Tutuplah Pintu-Pintu Kesyirikan Sekarang Juga

Percaya nggak percaya, itulah komentar kebanyakan orang ketika Majalah Ghoib bertanya seputar ramalan peramal yang akhirnya terjadi juga. Ada yang mengatakan, “Kalau itu terjadi ya saya percaya, tapi kalau belum terjadi saya tidak percaya,” kata Ibu Nina ketika ditanya seputar ramalan. “Awalnya kita tidak percaya ramal-meramal, tapi karena waktu itu saya lagi ada masalah besar, bisnis gagal terus. Akhirnya saya mendatangi seorang peramal untuk diberitahu bisnis yang cocok,” kata Ibu Tia seorang pedagang baju. “Kalau saya, lihat-lihat dulu mas…. kalau peramalnya jempolan, spiritualnya tinggi, saya percayai ramalannya. Tapi kalau peramalnya biasa-biasa saja, tidak berbeda dengan saya kondisi spiritualnya, saya tidak akan percaya,” jelas Bapak Sarip seorang Bapak beranak lima. “Saya sih, tidak pernah minta diramal, karena saya tahu Islam melarang hal itu. Lebih baik saya jalani hidup ini apa adanya, berusaha sesuai kemampuan dan bertawakkal kepada Allah, yang membagi rizki kepada makhluk-Nya, saya ikhlas dengan ketentuan-Nya,” ungkap Mas Aji seorang wiraswasta saat ditemui Majalah Ghoib di sebuah Masjid.

Itulah sebagian pendapat masyarakat dan sikap mereka terhadap ramalan yang banyak diberitakan di media massa. Berdasarkan beberapa pengalaman pribadi yang disampaikan masyarakat, kebanyakan mereka terjerumus dalam putaran arus ramal-meramal karena beberapa faktor. Ada yang disebabkan ketidaktahuan mereka bahwa aktifitas ramal-meramal itu dilarang syari’at Islam, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu Elsye. Ada yang dikarenakan ikut-ikutan seperti yang disampaikan Bapak Dirun. Atau karena iseng dan menganggap ramal-meramal adalah suatu yang lazim dan diperbolehkan semisal kasusnya Mbak Nungki seorang mahasiswi. Tapi ada juga komunitas masyarakat yang mengukur kebenaran suatu yang ghaib dengan fakta yang terjadi. Ketika yang diramalkan peramal itu terbukti atau benar- benar terjadi, mereka membenarkan seperti ungkapan Bapak Sarip. Dan ada juga yang menjadi bimbang, padahal awalnya tidak percaya seperti yang dialami Bapak Warisa.

Lihatlah bagaimana pintarnya syetan dalam menjalankan misinya, menyesatkan anak Adam dan menggelincirkan mereka dari aqidah yang lurus. Syetan sangat memahami ‘fiqhud da’wah’ serta karakter dari obyek sasarannya. Syetan menggunakan cara yang berbeda-beda untuk menjerat mangsanya. Kalau obyeknya bersikap antipati terhadap ramalan, maka digiringlah mangsanya itu untuk memperhatikan kejadian yang sesuai dengan ramalan peramal, sehingga obyeknya bimbang terhadap keyakinannya lalu lambat laun mempercayainya. Kalau obyeknya plin-plan, maka dengan media teman karibnya atau orang kepercayaannya, dia digiring supaya mendatangi seorang peramal untuk diramal. Kalau obyeknya pecandu ramalan, syetan tidak akan bersusah payah, dia tinggal menikmati hasil perangkap yang telah ditebar, obyeknya akan selalu memburu hasil ramalan, kepada para peramal itulah mereka menggantungkan hidupnya. Tapi kalau obyeknya ikhlas dan berangkat dari pemahaman yang benar, maka syetan akan sulit menjeratnya. Syetan telah mengakui hal itu sebagaimana yang telah tercatat dalam al-Qur’an, “Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan yang maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka.” (QS. Al-Hijr: 39-40).

Perkembangan teknologi yang semakin canggih ternyata tidak mampu mengikis pikiran atau tindakan klenik yang telah mentradisi di tengah kehidupan masyarakat. Justru mereka memanfaatkan kecanggihan teknologi dan maraknya media informasi untuk menjual klenik dan mistik, termasuk ramalan. Makin banyaknya orang terdidik dan berpengetahuan ternyata bukan jaminan untuk terkikisnya kepercayaan mistik dalam kehidupan masyarakat. Rupanya kita tidak bisa mengandalkan kecanggihan teknologi dan merebaknya lembaga pendidikan, bila tidak mendidik para pengendali teknologi dan penanggung jawab pendidikan itu sendiri. Karena merekalah bagian dari piranti penyubur kesyirikan. Mereka penyambung lidah budaya-budaya mistik sehingga informasinya bisa sampai kepada para generasi Islam.

Sebenarnya kita semua ikut terlibat, kalau kita diam seribu bahasa terhadap penyimpangan dan kemungkaran yang ada di sekitar kita. Karena kita semua ikut bertanggung jawab untuk menegakkan panji-panji Allah di bumi ini. Siapa pun kita, bila merasa sebagai seorang muslim maka harus menyampaikan ajaran Islam yang benar dan meluruskan yang menyimpang. Apalagi ternyata kita sebagai pengendali teknologi atau praktisi pendidikan Islam. Kita berharap bisa memfungsikan teknologi yang ada dan menjadikan nilai-nilai Islam sebagai materi pendidikan. Memberikan contoh kepada generasi Islam untuk hidup dalam naungan al-Qur’an. Tugas kita sebagai orang media misalnya, tidak hanya sebatas memberitakan mitos yang melekat di masyarakat, tapi harus meluruskannya sesuai syari’at. Tidak hanya menampilkan ramalan-ramalan para peramal, tapi harus bisa mengkritisi kesalahan dan kesesatan mereka. Agar masyarakat bisa belajar, dan mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Kalau hanya sekadar berita dan informasi, berarti kita punya andil dalam melestarikan kesalahan dan kemaksiatan.

Meramal apa yang akan terjadi, termasuk perbuatan yang dilarang dalam syari’at Islam, terbukti atau tidaknya. ramalan tersebut tetaplah dilarang. Begitu juga orang yang mendatangi seorang peramal untuk bertanya nasibnya atau hal-hal yang akan menimpa pada dirinya adalah dilarang. Dan ramalan yang betul-betul terjadi, bukanlah menunjukkan kehebatan dan kesaktian sang peramal. Justru itu menunjukkan kesesatan peramal tersebut. Karena semakin sering ramalan peramal itu terbukti, maka semakin kuat kerjasama dia dengan jin pembisik. Dengan begitu, semakin banyak syetan yang menguasainya dan membantunya. Aisyah pernah bercerita kepada kita, “Ada orang- orang yang datang ke Rasulullah dan bertanya tentang dukun- dukun. Rasulullah menjawab, ‘Mereka itu tidak ada apa- apanya’. Lalu ada shahabat yang berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka kadang- kadang memberitahu kepada kami berita (ramalan) yang benar-benar terjadi. Rasulullah menjawab, ‘Kalimat itu bersumber dari kebenaran yang telah dicuri Jin, kemudian disampaikan ke telinga walinya (para dukun). Tapi jin telah mencampur kebenaran tersebut dengan seratus kebohongan.” (HR. Bukhari), Itulah rahasianya, kalau ada ramalan peramal yang kebetulan terjadi sesuai dengan yang telah diramalkan. Dan perhatikanlah, betapa sigapnya Rasulullah menutup pintu-pintu yang menuju kepada kesyirikan.

Kalau begitu, sudahkah kita menutup pintu-pintu kesyirikan yang terbuka lebar di sekitar kita. Kalau belum, sekaranglah saatnya kita tutup pintu-pintu tersebut, di antaranya dengan meninggalkan aktifitas ramal-meramal. Karena pintu itu bisa menghantarkan kita ke neraka yang panasnya tujuh puluh kali lipat dibanding panasnya api elpiji yang kita miliki. Hiasi diri dengan ajaran Islam, ikhlaskan diri dalam beribadah dan bersabarlah dalam menghadapi cobaan hidup.

 

 

Ghoib, Edisi No. 31 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN