Tolak Tegas Rayuan Dukun Sejak Detik Pertama

Harta dan jabatan itu ujian. Dari sisi enak atau tidaknya. Kerja dan prestasi yang kita capai adalah juga ujian. Dari segi sukses atau gagalnya. Maka Allah swt selalu mengingatkan kita tentang pentingnya meletakkan harta, jabatan, serta prestasi prestasi yang kita raih, dalam perspektif yang lurus. Allah swt menjelaskan, “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfal. 35).

Keyakinan yang mendalam tentang prinsip ini, menjadi kebutuhan mendasar setiap mukmin. Selain sebagai penguat semangat, penunjuk arah, keyakinan seperti itu adalah juga perisai yang kuat di saat seorang mukmin mulai menghadapi godaan dan ujian hidup. Seperti Anggraeni yang mulai merasakan ujian itu, ketika capaian prestasinya mencapai puncaknya. Saat itu yang ada justru ketidaktenangan. Ada setumpuk problem, juga lalu lintas komunikasi kerja yang kacau.

Permasalahan seorang direktur tentu berbeda dengan permasalah seorang office boy. Beban dan tanggung jawab seorang direktur tentu sangat tidak sama dengan beban dan tanggung jawab seorang pencatat administrasi. Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin besar dan berat tanggung jawabnya. Tetapi semua itu semakin rumit dan kompleks, ketika Anggraeni secara perlahan mulai terlibat dengan dunia perdukunan. Ketika Ki Brojol datang ke rumah tetangganya. Lalu sesudah itu sering ke rumahnya.

Ada dua catatan mendasar yang layak kita renungkan atas keterlibatan Anggraeni dengan ulah si Dukun. Pertama, dari sisi sang dukun. Betapa Ki Brojol begitu ‘ulet’, terus menerus, tak kenal lelah untuk merayu. Kadang bahkan dengan cara mendesak, menakut-nakuti, memaksa, dan membuat klaim-klain bahwa ia sangat tahu tentang dunia ghaib.

Seperti itulah umumnya ulah dan kelakukan seorang dukun. Sebab, seperti itu pula tabiat ‘maha guru’ para dukun. Yaitu syetan-syetan terkutuk yang selalu menjadi tempat dukun-dukun itu mengabdi. Sebagai makhluk yang sudah memilih untuk menggoda manusia, syetan-syetan itu selalu melakukan upaya yang tak kenal henti. Allah menjelaskan bagaimana syetan itu berusaha untuk menggoda manusia, dengan berbagai upaya dan cara. Syetan-syetan itu bersumpah dan mengatakan, “Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (QS. Al-A’raf: 17).

Begitu pula yang dilakukan Ki Brojol, ia terus berupaya melakukan pendekatan. Mulanya menyapa dengan ramah, menawarkan jasa untuk mengusir jin di kamar 21, katanya. Menebak, mengklaim. Begitu-lah. Segalanya ditampakkan sedemikian menawan. Tetapi di balik itu semua ada niatan keji, kemauan jahat. Sebab ia bekerja atas dasar kebiasaan, transaksi dan ikatan dengan syetan- syetan yang keji lagi sangat jahat.

Kedua, bahwa dalam kasus keterlibatan Anggraeni dengan dukun, yang juga perlu dicatat di sini ialah sikap Anggraeni yang kurang tegas sejak semula. Terlihat sekali betapa setiap kali Ki Brojol menawarkan berbagai hal, pada mulanya Anggraeni menolak. Memang segalanya tidak berubah drastis. Anggraeni toh masih punya kekhawatiran, ketakutan, dan juga penolakan secara kalkulasi rasional. Modal dasar kesadaran itu sudah ada. Penolakan-penolakan di dalam hati adalah kekuatan yang masih menyala. Tetapi tidak adanya keberanian, menjadikan dirinya pada akhirnya terjerumus kepada hal-hal yang tidak diinginkan.

Maka, setelah dibujuk, dilakukan pendekatan, ia akhirnya menyerah dan tidak bisa menolak. Beberapa kali bahkan ia menyetujui hal-hal yang sangat meng guncang jiwa. Seperti dimandikan dengan kembang oleh si dukun itu. Bagaimana mungkin seorang beriman rela membiarkan auratnya dilihat oleh orang lain yang bukan siapa-siapa?

Sikap yang tidak tegas itu, ketika berhadapan dengan desakan yang terus- menerus, akhirnya mengantarkan seseorang kepada kegamangan. Puncaknya, orang selalu masuk ke wilayah yang selalu menyesatkan, yaitu ketika ia sampai pada sikap “antara percaya dan tidak percaya” tentang fenomema keganjilan yang dilihatnya. Ada belut di kolam yang katanya titisan kebaikan, uang lima juta amblas, katanya dikirim untuk orang miskin. Sulit mempercayai semua itu. Tapi semua itu dibiarkan begitu saja.

Dua pelajaran ini harus menjadi renungan setiap mukmin. Bahwa syetan dan para antek-anteknya, para pelayan-pelayannya, yaitu para dukun-dukun itu, akan terus berjibaku menyesatkan manusia: lelaki atau perempuan, kaya atau miskin, direktur atau kuli bangunan.

Tetapi sesungguhnya semua godaan dan tipu muslihat itu tidak ada artinya di hadapan iman dan ketegasan sikap. Semua itu tidak ada artinya di hadapan penyandaran yang kuat kepada Allah. Semua itu tidak ada artinya, bila kita berani melawan sejak kali pertamanya. Seorang mukmin harus berani menolak, berani berkata tidak, kepada segala hal yang meragukan. Terlebih bila nyata- nyata itu datang dari orang yang jelas-jelas dukun. Apapun gelar dan penampilan dukun itu.

Rasulullah dengan sederhana memberikan bimbingan, “Tinggalkan yang meragukan (hati)mu, dan beralihlah kepada yang tidak meragukan (hati)mu.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i). Nasehat ini sudah lebih dari cukup untuk menjadi pegangan seorang mukmin, dalam hal menghadapi tipu daya dan rayuan dukun. Bila hal yang meragukan itu tidak dihindari segera, lama-lama seperti virus ia menggerogoti keyakinan. sesaat demi sesaat. Seperti seekor ulat yang memangsa hijaunya daun, secuil demi secuil, sesudah itu lenyaplah segalanya.

Memang, keteguhan, istiqomah, dan konsistensi juga dipengaruhi oleh suasana hati, kadar pengetahuan, dan juga lingkungan. Karenanya, kita diperintahkan untuk selalu memohon kepada Allah agar diberi keteguhan. “Ya Allah, Dzat Yang membolak balik hati. Teguhkanlah hatiku (untuk taat) di atas agama-Mu.” (HR. Ahmad). Itu bahkan menjadi salah satu do’a yang sangat sering dibaca Rasulullah saw.

Sesungguhnya menjadi teguh itu memang tidak muda. Tetapi keberanian menolak rayuan dukun, sejak detik pertamanya, adalah ikhtiar kemanusiaan yang harus kita pilih dengan kehendak kuat dari dalam jiwa.
Ghoib, Edisi No. 35 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN