Thufeil Bin ‘Amr Ad Dausi, Kecerdasannya Membawa Cahaya

Di bumi Daus, dari keluarga yang mulia dan terhormat, lahirlah Thufeil bin Amr ad-Dausi. la dikaruniai bakat sebagai penyair, sehingga nama dan kemahirannya termasyhur di kalangan suku-suku di daerahnya. Di musim ramainya pekan ‘Ukadh, tempat berumpul dan berhimpunnya manusia untuk mendengar dan menyaksikan penyair penyair Arab yang datang berkunjung dari seluruh pelosok, serta untuk menonjolkan dan membanggakan penyair masing-masing, Thufeil mengambil kedudukannya di barisan terkemuka. Walaupun bukan pada musim Ukadh, ia sering pula ke Mekkah.

Pada suatu ketika, saat ia berkunjung ke kota suci itu, Rasulullah telah mulai melahirkan dakwahnya. Orang-orang Quraisy takut, kalau kalau Thufeil menemuinya dan masuk Islam. Oleh karena itu, mereka selalu melingkunginya dan menyediakan segala kesenangan dan kemewahan untuk melayani dan menerima kedatangannya sebagai tamu. Mereka juga menakut-nakutinya agar tidak berjumpa dengan Rasulullah.

Dan marilah kita dengarkan Thufeil menceritakan sendiri kisahnya, “Demi Allah, mereka selalu membuntuti saya, hingga saya hampir saja membatalkan niat untuk menemui dan mendengar ucapan Rasulullah. Dan ketika saya pergi ke Ka’bah, saya tutup telinga dengan kapas, agar bila Rasulullah berkata, saya tidak mendengar perkataannya……… Kiranya saya lihat Rasulullah sedang shalat dekat Ka’bah, maka saya bediri di dekatnya, taqdir Allah menghendaki agar saya mendengarkan sebahagiaan apa yang dibacanya, dan terdengarlah perkataan yang baik.”

Lalu saya berkata kepada diri sendiri, “Wahai malangnya ibu saya kehilangan saya! Demi Allah, saya ini seorang yang pandai dan jadi pernyair, serta mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Maka apa salahnya, jika saya mendengarkan apa yang diucapkan laki-laki itu? Jika yang dikemukakannya itu barang baik, dapatlah saya terima, dan seandainya jelek, dapat pula saya tinggalkan….. Saya menunggu sampai ia berpaling hendak pulang ke rumahnya, lalu saya ikuti hingga ia masuk rumah. Saya iringkan dari belakang dan saya katakan kepadanya, “Wahal Muhammad! Kaummu telah bercerita begini dan begitu tentang dirimu! Demi Allah, mereka selalu menakut-nakuti saya terhadap urusanmu, hingga saya tutup telinga saya dengan kapas, agar tidak mendengar perkataanmu. Tetapi iradah Allah, menghendaki agar saya mendengarnya. Dan terdengarlah ucapan yang baik, maka kemukakan apa yang menjadi urusanmu itu!” Rasulullah pun mengemukakan tentang Agama Islam dengan terperici dan ia juga membacakan al-Qur’an.

Sungguh! Demi Allah, saya tidak pernah mendengar satu ucapan pun yang lebih baik dari itu, atau suatu urusan yang lebih benar dari itu! Maka saya pun masuk Islam. Saya ucapkan syahadat yang haq, lalu saya berkata. “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya saya ini orang yang ditaati oleh kaum saya, dan sekarang saya akan kembali kepada mereka, serta akan menyeru mereka kepada Islam. Maka doakanlah kepada Allah. Agar saya diberi-Nya suatu tanda yang akan membantu saya mengenai soal yang kuserukan pada mereka itu. Rasulullah pun berdoa, “Ya Allah! Jadikanlah, baginya suatu tanda…”

Dalam kitab suci-Nya, Allah Ta’ala telah memuji Thufeil Bin Amr Ad Dausi dengan firman Nya. “Orang-orang yang mendengarkan perkataan, lalu mengikutinya yang terbaik di antaranya…. ” Nah, sekarang kita bertemu dengan salah seorang di antara mereka itu. Dan ia merupakan suatu gambaran yang tepat mengenai fithrah yang cerdas.

Demi telinganya mendengar sebagian ayat ayat, mengenai petunjuk dan kebaikan yang diturunkan Allah atas qalbu hamba-Nya, maka seluruh pendengaran dan seluruh hatinya terbuka selebar-lebarnya. Diulurkan tangannya untuk berbaiat kepada Rasulnya. Tidak hanya sampai di sana, tetapi dengan cepat ia membebani dirinya dengan tanggung jawab untuk menyeru kaum dan keluarganya kepada agama yang haq dan jalan yang lurus ini.

Oleh sebab itu, baru saja sampai di rumah dan kampung halamannya, Daus, Thufeil langsung mengemukakan kepada bapak, ibu dan istri tercintanya tentang aqidah yang terkandung dalam hatinya. Dan diserunya mereka kepada Islam, yakni setelah menceritakan perihal Rasul yang menyebarkan agama itu, tentang kebesaran dan kesucian, amanah dan ketulusan serta ketaatannya pada Allah Robul ‘alamin. Dan pada waktu itu juga, mereka masuk Islam.

Tatkala, hatinya menjadi tentram karena Islam telah meliputi rumahnya, ia pun berpindah tempat kepada sanak keluarga, bahkan kepada seluruh penduduk Daus. Tetapi tak seorangpun di antara mereka yang memenuhi seruannya memeluk Islam, kecuali Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Kaumnya menghina dan mengucilkannya, hingga akhirnya hilanglah kesabarannya terhadap mereka. Maka dinaikinya kendaraannya menempuh padang pasir dan kembali menemui Rasulullah. la mengadukan halnya dan membekali diri dengan ajaran-ajarannya.

Tetapi alangkah terpesonanya Thufeil, ketika dilihatnya Rasulullah mengangkat kedua tangannya ke langit seraya berkata, “Ya Allah, tunjukilah orang-orang Daus, dan datangkanlah mereka ke sini dengan memeluk Islam…..! Lalu sambil berpaling kepada Thufeil, Rasulullah berkata, “Kembalilah kamu kepada kaummu, serulah mereka dan bersikap lemah lembutlah kepada mereka!”

Peristiwa yang disaksikannya ini memenuhi jiwa Thufeil dengan keharuan dan mengisi ruhnya dengan kepuasaan, lalu dipujinya Allah setingi- tingginya, yang telah menjadikan Rasulullah sebagai guru dan pembimbingnya, dan menjadikan Islam sebagai agama tempat berlindungnya.

Thufeil bangkit. la kembali ke kampung halamannya dan menemui kaumnya. Di sana, ia terus mengajak mereka kepada islam secara lemah lembut, sebagaimana dipesankan Rasulullah.

Dalam pada itu, selama tenggang waktu yang dilaluinya, di tengah-tengah kaumnya, Rasulullah berhijrah ke Madinah, dan telah terjadi perang Badar, Uhud dan Khandak. Tiba-tiba ketika Rasulullah sedang berada di Khaibar, yakni setelah kota itu diserahkan Allah ke tangan kaum muslimin, satu rombongan besar yang terdiri dari delapan puluh keluarga Daus datang menghadap Rasulullah, sambil membaca tahlil dan takbir. Mereka lalu duduk di hadapannya, mengangkat bai’at secara bergantian. Sungguh sebuah prestasi perjuangan yang sangat dahsyat. Orang-orang Daus tersebut berada di barisan suci bersama Rasulullah, dalam memperjuangkan akidah yang haq.

Pada pertempuran Yamamah. Thufeil berangkat bersama kaum muslimin dengan membawa puteranya Amr bin Thufeil. la menyiapkan pedangnya dengan gagah dan diterjuninya pertempuran tersebut dengan semangat berqurban dan berani mati. Akhirnya, tubuhnya rubuh oleh tusukan senjata musuh, sementara sinar matanya memberi isyarat kepada puteranya, agar ia tetap waspada. Thufeil telah menemui syahidnya. Menghadap Allah Azza wa jalla, untuk mendapatkan surga yang telah dijanjikan kepada para pejuang yang terus mengorbankan harta, jiwa dan raganya demi tegaknya cahaya Allah di muka bumi ini dengan ikhlas.

 

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 36 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN