Bencana di mana-mana. Adakah ulah syetan di baliknya? Jawabannya, ya. Pertanyaan itu bahkan bisa dijawab dengan mudah dalam konteks hubungan sebab akibat. Bencana terjadi karena manusia banyak melakukan maksiat. Sedang maksiat disebabkan karena tipu daya dan buaian syetan. Karenanya bisa kita katakan, siklus kehancuran ini bisa dimulai dari godaan syetan bersamaan dengan hawa nafsu yang mengikuti syetan, lalu terjadi maksiat. Lalu turun murka Allah, lalu terjadilah bencana.
Ulama besar seperti lmam Ibnu Qoyyim dengan tegas menyebutkan hubungan antara maksiat dan bencana. Atau dengan kata lain, hubungan tangan-tangan syetan yang dituhankan oleh hawa nafsu, dengan datangnya bencana. Dalam kitabnya Adda’ waddawa’ beliau menyebutkan beberapa dampak negatif kemaksiatan.
Di antara dampak negatifnya adalah sebagai berikut.
- Maksiat dapat menyebabkan bencana alam
Alam ini tunduk kepada aturan Allah yang maha mengatur. Termasuk manusia, diciptakan dengan membawa fitrah (kebersihan). Ketika manusia lalai berarti dia melawan sunatullah. Artinya, dia akan berlawan dengan jalannya alam yang akan selalu tunduk kepada sunatullah. Walhasil, alam berontak dan terjadilah bencana alam.
Allah telah mengingatkan kita, “Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan oleh karena ulah tangan manusia agar mereka merasakan sebagian ulah mereka. Mudah-mudahan mereka mau kembali.” (QS. Ar-Rum: 41).
Allah tidak mungkin mendzalimi hamba-Nya sedikitpun. Maka segala kesengsaraan, musibah dan bencana adalah hasil dari perlawanan manusia kepada pencipta alam dan manusia.
Banjir bandang yang menenggelamkan bebarapa kota di negeri ini misalnya. Lebih banyak disebabkan oleh penggundulan hutan dan bermunculannya real estat di tempat resapan air. Sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi, kalau tidak ada kemaksiatan yang dilakukan. Mulai dari rakusnya para pemegang izin penebangan hutan atau pencurian kayu. Sampai izin mendirikan bangunan yang terpaksa keluar karena uang haram. Yang sebenarnya tidak boleh didirikan di tanah tempat resapan air.
Ketika terjadi gempa di zaman para tabi’in (generasi sesudah masa sahabat Rasulullah), Anas bin Malik bertanya kepada istri nabi, Aisyah. “Wahai umul mukminin, mengapa sampai ada gempa.” Aisyah menjawab, “Jika pelacuran sudah dianggap legal, minuman keras sudah merajalela dan sudah gila musik, maka gempa itu sebagai nasehat dan rahmat untuk orang-orang yang beriman, tetapi juga sebagai adzab dan murka atas orang-orang kafir.”
Di jaman Umar bin Abdul Aziz juga pernah terjadi gempa. Pemimpin shalih yang sangat terkenal itu lantas mengeluarkan instruki kepada seluruh rakyatnya untuk bershadaqah dan beristighfar. Kata Umar, “Keluarlah kalian bersama pada hari tertentu untuk bershodaqoh dan berkatalah sebagaimana nabi Adam berkata, ‘Ya Allah kami telah mendzolimi diri kami sendiri, kalau Engkau tidak berkenan mengampuni kami maka kami termasuk orang-orang yang rugi.’ (QS. AI-A’raf: 23). Kemudian berucaplah seperti ucapan nabi Nuh, “Kalau Engkau tidak mengampuni kami dan merahmati kami maka kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Qs. Hud: 47). Juga bacalah sebagaimana nabi Yunus membaca, “Tidak ada tuhan selain Engkau maha suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang dzolim.” (QS. Al-Anbiya: 87).
Demikian pula dengan kebakaran, bisa jadi ada harta orang lain yang tidak kita tunaikan kepada yang berhak. Atau kehilangan, mungkin zakat maalnya belum dikeluarkan. Maka, ketika bencana datang yang harus cepat dilakukan adalah bertanya kepada diri sendiri yang harus dijawab dengan jujur, kemaksiatan apa yang telah dilakukan. Bertanyalah kepada diri sendiri sebagaimana yang ditulis seorang penyair:
Berapa banyak malamku yang aku hancurkan
Untuk kemaksiatan yang aku Iakukan
Memenuhi panggiIan syahwat yang menyesatkan
Di atas tempat tidurku …
Dan berapa banyak langkah yang sudah aku langkahkan
Untuk kehinaan yang aku kerjakan
Dan taubat yang tidak aku pedulikan
Di tempat bermain dan santaiku …
Dan berapa sering aku berani Kepada pemilik langit yang tinggi
Aku tidak pernah merasa diawasi
Dan mendustakan hati sendiri.
- Dosa merusak akal dan hati.
Akal dan hati modal termahal dalam diri manusia. Untuk itulah lslam sangat melindungi dua hal ini. Segala yang membahayakan keduanya, pasti akan diharamkan dalam lslam. Kalau akal dan hati sudah rusak, apalagi yang bisa diharapkan la seperti tengkorak berjalan. Tidak berguna, bahkan menjadi beban yang menakutkan.
Berbagai macam pil iblis dan barang memabukkan lainnya adalah salah satu dosa yang bisa merusak akal dan hati. Muda-mudi bangsa ini sudah diracuni. lronis dan sangat memalukan, kalau bangsa muslim terbesar di dunia jutaan pemudanya teler.
Sudah bisa kita bayangkan, bencana yang muncul karena narkoba. Masa depan pupus, perkosaan, perampokan, pembunuhan dan lain sebagainya. Para orang tua hanya bisa mengelus dada sambil meratapi dosa anaknya.
Padahal mereka adalah harapan. Bukan saja harapan orarg tuanya, tetapi juga harapan bangsa yang besar ini. Kalau mereka tetap bertahan pada dosa itu, maka perjalanan negara ini akan sempoyongan tidak memiliki masa depan. Yang lebih berat lagi, kalau hati nurani sudah mati. Rasa malu sudah dicabut. Maka kemaksiatan di depan umum pun sudah tidak malu. Naasnya lagi, justru dia bangga bisa mengukir ‘prestasi’ itu.
Hati yang ditutup adalah dampak dari kebiasaan dia mengoleksi dosa. Akhirnya, walau sudah jelas dia seorang koruptor, tetap saja tanpa malu duduk di kursi empuk jabatannya. Melaratlah rakyatnya.
- Dosa melahirkan rasa hina
“Barangsiapa yang menginginkan kemuliaan, maka segala kemuliaan itu hanyalah milik Allah.” (QS. Fatir: 10). Tidak mungkin Allah memberikan kemuliaan kepada orang yang durhaka kepada-Nya. Para pelaku dosa akan merasa hina di hadapan manusia. Dia akan dikucilkan masyarakatnya. Tetangga kanan kirinya akan mencibirnya. Semua lari akan menudingnya bila ada kejahatan yang terjadi di lingkungannya.
Itu di mata manusia. Di sisi Allah dia akan lebih hina lagi. Bangsa yang biasa dengan dosa. Menganggap enteng setiap kemakiatan, atau malah dikeluarkan peraturan untuk melegalkannya. Bangsa itu akan hina di hadapan bangsa yang lain.
Sebagai bangsa yang banyak muslimnya, seharusnya kita menjadi bangsa yang dipandang mulia oleh bangsa yang lain. Tetapi kenyataan berbicara lain. Kita bukan saja merasa minder di hadapan bangsa lain. Tetapi, mengatur rumah tangga sendiri saja tidak punya kebebasan. Bangsa ini diobok-obok. Kita menjadi orang asing di negeri sendiri. Kekayaan negara diusung ke luar sementara kita hanya bisa terbengong-bengong saja.
Sebuah bangsa tidak akan mungkin bangkit, ketika rasa hina masih ada padanya. Rasa izzah akan membuat siapapun dihargai oleh yang lain. Untuk membangun izzah itu, diperlukan kesungguhan dalam mendekatkan diri kepadaAllah dan tekad untuk menanggalkan segala bentuk dosa. Karena kemuliaan itu memang hanya milik Allah.
Syetan dari golongan jin maupun manusia, tidak akan berhenti menjerumuskan manusia. Setiap waktu, setiap saat, setiap kesempatan, mereka akan terus memompa manusia untuk mengikuti jalannya. Menampakkan kepada manusia bahwa mencari uang itu tidak perlu susah-susah. lkuti saja judi, jual togel, taruhan dengan perahu-perahuan kecil di got, taruhan nomor mobil yang masuk terminal. Pokoknya, yang penting dapat uang dengan mudah.
Syetan terus mengipasi nafsu manusia. Tak apa menjual diri bagi perempuan. Berpindah dari satu laki-laki ke laki-laki lain. Duitnya besar. Tipnya lebih besar. Bisa dapat uang banyak dalam waktu yang cepat dan dengan cara yang mudah. Tetapi yang terjadi kemudian adalah bencana dan kehinaan. Penyakit HIV/AIDS kini bahkan telah merasuk ke kota-kota kecil.
Syetan bahkan terus memompa manusia. Bagaimana mengembangkan segala macam kelezatan hawa nafsu, dengan berbagai cara yang semakin baru. Dahulu orang mabuk harus meminum arak di kantong kulit. Kini orang bisa minum pil kecil, yang mudah disimpan, dan ringan di bawa ke mana-mana.
Jadi, bencana yang terjadi dosalah penyebabnya. Dan di sinilah syaitan sangat berperan besar. Karena dialah penyebab utama terjerumusnya manusia ke dalam dosa. Seperti yang dinash dalam Al-Qur’an; “Sesungguhnya syetan menginginkan untuk menjadikan diantara kalian permusuhan dan saling benci pada minuman keras dan perjudian, serta ingin memalingkan dari dzikir kepada Allah dan dari shalat. Maka, tidakkah kalian mau berhenti?” (QS. Al-Maidah: 31).
Pertanyaan ini harus dijawab oleh semua orang. Terutama mereka yang sudah tidak punya hati nurani. Yang hatinya tertutup dari cahaya petunjuk. Yang tidak bisa hidup kecuali dengan dosa. Tetapi pertanyaan ini juga harus dijawab oleh orang-orang beriman. Bagaimana mereka harus menghentikan segala macam kerusakan akibat tipu daya syetan, dan akibat ada orang-orang yang menuhankan hawa nafsu.
Tanpa itu semua, bencana ini bisa menimpa semua pihak. Orang-orang yang sok berani melawan Allah, melawan hokum Allah, sesungguhnya mereka itu bukan siapa-siapa. Mereka tidak akan bisa menembus bumi atau menyamai tingginya gunung. Maka, segala kekacauan ini harus dihentikan.
Ghoib Ruqyah Syar’iyyah
Sumber : Majalah Ghoib Edisi 03/1