“Tidak Sembarang Orang Bisa Mendapatkan Hikmah”

 

  1. Abdul Wahid Ghazali, S.Ag

(Pimpinan Pondok Pesantren “Assalam”, Malang, Jawa Tirnur)

Kerancuan mengenai pemahaman ilmu hikmah sudah terjadi di masyarakat luas, sejak dahulu Mereka sulit membedakan, mana yang benar-benar orang yang mendapatkan hikmah dari Allah SWT, atau yang gadungan. Tidak sedikit dari mereka telah tertipu oleh orang-orang yang mengaku mendapatkan ilmu hikmah. Bahkan banyak pula, yang telah terjerembab pada ritual-ritual ngawur, tanpa dasar agama.

Untuk membahas lebih dalam mengenai hal ini, Majalah Al-Iman bil Ghoib mewawancarai Gus Wahid, seorang ulama asal Jawa Timur yang pernah berjibaku dalam masalah ini selama berpuluh-puluh tahun. Berikut petikannya.

Apa sebenarya pengertian dari ilmu hikmah yang berkembang di rnasyarakat secara umum?

Kebanyakan di masyarakat’ banyak yang sudah mengutakatik pengertian yang sebenarnya dari hikmah ini secara sembarangan. Pengertian hikmah dalam bahasa Indonesia’ sering diartikan bijaksana, atau suatu akhlaq yang sangat terpuji. Kemudian secara bahasa, ada pengembangan makna secara maknawi dari hikmah ini, yaitu ilmu yang dimiliki oleh seseorang, yang ilmunya itu tidak bisa dipelajari, yang merupakan pemberian langsung dari Allah SWT. kepada orang- yang dikehendaki-Nya. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam surat al-Baqoroh ayat 269. Tetapi pada perkembangannya, pengertian ini sering sekali tidak ada batasannya. Contohnya ada seseorang yang mengaku telah memiliki ilmu tertentu, kemudian diyakininya bahwa itu adalah pemberian dari Allah SWT sebagai ilmu hikmah, padahal dalam proses mendapatkannya ada unsur syirik atau sesuatu yang tidak sama seperti apa vang dicontohkan oleh Nabi.

Kalau ada orang yang mengamalkan wafaq, isim, atau azimat tetapi ia mengaku mendapatkan ilmu hikmah, bagaimana ini menurut Anda?

Ya itu sangat tidak tepat, karena berawal dari pemahaman vang salah. Makanva, itu menjadi tugas Majalah Ghoib untuk membahasnya secara tegas. Karena yang kita khawatirkan, nantinya ada orang yang merasa mempunyai ilmu hikmah yang berasal dari Allah SWT. Padahal apa yang ia lakukan tidak sesuai dengan ajaran Nabi, bahkan tidak ada referensinya dalam al-Qur’an dan sunnah. Mereka mengarang sendiri, seperti penggunaan benda-benda seperti wafaq, isim, atau azimat tadi. Pada aktivitas itulah, jin berperan memberikan masukan atau bisikan-bisikan yang kemuudian dianggap bisikan dari Allah SWT .

Kalau di daerah saya, pengertian orang yang mendapatkan ilmu hikmah bukan hanya sekedar pada cara orang yang.menggunakan benda-benda itu. Tetapi merupakan suatu hasil dari proses yang sebenarnya tidak pernah dicontohkan oleh Nabi. Misalnya seseorang yang bisa menghilang atau bisa terbang’ atau bisa mengetahui sesuatu yang belum terjadi (ramalan). Hal-hal seperti inilah yang sering disebut ilmu hikmah di masyarakat. Mereka lebih menekankan pada hasil bukan pada proses. Meski prosesnya itu terkadang ngawur, jauh dari tuntunan lslam. Seringkali orang terkecoh dengan penampilan seseorang yang mengaku mendapatkan ilmu hikmah. Orang yang mendapatkan ilmu hikmah sering di identifikasikan sebagai orang yang beratribut ustadz, memakai jengggot atau berpakaian ala ulama, dan lainnya. Padahal belum tentu. Bisa saja mereka mendapatkan ilmu hikmah tersebut, dengan cara-cara yang salah.

Kalau begitu bagaimana cara membedakan, antara orang yang benar-benar mendapatkan hikmah, dengan orang yang mengaku mendapatkan ilmu hikmah dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan Nabi?

Kita bisa membedakannya dari prilaku orang itu. Jika prilakunya itu tidak sesuai dengan syari’at dan sunnah Rasulullah SAW, pasti itu bukan hikmah yang dimaksud dalam al-Qur’an. Apalagi jika orang itu menjalankan aktivitas sihir dan sejenisnya. Kita harus hati-hati benar tatkala ada yang mengaku atau diberi gelar mempuyai ilmu hikmah. Kita harus tahu amalan yang dilakukan orang tersebut. Bagaimana ia mengajarkannya kepada orang lain. Seperti bacaannya saat ia berhadapan dengan orang lain. Kita harus telaah, apakah amalan yang dibacanya itu pernah diajarkan oleh Nabi atau tidak. Atau juga jumlah amalan yang mereka baca, apakah sesuai dengan sunnah Nabi. Sebab yang namanya hikmah itu adalah dalil. Berapa banyak kata hikmah terdapat dalam al-Qur’an, yang kurang lebih artinya adalah sunnah-sunnah Rasulullah SAW dan hokum-hukum dalam lslam. Kalau tidak sesuai dengan itu, maka amalan orang itu sesat. Orang yang mendapatkan ilmu hikmah yang tidak sesuai dengan Nabi, biasanya suka meramal orang. Belum ditanya, sudah tahu masalah orang. Cara kerja mereka itu, ada yang memang mendapatkan bisikan dari jin, ada juga yang memang ngawur.

Dulu ketika saya masih jadi dukun, sering saya padukan antara bisikan dengan ngawur atau improvisasi, ditambah ilmu psikologi sedikit (tertawa). Sementara ciri-ciri orang yang mendapatkan hikmah atau karomah dari ibadahnya, ia tidak akan seperti mereka. Kadang-kadang orang-orang shalih itu, jika mendapatkan sebuah peristiwa yang diluar kekuataan manusia, ia malah menyembunyikan hal itu. Dari fisiknya, orang-orang shalih akan terlihat berusaha menjauhi perkara-perkara yang tidak berguna seperti merokok. Tidak mungkin kukunya panjang. Mereka rambutnya rapi, tidak gondrong yang acak-acakan.

Baru-baru ini saya sangat menyayangkan pernyataan dari seorang ulama dalam sebuah acara di Malang. Ulama itu membahas tentang Syekh Siti Jennar. Katanya, Syekh Siti Jennar itu adalah seorang wali yang melanggar etika wali. dimana etika wali itu adalah tidak boleh menceritakan ilmu hikmah (peristiwa) yang belum terjadi. Syekh Siti Jennar itu menurutnya menceritakan ilmu hikmah yang dimilikinya, akhirnya Syekh Siti Jennar dihukum bunuh. Lah, saya tidak setuju dengan cerita ini. Yang pertama saya masih mempertanyakan apakah Syekh Siti Jennar itu ada atau tidak. Kalau pun ada, yang sudah berkembang di masyarakat bahwa aliran dari Syekh Siti Jennar itu adalah wihdatul wujud. Kalau orang Jawa bilang manunggaling gusti-ia telah menjadi satu dengan Tuhan. Menurut saya pemahaman wihdatul wujud itu tidak benar.

Sebenarnya bentuk ritual apa saja yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan ilmu hikmah yang cara-caranya tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW?

Bentuk bentuk ritualnya biasanya sangat menyiksa diri. Biasanya mereka memakai dalil, “Siapa yang bersungguh-sungguh, maka itu untuk dirinya sendiri.” Tetapi dalam ritualnya ini tidak dengan dasar ilmu yang baik. Mereka biasanya berpuasa selama bertahun tahun, tidak pernah buka. Bahkan saya pernah menemukan seseorang yang menjalankan ritual, pada hari tasyrik pun puasa. Saya ingatkan dia mengenai hal itu. Ia jawab, “Gus, saya hari ini tidak niat puasa, tetapi saya tidak makan saja.” Jawabannya membingungkan. Alhamdulillah, sekarang orangnya sudah taubat. Sengaja saya tidak beberkan secara jelas di sini, karena takut nanti ada yang melaksanakannva. Selain amalan seperti tadi, ada juga amalan yang berupa bacaan. Saya ingatkan kepada mereka, kalau berdoa redaksinya harus benar. Dan meminta hanva kepada Allah SWT, bukan kepada yang lain. Karena di Jawa sudah banyak beredar doa yang bukan menvebut Allah SWT, tetapi menvebut nama Jin. Pemah juga saya menemukan orang yang rnelakukan ritual di sebuah pulau. Di sana rnereka berdzikir, puasa, makan dari apa yang ada dis sana, mengasingkan diri, tidak bermasvarakat. Padahal pulau itu pulau hutan lindung. Seteiah kita tanya alasanya, jawabannya karena ia merasakan ketenangan hati. Padahal dalam Islam cara-cara seperti ini tidak dibenarkan. Karena orang diluar lslam juga bias merasakan ketenangan lewat bertapa seperti itu. Begitu juga dengan orang yang memakai narkoba, mereka pun merasakan ketenangan sesaat. Jadi di dalam lslam, ketenangan yang dicari sifatnya tetap, bukan sementara. Ritual-ritual seperti ini, lebih mendahulukan nafsunya.

Nyatanya orang-orang seperti ini sering mengaku mendapatkan kekuataan atau bisikan ghaib. Mereka bisa mengobati, bisa meramal. Darimana sebenarnya mereka mendapatkan kekuatan itu?

Wah itu pasti dari syetan. Tidak nungkin dari Allah SWT. Kita telusuri beberapa kitab yang terpercaya, di dalamnva kira ketemukan bahwa pengertian hikmah itu adalah kepahaman kepada agama, dengan kecerdasan dalam mengamalkannya sesuai dengan syari’at.Allah SWT. Sementara amalan-amalan yang salah itu, pasti ada peran dari jin.

Sejak kapan sebenarnya ilmu hikmah ini mulai berkembang?

Saya sendiri tidak begiru tahu secara pasti. mungkin saja sejak berkembangnya ilmu sihir dimasa lalu. Kebanyakan mereka yang mempelajari ilmu hikmah itu, salah dalam memahami peristiwa Nabi Khiddir dan Nabi Musa. Mereka menganggap bahwa Allah SWT, rnengunggulkan Nabi Khiddir atas Nabi Musa, jadi setiap manusia bisa seperti Nabi Khiddir. Mereka menganggap bahwa hikmah bisa mengalahkan syari’at. ini jelas pandangan yang keliru. Ilmu-ilmu hikmah yang salah itu, biasanya miskin referensi. Tidak jelas tinjauan ilmiahnya.

Apakah benar wali songo itu mengembangkan mengembangkan Islam dengan mengamalkan ilmu hikmah?

Yang harus kita yakini, mereka adalah wali-wali Allah yang memiliki kedalarnan ilmu, yang kemudian diberi penjagaan oleh Allah SWT. Mereka mendapatkan hikmah karena mereka mujahid dakwah. Ketika kita mernahami tentang wali songo. Ada beberapa cerita khurafat (rnengada-ada) yang harus kita luruskan, karena itu tidak benar. Contohnya proses mencari ilmunya Sunan Kalijaga. Dikisahkan bahwa Sunan Kalijaga yang memiliki nama asli Raden Said,  rnerampok untuk  menolong orang. Suatu saat ia juga merampok seorang sunan lainnya, kemudian sunan yang dirampok ini rnenunjuk suatu buah, kemudian buah itu menjadi emas. Akhirrrya Raden Said ini takjub dengan sunan itu dan berguru kepadanya.

Cerita ini wajib kita tolak. Apalagi ketika dikisahkan bahwa Raden Said dalam menuntut ilmu agama hanya disuruh duduk saja dipinggir kali selama bertahun-tahun, sarnpai tongkatnya rnenjadi pohon yang lebat.  Tiba-tiba Raden Said ini menjadi wali yang bernama Sunan Kaiijaga. Cerita ini wajib kita tolak dan saya selalu menjelaskannya seperti ini. Raden Said itu  pernah belajar kepada seorang sunan (Sunan Bonang) yang pesantrennya berada di pinggir sungai, Raden Said belajar lama di sana selama bertahun-tahun dengan benar. Kalau ada orang yang belajar ilmu Sunan Kalijaga dengan hanya bertapa dipinggir sungai, nanti ia akan menjadi seorang Sunan Jogokali (penjaga kali).

Kalau begitu, apa sebenarnya hikmah yang dimaksud dalam al’Qur’an?

Kalau di dalam al-Qur’an diielaskan bahwa orang yang mendapatkan hikmah itu adalah orang-orang shalih seperti para Nabi dan Rasul. Ada juga seseorang yang bukan nabi, tetapi mendapatkan hikmah yaitu Lukman. Dengan syarat-syarat tertentu, bahwa orang yang mendapatkan hikmah itu adalah sebuah hasil dari amalan yang istiqomah, yang berdasarkan ilmu syari’at. Dan sangat kuat memegang sunah-sunah nabi. Maka, Allah SWT akan memberikan kecerdasan kepadanya. Generasi sekarang, bisa saja orang mendapatkan hikmah, dengan memahami ilmu agama dan mengamalkannya dengan benar. Tanpa dicampuri oleh perbuataan yang melanggar syari’at seperti amalan-amalan yang menyimpang. Wallahu a’lam

 

ghoib ruqyah syar’iyyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN