WASPADAI 6 BAHAYA WAS-WAS

WAS-WAS, kata tersebut disebut dalam al-Qur’an N sebanyak lima kali. Dua kali  dalam bentuk fi’il madhi (kata  kerja yang sudah berlalu), yaitu dalam surat al-A’raf ayat 20 dan surat Thaha ayat 120. Dua kali dalam bentuk fi’il mudhari’ (kata kerja yang berlaku sekarang dan yang akan datang), yaitu dalam surat Qaf ayat 16 dan surat an-Nas ayat 5. dan sekali dalam bentuk isim mashdar (kata benda), yaitu dalam surat an-Nas ayat 4.

Dalam surat al-A’raf dan Thaha, Allah menceritakan kembali kepada kita (ummat Muhammad) tentang was-was syetan yang telah menimpa Bapak-Ibu kita, Adam dan Hawa alaihimassalam. Dengan was-wasnya, Iblis atau syetan berhasil mengeluarkan Adam dan Hawa’ dari surga. Dengan sangat liciknya ia berpuara-pura menjadi sosok yang baik, sebagai ‘penasihat spiritual’ dan akhirnya Adam dan Hawa terpedaya. Setelah sadar, keduanyapun segera bertaubat kepada Allah. Dan Allah pun menerima taubat kedua- nya. (Lihat surat al-A’raf ayat 20-23).

Sedangkan dalam surat Qaf dan surat an-Nas, Allah mengingatkan kita agar senantiasa waspada dengan was-was syetan yang mengintai diri kita, sebagai keturunan anak-cucu Adam ‘alaihissalam. Waspada, agar was-was syetan tidak selalu hadir dan mempengaruhi kehidupan kita dengan berlindung kepada Allah melalui dzikir, do’a dan wirid harian, pagi dan sore. Begitu juga saat was-was syetan hadir, hanya kepada Allah semata, kita memohon bantuan dan per- tolongan. Bukan kepada antek- antek syetan, dukun dan orang pinter dan orang sejenis mereka.

WAS-WAS SYETAN ADA DUA MACAM

Was-was syetan dalam kehidupan manusia ada dua macam. Was-was dari luar dan was-was dari dalam. Was-was dari luar itu datangnya dari syetan. Syetan datang kepada- nya kemudian menimbulkan was-was atau membisikkannya. Rasulullah bersabda, “Salah seorang dari kalian bisa saja didatangi syetan seraya ber- tanya kepadanya, ‘Siapa yang menciptakan kamu?’ Maka dia menjawab, Allah’. Lalu syetan bertanya lagi, ‘Siapa yang menciptakan Allah?’ Apabila salah seorang di antara kalian mendapati hal itu pada dirinya, hendaknya ia berkata, ‘Saya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya’. Ucapan itu akan menghilangkan (was-was) ter- sebut. (HR. Ahmad dan di- shahihkan al-Albani).

Sedangkan was-was dari dalam juga bisa disebabkan oleh syetan. Was-was jenis ini pernah dialami oleh salah seorang shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Utsman bin Abil Ash. Dia menceritakan fenomena was-was syetan yang ada dalam dirinya melalui hadits berikut.

Utsman bin Abil ‘Ash bercerita: “Ketika Rasulullah menugaskanku ke Thaif, aku mengalami suatu gangguan dalam shalatku. Sehingga aku tidak tahu shalat apa yang sedang aku laksanakan. Ketika aku menyadari gangguan tersebut aku segera pergi menemui Rasulullah (di Madinah). Beliau bersabda: ‘Ibnu Abil ‘Ash?’. Aku menyahut: ‘Ya, wahai Rasulullah!’. Beliau bertanya, ‘Apa yang mebuatmu datang ke mari?’. Aku menjawab: ‘Wahai Rasulullah aku mengalami suatu gangguan dalam shalatku, sehingga aku tidak tahu shalat apa yang aku laksanakan’. Rasulullah besabda, ‘Itulah syetan, mendekatlah ke mari’.

Maka aku pun mendekat kepadanya, dan aku duduk di atas kedua telapak kakiku Rasulullah memukul dadaku dengan tangannya, dan melu dahi mulutku seraya berkata, Keluarlah musuh Allah! Beliau tafsirnya. melakukan hal tersebut tiga Banyak sekali bahaya was- kali, kemudian mengatakan, Sekarang lanjutkanlah tugas- mu! Utsman berkata, “Demi Allah, setelah itu saya tidak siatan pernah mengalami gangguan lagi”. (HR. Ibnu Majah, dan Imam al-Haitsami dalam Kitab az-Zawaid menyatakan sanad hebohkan haditsnya shahih dan perawinya terpercaya). Dari sabda Rasulullah, “Keluarlah musuh Allah!”, kita bisa memahami bahwa syetan tersebut telah berada dalam diri Utsman bin Abil Ash. Sehingga Rasulullah menyuruhnya keluar dari dalam jasad Utsman bin Abil ‘Ash.

Pemahaman itu diperkuat oleh sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat shahih lainnya, “Sesungguhnya syetan mengalir dalam tubuh manusia melalui aliran darah.” (HR. Muslim). Dalam riwayat lainnya, “Adapun menguap itu datangnya dari syetan, maka hendaklah sese orang menahannya selagi bisa Apabila ia bekata hah…, berarti kita terpana syetan tertawa dalam mulut. nya.” (HR. Bukahri dan Muslim). Dua hadits di atas memberitahukan bahwa syetan bisa masuk ke tubuh manusia melaul peredaran darah atau melalui mulut saat menguap dan tidak ditutup.

BAHAYA WAS WAS

“Was-was adalah biang kejahatan, sangat kuat pengaruhnya dan sangat luas dampak negatif yang ditimbulkannya.” Begi- tulah Ibnul Qayyim menggam barkan bahaya was-was pada diri manusia dalam kitab tafsirnya.

Banyak sekali bahaya was-was, diantaranya :

1.  Menjerumuskan manusia dalam kemaksiatan

Apabila yang bersangkutan tidak segera menepisnya. Sudah banyak kejadian yang meng- suasana dan membelalakkan mata kita. Ada orang yang kita kenal sebagai orang baik-baik, pendiam dan tidak banyak ulah. Lalu tiba-tiba terdengar berita bahwa orang tersebut telah melakukan kemaksiatan atau tindakan kriminal. Seorang pimpinan pesantren melakukan pele- cehan seksual pada muridnya sendiri Seorang bapak menodai anaknya sendiri. Seorang ulama besar terjerumus dalam kasus bau mistik dan sarat syirik. Pejabat pemerintah yang selama ini dikenal baik, tiba-tiba skandalnya terkuak. Kejadian demi kejadian itu terjadi dengan begitu cepatnya dan membuat kita terpana.

Was-was syetan yang bisa menjungkirbalikkan kondisi manusia dalam sesaat jug pernah dialami oleh dua orang shahabat Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kau Anshar. Menurut Ibnul Athtahr nama kedua shahabat itu adalah Usaid bin Hudhair dan ‘Abbad bin Bisyr. Inilah cerita langsung dari Istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Shafiyyah binti Huyai.

 

Ketika Rasulullah  melakukan I’tikaf, pada suatu malam Shafiyyah mendatanginya untuk membicarakan sesuatu. Lalu aku bangkit dan mau pulang, Rasulullah juga bangkit dan mengantarkanku. Rumahku berada di rumah Usamah bin Zaid. Tiba-tiba lewatlah dua orang Anshar. Ketika keduanya melihat Rasulullah, keduanya mempercepat langkahnya. Lalu Rasulullah bersabda, ‘Berhenti!’ Yang bersamaku adalah Shafiyyah binti Huyal’. Keduanya pun mengucapkan. ‘Maha suci Allah, wahai Rasulullah…. ‘(Rasulullah memotong ucapan keduanya) dengan sabdanya, “Sesungguhnya syetan mengalir dalam tubuh manusia melalui aliran darah. Saya khawatir kalau (syetan itu) telah membisikkan yang negatif kepadamu, atau deritanya berkata sesuatu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ya, sebelum keduanya berprasangka negatif terhadap Rasulullah dan seorang wanita yang lagi bersamanya, Rasulullah menjelaskan duduk perkara- nya, bahwa wanita itu adalah istrinya sendiri, Shafiyyah. Karena melihat langkah keduanya yang dipercepat, Rasulullah khawatir kalau keduanya telah diberi was-was oleh syetan (bisikan negatif), lalu berburuk sangka kepada Rasulullah. Karena syetan itu bisa bercokol dalam diri manusia, dan bisa melakukan was-was setiap waktu.

2. Mengurangi dan mengacaukan aktifitas penderitanya

Orang yang dalam didupnya dijangkiti was-was, yang paling dirugikan adalah jadwal aktifitasnya. Bila jadwal aktifitas amburadul, bisa jadi mengakibatkan kerugian secara materi. Seharusnya dia bisa melakukan perbuatan itu lima belas menit. Akhirnya bisa molor sampai dua jam atau tiga jam.

Kalau ada karyawan kantor yang menderita was-was dalam mengambil air wudhu misalnya. Yang mana ia punya waktu istirahat sekitar satu jam untuk makan siang dan shalat Dhuhur. Bagi orang yang normal, proses berwudhu membutuhkan  waktu tidak lebih dari lima menit. Tapi bagi orang yang was-was, proses wudhu bisa memerlukan waktu lebih panjang. Karena ia harus mengulang-ngulang basuhan anggota badannya saat berwudhu. Belum lagi kalau air yang tersedia habis, karena ia selalu mengulang-ulang wudhunya.

Kalaupun ia masih punya waktu yang tersisa, maka shalatnya tidak akan tenang karena ia harus kembali masuk kantor lagi tepat pada waktunya. Begitu juga makan siangnya, ia tidak akan bisa menikmatinya dengan nyaman, karena harus berburu waktu. Itu kalau karyawan biasa. Kalau dia seorang pimpinan yang harus berjibaku dengan jadwal meeting atau pertemuan dengan relasi yang sangat padat. Tak ayal ia harus rela melepaskan tender proyek, karena amburadulnya jadwal agendanya. Dan orang  lain akan menyerobotnya. Pernah ada seorang sopir  pribadi yang datang ke kantor Majalah Ghoib, dan ia bercerita  bahwa bosnya telah memecatnya, gara-gara penyakit was- was yang dideritanya saat berwudhu dan shalat. Sehingga  ia sering telat.

3. Membuat hidup penderitanya tidak tenang

Di samping jadwal waktunya yang kacau, was-was bisa juga mempermalukan penderitanya. Bisa kita bayangkan, kalau ada orang yang menderita was-was dalam shalatnya, lalu ia shalat berjama’ah di masjid besar, yang jamaahnya memenuhi ruangan. Saat imam sudah takbir, dan makmum lainnya segera mengikutinya dengan takbir. Kemudian mereka berusaha khusu’ dan berusaha memahami bacaan Iftitah atau al-Fatihah yang lagi dibaca.

Tiba-tiba si penderita was- was mengulangi takbir pertamanya yang dirasa tidak sah. Lalu takbir lagi dan takbir lagi, karena merasa belum pas. Pastia ia akan menjadi tatapan mata jamaah lainnya saat shalat usai. Majalah Ghoib pernah bertemu dengan seorang laki- laki paruh baya, yang tidak mau lagi shalat berjamaah di masjid karena penyakit was-was yang ia derita saat memulai shalat. Dan ia pun merasa sangat tertekan dalam hidupnya dengan kondisi yang dialaminya.

4. Mengganggu dan  menyakiti hati orang lain

Kita bisa bayangkan, kalau lagi antri panjang untuk (Kita berwudhu, lalu di ujung sana, orang yang lagi berwudhu adalah orang yang terjangkiti was-was. Durasi wudhunya lama, air pun yang seharusnya pa cukup buat orang sepuluh, hanya cukup untuknya. Dan ketika tiba giliran kita, air itu b ternyata stoknya habis.

Atau ketika sedang shalat, persis di samping kita melafazhkan niat dengan diulang berkali- kali, lalu saat takbir pun diulang beberapa kali. Pasti konsentrasi kita akan buyar, kekhusu’an kita akan terganggu, begitu juga bacaan shalat kita.

Ibnul Qayyim pernah bercerita dalam kitabnya, bahwa ada orang yang terjangkiti was- was sedang shalat berjama’ah. Saat imam sudah takbir, orang tersebut melafazhkan niatnya. Dan ia adalah orang yang terjangkiti was-was dalam pengucapan kalimat. Sepertinya tidak cukup baginya untuk melafazhkan “Ushalli” dengan satu kali. la selalu mengulang- ngulangnya.

Dan ketika ia mengucapkan lafazh “Ada-an lillahi ta’ala” (Melaksanakan karena Allah ah ta’ala), dia salah mengucapkannya dengan kata, “Adza-an  lillahi ta’ala” (Untuk menyakiti Allah ta’ala). Lalu makmum yang disampingnya merasa terganggu dan membatalkan shalatnya seraya berucap di dekat telinganya, “Wali rasulihi wa malaikatihi wa jamaatil mushallin” (Juga menyakiti Rasul-Nya, Malaikat-Nya dan  jamaah lain yang sedang shalat). (Kitab Ighaatsatul Lahfan: 1/ 135).

5. Meninggalkan sunnah  Rasul dan mengikuti was-was syetan

Dan inilah dampak yang a paling membahayakan. Misalnya orang yang terjangkiti rasa was-was dalam wudhunya. Ia merasa bahwa membasuh anggota wudhu dengan air tiga kali merasa tidak cukup. Akhirnya ia mem-basuhnya berkali-kali melebihi yang disunnahkan Rasulullah, yaitu tiga kali. Karena terjangkiti rasa was-was itu, akhirnya terpola dalam pikirannya bahwa cara wudhu seperti itulah yang lebih utama. Padahal itu adalah bentuk dari pem-borosan dalam meng- gunakan air, walaupun untuk berwudhu atau bersuci.

Perhatikanlah bagaimana para shahabat Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa sallam menjauhi penggunaan air yang boros. Abdullah bin Umar berkata, Kami dan sekelompok laki dan perempuan pernah berwudhu (bergantian) dan membasuh tangan-tangan kami dalam satu wadah air pada zaman Rasulullah.” (HR. Ibnu Khuzaimah). Dan dalam riwayat lain, Amr bin Syueib bercerita dari kakeknya bahwa, “Ada seorang Arab badui datang ke Rasulullah, ia bertanya tentang wudhu. Lalu beliau memberinya contoh tiga kali tiga kali. Kemudian beliau bersabda, “Beginilah cara berwudhu, barangsiapa yang melakukan lebih dari itu, berarti ia telah menyalahi (sunnahku), zhalim dan melampaui batas.” (HR. Ibnu Majah).

6. Menyeret penderitanya pada jurang kekufuran

Apabila was-was yang diderita seseorang itu adalah was- was dalam keimanan atau akidah, maka was-was tersebut akan menjadikannya keluar dari iman dan akidah yang benar. Inilah dampak yang paling membahayakan dan fatal. la bisa meragukan ke-Esaan Allah , meragukan kebenaran ayat- ayat Allah. Bahkan akan meragukan bahwa hanya Allah- lah sebagai Tuhan yang berhak disembah, karena ia juga mengakui tuhan-tuhan lainnya yang disembah pengikut agama lain, dengan membenarkan ajaran agama lain tersebut.

Maka dari itu, Rasulullah memberikan solusi yang tegas, apabila seseorang mengalami was-was dalam akidah atau keimanannya kepada Solusi sedini mungkin untuk menghentikannya dan berlindung kepada Allah, agar bisikan jahat dan pikiran yang merusak itu tidak punya ruang gerak untuk menggelincirkan iman pemiliknya.

Dalam hadits, Rasulullah menegaskan, “Syetan akan selalu mendatangi salah seorang dari kalian seraya bertanya, ‘Siapa yang menciptakan ini?’ ‘Siapa yang menciptakan ini?’ Sampai pada pertanyaan: ‘Siapa yang menciptakan Allah?’ Barangsiapa yang mendapati dalam dirinya pertanyaan tersebut, maka berlindunglah kepada Allah (baca Isti’adzah), dan hendaklah menghentikan- nya (mengakhirinya)’.” (HR. Bukhari)

Semoga Allah senantiasa menjaga kita dari penyakit was-was syetan, dan melindungi kita semua dari dampak buruk yang diakibatkan oleh was-was, apa pun bentuknya dan dari mana-pun sumbernya, syetan jin atau syetan manusia. “Katakanlah! Aku berlindung kepada Rabb manusia. Raja manusia. Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang mem- bisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia (QS. an-Nas: 1-6).

 

Ghoib Edisi 58 Th.4/22 Muharram 1427 H/23 Februari 2006 m

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN