Tipologi Pengguna Jasa Peramal dan Ramalan

  1. Bertanya peramal hanya sekadar iseng

Maka hukumnya seperti yang disabdakan Rasulullah dalam hadits yang berbunyi, “Barangsiapa mendatangi peramal lalu bertanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari” (HR. Muslim) Dalam riwayat tersebut tidak tercantum kalimat “Lalu membenarkannya” Hanya bertanya saja, baik itu pertanyaan yang serius atau iseng. Karena betapa banyak orang yang mengkonsumsi ramalan, yang awal mulanya iseng, lalu secara pelan namun pasti ia membenarkannya dan akhirnya kecanduan. Dan dengan adanya sanksi di akhir riwayat di atas, menunjukkan bahwa perbuatan tersebut dilarang syari’at. Karena tidaklah sanksi dan hukuman diberikan Allah, kecuali bagi yang melakukan kesalahan dan dosa.

 

  1. Bertanya peramal lalu membenarkan yang dikatakannya

Dan biasanya sampai mempraktekkan dan menjadikannya sebagai solusi permasalahannya. Jika demikian berarti ia telah kufur, berdasarkan sabda Rasulullah, “Barangsiapa yang mendatangi peramal atau dukun lalu membenarkan atas apa yang dikatakannya, maka ia telah kufur terhadap yang diturunkan kepada Nabi Muhammad (al-Qur’an dan Hadits).” (HR. Ahmad dan dishahihkan al-Albani).

 

  1. Bertanya ke peramal dengan tujuan untuk mengujinya

Tentu saja tidak untuk mempercayai apa yang dikatakannya. Maka ia tidak termasuk dalam kategori hadits di atas. Rasulullah pernah bertanya ke Ibnu Shayyad (seorang peramal di era jahiliyah), Beliau bertanya, “Apa yang sedang aku sembunyikan darimu? la men jawab: ‘Ad-Dukh’ (padahal Rasulullah sedang menyembunyikan tulisan ayat ke sepuluh dari surat Ad-Dukhan). Lalu Rasulullah menimpalinya, ‘Diam…!!! berita (jinmu) belum sampai kepadamu.” (HR. Muslim). Hadits tersebut menceritakan tentang pertanyaan nabi kepada seorang peramal dengan tujuan mengujinya. Ini menunjukkan bahwa hal tersebut tidak dilarang.

 

  1. Bertanya ke peramal untuk menyingkap kebohongannya

Kalau datangnya seseorang ke peramal untuk menyingkap kebohongan dan kesesatannya, sekaligus juga untuk membongkar tipu dayanya terhadap masyarakat. Maka hal ini diperbolehkan, bahkan dianjurkan sebagai bagian dari amar ma’ruf dan nahi munkar. (Lihat Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid. 2/49).

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 31 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN