ALLAH BERFIRMAN,
“Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.” (QS. an-Nas: 5).
Dalam ayat tersebut, Allah subhanahu wa ta’ala memberitahukan kepada kita bahwa tempat bisikan syetan pada manusia ada di dadanya. Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikan kemampuan bagi syetan untuk bisa masuk ke tubuh manusia, bahkan sampai menembus hatinya. Hati merupakan bagian yang sangat vital fungsinya bagi manusia. Kalau hati yang vital itu telah dikuasai syetan, maka pemiliknya akan menjadi mainan syetan, seperti anak kecil yang memainkan bola di tangannya.
Dalam haditsnya Rasulullah bersabda, “Ketahuilah, bahwa di dalam jasad ada segumpal daging. Apabila (segumpal daging) itu baik, maka baiklah seluruh jasadnya. Dan apabila ia rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berikut ini uraian mengenai 6 jenis penyakit was-was:
1) WAS-WAS PEMICU KEMAKSIATAN
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Tidakkah kamu lihat, bahwasannya Kami telah mengirim syetan-syetan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasung mereka berbuat maksiat dengan sungguh- sungguh?” (QS. Maryam: 83).
Banyak orang yang dalam kesendiriannya, atau dalam kesulitan yang melilitnya, serta kesempitan yang menghimpitnya kemudian berbuat nekat. la menghalalkan segala cara agar bisa memenuhi gelora syahwatnya. Ia akan menempuh semua jalan untuk keluar dari kesulitan, ia akan melakukan apa saja agar terbebas dari himpitan hidup.
Syetan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. la mengobral janji, memberi harapan-harapan yang menggiurkan, menabur kenikmatan semu yang melenakan. Akhirnya manusia terjebak, dan mengikuti bujukan syetan. Padahal kenikmatan semu tersebut berada dalam kubangan maksiat. “Syetan itu memberikan janji-janji kepada mereka dengan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syetan itu tidak menjanjikan kepada mereka kecuali tipuan belaka.” (QS. an-Nisa’: 120).
Ibnul Qayyim al-Jauziyyah membeberkan kronologi syetan saat melakukan was-was dan menghasung para hamba Allah Subhanallahu wa ta’ala untuk berbuat kemaksiatan dan dosa. “Was-was adalah pemicu keinginan. Di saat hati seseorang hampa dan belum terbersit keinginan untuk berbuat sesuatu, maka syetan melakukan was-was. Lalu terlintaslah dalam benaknya untuk berbuat kemaksiatan dan dosa. Syetan mengiming- iminginya dengan kenikmatan dan menghiasinya dengan syahwat, sehingga terbayang olehnya dan kelezatan dan kepuasan nafsu, dan ia pun terlena dan lupa akan dampak buruk dari perbuatan yang akan dilakukan. Segala akibat negatif dan menyakitkan tertutup oleh gelora nafsu.
Tidak ada gambaran baginya kecuali kelezatan buah maksiat. Sehingga keinginan yang terlintas dalam hatinya itu menguat dan mengkristal. Syetan pun semakin sibuk untuk memprovokasinya agar niat itu segera diwujudkan. Jika niatnya itu redup, syetan dan tentaranya sibuk untuk mengobarkannya. Sampai ia betul-betul b mewujudkan niatnya dan melakukan dosa dan kesa- lahan.” (Tafsir al-Qayyim: 609).
Waspadailah was-was jenis ini, karena syetan sangat licik. Allah menceritakan bahwa Nabi Adam dan istrinya juga pernah menjadi korban was-was ini, “Maka syetan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu auratnya. Dan syetan berkata, ‘Tuhan kamu tidak melarangmu untuk mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga).” (QS. al-A’raf: 20).
2) WAS-WAS PERUSAK IDEOLOGI (AQIDAH)
Aqidah adalah unsur yang sangan prinsip dalam kehidupan seorang muslim. Para umat terdahulu serta shahabat- shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam rela mempertaruhkan jiwa dan raga mereka untuk mempertahankan aqidah yang benar. Mereka tidak silau dengan kemilau dunia, langkah mereka tidak mundur walaupun badai permusuhan orang-orang kafir terus datang menerpa.
Karena aqidah merupakan unsur yang vital, maka syetan pun menjadikannya sebagai sasaran utama untuk menjerumuskan anak-cucu Adam. Iblis berkata, “Karena Engkau telah menghukumku sesat, aku benar-benar akan (menghalang- halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (QS. al- A’raf: 16).
Rasulullah menegaskan kepada kita akan was-was syetan untuk merusak aqidah kita, agar kita selalu waspada. “Manusia akan senantiasa bertanya-tanya. Sampai materi pertanyaannya adalah, “Kalau Allah yang menciptakan semua makhluk, lalu siapa yang menciptakan Allah? Barangsiapa yang menemukan hal itu pada dirinya, maka katakanlah: “Saya telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya’.” (HR. Muslim dan Abu Daud).
Imam al-Khatthabi berkata, : “Hadits tersebut menjelaskan bahwa apabila syetan melakukan was-was (pada seseorang) dengan pertanyaan seperti itu, hendaknya ia segera berlindung kepada Allah darinya, lalu mencutnya (menghentikannya), tidak usah diperpanjang. Karena itulah cara menghentikan was-was (syetan). Hal ini berbeda apabila yang melakukan was-was adalah syetan manusia. Karena kita bisa mematahkan was- wasnya dengan dalil dan argumen yang kuat. Apabila argumennya kalah, ia akan berhenti. Tapi was-was syetan itu tiada akhirnya. Bahkan bila kita beri argumen, ia malah memberi was-was lain sampai kita dibuatnya bingung. Semoga Allah melindungi kita dari was- was jenis ini.” (Fathul Bari: 6/ 341).
3) WAS-WAS DALAM BERWUDHU
Was-was dalam berwudhu bisa meliputi keraguan dalam niat, mengulang-ngulang dalam membasuh anggota wudhu atau boros dalam menggunakan air.
Seorang ulama’ fiqh, Muhammad bin ‘Ajlan berkata, “Orang yang mumpuni (faqih) dalam agama Allah, akan menyempurnakan wudhu dengan sedikit menggunakan atau menuangkan air.” Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Termasuk tanda kurang mumpuninya seseorang dalam agama, borosnya dia dalam menggunakan air.” (Ighatsatul Lahfan: 1/ 141).
Dalam haditsnya, Rasulullah mengingatkan kita agar waspada dengan syetan air yang bernama Walhan. Karena syetan ini akan selalu menebar was-was untuk orang yang sedang berwudhu. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya dalam wudhu itu ada syetan, yang dinamakan Walhan. Maka hati-hatilah terhadap was-was air.”(HR. Ibnu Majah).
Penulis Sarah Sunan Ibnu Majah mengatakan, “Secara bahasa Walhan itu artinya yang hilang akalnya atau tamak untuk menguasai sesuatu. Syetan wudhu disebut Walhan, bisa jadi karena getolnya dia dalam menebar was-was pada orang yang berwudhu. Atau karena perbuatannya itu membuat orang yang wudhu jadi bingung dan linglung seperti orang yang hilang akalnya. Ia tidak tahu bagaimana syetan bisa ngerjain dia, sampai ia tidak tahu apakah air yang dituang sudah membasahi anggota wudhunya atau belum. Atau sudah berapa kali ia telah membasuh anggota wudhunya. (Syarh Sunan Ibnu Majah: 1/ 34).
Abdullah bin Umar berkata, “Saat Rasulullah melewati Sa’ad yang lagi berwudhu, Rasulullah menegurnya, ‘Wahai sa’ad, kenapa kamu terlalu boros menggunakan air?’ la menjawab, ‘Apakah dalam berwudhu juga ada mubadzir (boros)?’ Rasulullah bersabda, “Ya,walaupun kamu berada dalam sungai yang mengalir.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal bercerita, “Saya pernah berkata pada ayahku, bahwa saya termasuk orang yang banyak menggunakan air wudhu. Lalu Dia pun melarangku untuk melakukan hal itu. Dia berkata, “Sesungguhnya dalam wudhu itu ada syetannya, yang dinamakan Walhan.” Ayahku sering mengingatkanku tentang masalah ini dan melarangku agar tidak boros dalam menggunakan air. Pernah dia menegurku, “Wahai anakku, iritlah dalam menggunakan air.” (Ighatsatul Lahfan: 1/42).
4) WAS-WAS DALAM MANDI
Mandi adalah salah satu cara untuk membersihkan badan dari kotoran dan menghilangkan bau badan. Ia juga merupakan cara sehat untuk mengembalikan kondisi badan yang loyo, agar fresh kembali. Kalau kategori mandinya itu mandi besar, maka tidak hanya kotoran fisik yang dihilangkan, tapi juga bisa menghilangkan hadats besar, seperti mandi junub atau mandi setelah berhenti keluarnya darah nifas dan haid.
Karena mandi seperti itu merupakan bagian dari ibadah, syetan juga tidak akan membiarkan atau melewatkan momen itu begitu saja. la dan teman-temannya juga melakukan was-was terhadap orang yang mandi atau bersuci. Rasulullah pernah bersabda, “Akan ada di antara umatku nanti kaum yang berlebih- lebihan dalam bersuci dan berdo’a.” (HR. Abu Daud).
Was-was dalam shalat bisa terjadi dalam niatnya, atau mengalirnya air ke seluruh tubuhnya, atau banyaknya debit air yang ia pakai mandi, sehingga ia ragu apakah air itu suci dan bisa mensucikan?.
Abul Faraj Ibnul Jauzi bercerita, “Ibnu Aqil pernah cerita kepadaku, bahwa ada seorang laki-laki datang kepadanya dan berkata, ‘Apa pendapatmu, jika aku mandi besar dengan menceburkan diriku ke air berkali-kali, tapi aku masih ragu, apakah mandiku sudah sah apa belum?’ Ibnu Aqil berkata, ‘Pergilah kamu! Kamu tidak berkewajiban untuk shalat.’ Dia bertanya keheranan, ‘Bagaimana bisa begitu?’ Ibnu ‘Aqil menjawab, ‘Karena Rasulullah telah bersabda, “Kewajiban tidak diwajibkan bagi tiga orang. Orang gila sampai ia sembuh, orang tertidur sampai ia bangun, anak bayi sampai ia baligh.” Orang yang telah menenggelamkan badannya ke air berkali-kali, lalu ia ragu apakah mandinya sudah sah apa belum adalah orang gila.” (Ighatsatul Lahfan: 1/ 134).
5) WAS-WAS DALAM SHALAT
Was-was dalam shalat juga pernah menimpa salah seorang shahabat Rasulullah yang bernama Utsman bin Abil ‘Ash. Ia telah datang ke Rasulullah seraya mengadu kepadanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syetan telah hadir dalam shalatku dan membuat bacaanku ngaco dan rancu.’ Rasulullah menjawab, “Itulah syetan yang disebut dengan Khinzib. Apabila kamu merasakan kehadirannya, maka meludahlah ke kiri tiga kali dan berlindunglah kepada Allah.’ Aku pun melakukan hal itu, dan Allah menghilangkan gangguan itu dariku.” (HR. Muslim).
Dan dalam riwayat lain, Abu Hurairah berkata, “Sesungguhnya Rasulullah telah bersabda, “Jika salah seorang dari kalian shalat, syetan akan datang kepadanya untuk menggodanya sampai ia tidak tahu berapa rekaat ia telah shalat. Apabila salah seorang dari kalian mengalami hal seperti itu, hendaklah ia sujud dua kali (sujud sahwi) saat ia masih duduk dan sebelum salam, setelah itu baru mengucapkan salam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibnul Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Termasuk tipudaya syetan yang banyak mengganggu mereka adalah was-was dalam bersuci (berwudhu) dan niat atau saat takbiratul ihram dalam shalat. Was-was itu membuat mereka tersiksa dan tidak nyaman. Dan juga bisa mengeluarkan mereka dari garis yang telah disunnahkan Rasulullah. Bahkan di antara mereka ada yang berfikir bahwa apa yang telah dicontohkan Rasulullah itu tidak cukup, mereka butuh sesuatu atau amalan tambahan untuk memantapkan niatnya. Akhirnya mereka terjerumus dalam presepsi yang salah, kepayahan dalam pelaksanaan ibadah serta pahala yang berkurang atau malah rusak.” (Ighatsatul Lahfan: 1/ 197).
6) WAS-WAS DALAM MEMBACA AL- QUR’AN
Was-was dalam membaca al- Qur’an biasanya terjadi dalam melafazhkan huruf-hurufnya. Memang kita tidak boleh sembarangan dalam membaca al-Qur’an, ada kaidah baca yang harus kita ikuti. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan bacalah al- Qur’an dengan perlahan-lahan (tartil).” (QS. al-Muzzammil: 4). Ali bin Abi Thalib menafsirkan kalimat “Tartil” dengan mentajwidkan huruf dan mengetahui di mana harus berhenti. (Kitab Abjadul ‘Ulum: 2/571). Sedangkan Imam Qurthubi mengatakan, “Yang dimaksud dengan tartil adalah membacanya dengan pelan dan jelas disertai memahami maknanya.” (Tafsir al-Qurthubi: 19/ 37).
Abul Faraj Ibnul Jauzi berkata, “Terkadang Iblis melakukan was-was dalam shalat seseorang dalam membaca ayat-ayat al-Qur’an. Sampai ada yang membaca al-hamdu pada surat al-Fatihah dengan diulang- ulang. Dan ada juga berusaha keras dan sekuat tenaga sampai keluar air ludahnya dalam mengucapkan huruf “Dhad” dalam membaca “Ghairil Maghdhubi”. Iblis telah mengalihkan perhatian mereka dari memahami makna, dialihkan ke pengucapkan huruf yang berlebihan dan melampaui kaidah baca.” (Ighatsatul Lahfan: 1/60).
Waspadai 6 jenis was-was di atas, begitu juga was-was lainnya. Jangan terpedaya oleh rayuan syetan. “Sesungguhnya orang- orang yang bertaqwa, bila mereka ditimpa was-was dari syetan, mereka ingat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS.al-A’raf: 201).
Ghoib Edisi 58 Th. 4/22 Muharram 1427 Februari 2006 M