, sedari awal seharusnya setiap muslim memegang teguh sabda Rasulullah “Janganlah kamu ikuti satu pandangan dengan pandangan yang lain, sebab pandangan yang pertama menjadi milikmu (halal) sedangkan pandangan yang kedua bukan milikmu (haram)” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi), Ini adalah jalan keluar terbaik sebelum terjerembab terlalu dalam.
Kenyataannya, di tengah masyarakat yang menganut faham pergaulan bebas. Budaya perselingkuhan semakin membudaya. Istilah ser for launch juga bukan lagi rahasia umum. Cinta lokasi, juga bukan berita asing di negeri ini. Semuanya bermula dari pandangan mata yang bebas tanpa batas. Tanpa ada keinginan untuk memalingkan diri atau justru menghindari kontak yang semakin jauh.
Namun, semua itu masih tidak bisa menutupi kegelisahan jiwa. Ketika pandangan mata melahirkan gejolak hati, gejolak hati akan menimbulkan kemauan. Kemudian kemauan itu semakin kuat sehingga menjadi keputusan yang kuat. Akhirnya timbullah perbuatan selama tidak ada penghalangnya.
Karena itu ada orang yang mengatakan. “Sabar dalam menahan pandangan mata adalah lebih mudah daripada sabar menahan bahaya yang terjadi sesudahnya. Farah telah merasakan akibatnya. Bertahun-tahun, ia hidup dalam bayangan cinta semu. Pada satu sisi, ia terikat dalam jalinan perkawinan dengan Roni. Tapi pada sisi lain, ia tidak menafikan gejolak perasaan yang muncul dalam hatinya.
la pun tidak lagi bisa mengendalikan bisikan hatinya. Bisikan yang sulit dikendalikan. Ibnu Qayyim dalam kitabnya of-Jowobul Kafi liman Sa’ala aniddawa isy Syafi mengatakan. “Bisikan hati adalah suatu hal yang sulit dikendalikan. Karena ia adalah pangkal dari kebaikan dan kejahatan. Dari bisikan hati timbul kehendak, cita-cita dan tekad bulat. Oleh karena itu barangsiapa mampu menjaga bisikan hatinya, ia akan dapat mengekang hawa nafsunya.”
Bisikan itu senantiasa mendekam dalam hati whingga menjelma menjadi sebuah angan-angan semu “Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, api bila didatanginya, dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. An- Nur: 39).
Bisikan hati itu tidak lagi terkendali. Hingga Farah harus cemburu kepada Bima. Padahal, ia bukan suaminya. Terlebih bila ia juga harus cemburu kepada Jeng Ike, istri Bima yang sesungguhnya.
Bayang-bayang cinta semu yang semuanya bermula dari pandangan mata. Tidak salah bila kita mengutip pepatah yang sangat terkenal “Dari mana datangnya lintah, dari sawah turun ke kali. Dari mana datangnya cinta, dari mata turun ke hati.”
Karena itu jagalah mata, bila din ini ingin selamat. Kisah seorang sahabat yang menabrak tembok sangat menarik untuk dijadikan pelajaran.
Lantaran seorang wanita cantik yang menarik perhatiannya. hingga ia pun tidak lagi memperhatikan jalan di depannya. Tembok pun ditabrak. Tanpa ampun, hidungnya berdarah. Tapi sahabat tersebut tidak menyeka darahnya. la membiarkannya sampai bertemu Rasulullah dan mengakui kesalahannya.
Farah dan Bima memang tidak terjerumus lebih dalam. Cinta mereka hanya sebatas dalam bayang-bayang. Dan berakhir dengan perpindahan Bima ke Surabaya. Berakhir ketika mata tidak lagi dimanjakan dengan melihat orang yang mengisi sebagian dari hatinya. Sepuluh tahun kemudian, Farah baru menyadari bahwa selama ini ia hidup dalam permainan pelet Bima.
Ghoib, Edisi No. 62 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M