Manusia kebal, anti peluru atau bisa menyembuhkan penyakit ganas tanpa operasi seringkali menghiasi wajah pertelevisian maupun media cetak. Tak terhitung pula iklan-iklan supranatural yang bertebaran di sana. Lalu, apakah benar keanehan atau keajaiban yang mereka tawarkan itu merupakan karamah ataukah merupakan bentuk permainan jin? Untuk mengetahui hal itu lebih jauh, Ghoib wawancara dengan Ust Kholid Al-Rumi, dosen LIPIA Jakarta. Di rumahnya yang asri di daerah Warung Buncit beliau menerima Majalah Ghoib. Berikut petikan wawancara tersebut.
Apa yang dimaksud dengan sihir?
Sihir merupakan sesuatu yang samar, diakui keberadaannya, dan dampaknya juga bisa dirasakan. Sihir merupakan fitnah sebagaimana terungkap dalam firman Allah melalui perkataan dua malaikat di Babil, “Sedang keduanya tidak mengajarkan kepada seseorang sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu) sebab itu janganlah kafir.” (QS. Al-Baqarah: 102). Karenanya Allah mengharamkan sihir. Hal ini tak lain karena tukang sihir melakukan ritual ibadah kepada selain Allah. Sedangkan peralihan ibadah kepada selain Al- lah itu termasuk syirik. Rasulullah mempertegas pengharamannya, “Bukan golongan kami, tukang sihir atau orang yang datang kepada tukang sihir.”
Dalam hadits ini Rasulullah telah berlepas diri dari tukang sihir dan orang yang datang kepadanya. Dengan demikian mereka berdua memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Karena mereka tolong menolong dalam urusan yang terlarang.
Kita mengakui keberadaan sihir. Tapi perlu diingat bahwa sihir tidak akan berpengaruh apa-apa kecuali atas idzin Allah. “Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi madhorot dengan sihirnya kepada seorangpun kecuali dengan idzin Allah.” (QS. Al-Baqarah: 102).
Maksudnya?
Allah menciptakan dua jalan. Jalan taat dan jalan maksiat. Dan, keduanya menjadi batu ujian. Ketika orang-orang mengetahui bahwa pengaruh sihir itu begini dan begitu. Akhirnya hati manusia pun tergoda. Padahal pada hakekatnya sihir itu terlarang. Sihir tidak akan berpengaruh apa-apa kecuali atas idzin Allah. Namun, tidak berarti Allah meridhoinya. Sebagaimana Allah menciptakan kekufuran sedangkan Allah tidak meridhoi kekufuran itu.
Sesungguhnya, tukang sihir dan tipu dayanya itu lemah. Tapi ia memperkuat dirinya dengan meminta bantuan kepada jin. Sementara jin tidak akan membantunya kecuali bila tukang sihir telah melakukan ritual ibadah kepada selain Allah.
Caranya?
Ya. Sihir itu sendiri bermacam-macam. Satu hal yang pasti, apapun bentuknya, tukang sihir selalu bekerja sama dengan syetan. Mereka meminta syetan untuk melakukan ini dan itu. Sebagai gantinya tukang sihir akan mematuhi permintaan jin, misalnya menyembelih binatang yang dipersembahkan kepada selain Allah, berdoa dan istighatsah kepada selain Allah dengan menyebut beberapa nama yang pada hakekatnya itu adalah nama-nama jin. Apabila jin itu mendengar panggilan tukang sihir dan ia tahu bahwa tukang sihir itu telah berpaling dari Allah, maka jin akan mengabulkan permintaannya dan mewujudkan keinginannya.
Selain sihir ada juga peristiwa luar biasa yang disebut karamah, bisa dijelaskan lebih jauh?
Karamah, adalah suatu peristiwa yang tidak lazim (di luar kebiasaan) yang diberikan Allah kepada wali-waliNya yaitu orang-orang yang bertakwa.
Artinya kita tahu bahwa kaki akan basah, bila berjalan di atas air atau manusia tidak bisa terbang. Bila ada orang yang mengaku bisa berjalan di atas air tanpa terkena air sama sekali. Atau ada yang mengaku bisa terbang, maka semua ini merupakan sesuatu yang tidak lazim. Di dalam Al-Qur’an Allah menyebutkan beberapa peristiwa yang tidak lazim, misalnya berpindahnya singgasana ratu Balqis yang tinggal di Yaman ke istana Nabi Sulaiman hanya dalam hitungan detik. Ini juga tidak lazim. Namun, apakah itu karamah ataukah tidak, tergantung pada siapa peristiwa itu terjadi.
Apa syarat orang yang berhak mendapat karamah?
Untuk mengetahui apakah seseorang mendapat karamah kita perlu melihat pada kondisi orang tersebut. Bila ia orang bertakwa yang mengikuti ajaran Rasulullah dan tidak mengaku-ngaku mendapat karamah. Maka dialah orang yang sebenarnya memiliki karamah. Hasan Bashri berkata, “Orang-orang mengaku menjadi kekasih Allah (memiliki karamah), kemudian Allah menguji mereka dengan firman-Nya, “Katakan: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS. Ali Imran: 31)
Dengan demikian ciri orang yang mendapat karamah adalah mengikuti sunah Rasulullah. Ketika kita melihat seseorang sering melakukan bid’ah, melakukan penyimpangan, suka berbuat keji lalu mengaku mendapat karamah, maka ia telah berdusta. Karena yang mendapat karamah hanyalah orang yang bertakwa, “Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus: 62)
Karenanya Syafi’i berkata, “Bila ada yang mengaku mendapat karamah, maka ukurlah amalnya dengan Al-Quran dan hadits. Bila sesuai dengan keduanya, ia memang mendapat karamah dan bila tidak, ia adalah dajjal dan tukang sihir”
Contohnya?
Umar misalnya, ketika khutbah Jumah di Madinah, mengatakan, “Ya Sariyah (Pasukan)! ke gunung, ke gunung.” Umar menyuruhnya untuk berlindung di gunung, padahal tentara di bawah komando Sariyah berada di Syam. Apakah saat itu sudah ada satelit yang memberikan informasi keberadaan Sariyah? Tidak. Tetapi itu adalah karamah yang diberikan kepada Umar.
Contoh karamah yang terjadi pada zaman sekarang?
Karamah bukanlah masalah kecil dan sembarang orang bisa mendapatkannya. Karena itu ulama membuat kaidah, “Setiap orang yang mengaku mendapat karamah, sesungguhnya dia tidak mendapatkannya.” Karena karamah hanya diperoleh dengan jalur takwa. Lalu apakah ada orang yang mengaku dirinya sebagai orang yang bertakwa? tidak. Dan, demikian pula dengan karamah.
Ini hal yang sangat penting. Bila saat ini ada orang yang mengaku mendapat karamah, maka saat itu juga kita mengatakan bahwa ia bukan orang yang mendapatkannya, karena karamah adalah sesuatu yang samar (rahasia).
Bila ada yang dikatakan oleh masyarakat atau pengikutnya sebagai wali dan mendapat karamah?
Bila orang tersebut menerima “gelar” dari masyarakat tadi, maka ia telah melakukan suatu penyimpangan. Karena gelar wali tidak sama degan gelar doktor. Dan karomah tidak diperoleh melalui jalur pembelajaran, tetapi hadiah langsung dari Allah. Selain itu, karomah bukan merupakan penghormatan seseorang atas orang lain.
Orang yang mendapat karomah bukan berarti harus lebih dihormati dari orang lain yang tidak mendapatkannya. Sebab jumlah sahabat yang mendapat karomah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah mereka yang mencapai ratusan ribu. Karena karomah tidak hanya bentuk ta’yid (Pertolongan) kepada seseorang yang kuat imannya. Tetapi bisa juga disebabkan oleh kelemahan ruhiah orang yang mendapatkannya. Sehingga kekuatan ruhiahnya semakin kuat dengan karamah. Karena itulah, jumlah tabi’in yang mendapat karamah lebih banyak dari jumlah sahabat yang mendapatkannya.
Bagaimana melepaskan diri dari orang yang mengaku mendapat karamah?
Masyarakat harus tahu bahwa orang yang mendapat karamah, sesungguhnya karamahnya itu hanya untuk dirinya sendiri. Bukan untuk orang lain.
Bila demikian, apa perbedaan mendasar antara tukang sihir dan orang yang mendapat karamah?
Ketika orang tidak lagi mampu mencapai derajat wali dan tidak memperoleh karomah, mereka mengambil jalan pintas, dengan melakukan sejenis sihir lalu mengatakan bahwa itu adalah karomah.
Orang-orang sesat ingin memperkuat pengaruhnya dengan jalan melakukan penipuan berkedok karomah. Ia mengaku sebagai wali dan bisa melakukan ini dan itu. Bisa mengangkat orang dari tanah dan melemparkannya atau menjadikannya tergantung di atas tanah. Ketika ditanya pengikutnya dari mana kemampuannya itu? dia menjawab ini adalah karomah. Dengan demikian pengikutnya semakin patuh dan loyal kepadanya. Karena itu ada kaitan erat antara bid’ah, dholal (kesesatan) dan sihir. Ada kaitan erat antara taqwa, wali, mahabatullah (cinta kepada Allah) dan karamah.
Tapi karena kebanyakan orang tidak tahu perbedaan antara karamah dan sihir, maka orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan mudah merubah yang batil menjadi benar. Mereka mengatakan sihir adalah karamah. Inilah yang sekarang terjadi di masyarakat. Sehingga orang- orangpun takut kepadanya.
Ketahuilah, bahwa karamah merupakan kedudukan istimewa di mata Allah, karenanya orang yang mendapat karamah, tidak akan pernah melakukan penipuan seperti ini. la akan merahasiakan karamahnya.
Lalu apa yang harus mereka lakukan?
Baik, masalahnya sangatlah jelas. Bila anda ingin g mengetahui antara hak dan batil. Lihatlah kepada orang yang mengaku mendapat karamah. Dengan hanya pengakuan mendapat karamah kita sudah tahu apakah ia memang layak memperolehnya atau tidak. Yang kedua lihat perbuatannya. Bila ia orang yang bertakwa, melakukan perintah agama dan meninggalkan larangan-larangannya, hawa nafsunya selalu terbingkai oleh mahabatullah. Kemudian dalam dirinya nampak adanya karamah maka kita mengakui itu adalah karamah. Adapun bila dia orang yang jauh dari norma agama, sering melakukan penyimpangan dalam aqidahnya, atau tidak perintah agama, contoh yang paling mudah tidak shalat jamaah di masjid maka ketahuilah! bila dia mengaku memperoleh karamah, maka itu adalah palsu.
Bila ia dikenal sebagai tokoh agama?
Ya, keilmuan bukan merupakan sebab seseorang memperoleh karamah.
Bagaimana kalau faktor keturunan?
Tidak juga. Seandainya karomah bisa diperoleh melalui jalur keturunan, niscaya Kan’an anaknya nabi Nuh atau istrinya nabi Luth, atau beberapa paran Rasulullah lebih layak mendapat hidayah dari orang lain. Karena itu Rasulullah bersabda, “Orang yang sedikit amalnya, maka nasabnya tidak akan banyak membantunya.” (HR. Nasa’i). Faktor keturunan hanya berfungsi sebagai sarana pengenal satu sama lain. Dan tidak ada hubungannya di mata syar’i.
Apa pendapat Ustadz terhadap orang yang mengaku mendapat karamah karena bekerja sama dengan jin muslim?
Bekerjasama dengan jin secara umum dilarang oleh ulama. Karena kita tidak tahu hakekat keislamannya. Bisa jadi ia mengaku jin muslim tapi sesungguhnya bukan. Darimana kita tahu bahwa dia jin muslim? Dari pengakuannya?
Lalu apa yang harus dilakukan ulama?
Ulama harus menjelaskan bahaya orang ini kepada masyarakat. Menjelaskan bahwa kelebihan yang dimilikinya itu bukan karomah tetapi sihir dan tipuan semata. Ulama perlu menjelaskan bahwa kelebihan yang dimiliki seseorang terbagi menjadi tiga. Pertama apa yang dimiliki para nabi dan rasul yang disebut mukjizat. Kedua yang diberikan kepada orang bertakwa disebut karamah. Dan ketiga apa yang dimiliki orang yang banyak melakukan penyimpangan aqidah dan ibadahnya disebut dengan ahwal syaithoniah (Kemampuan Syetan) yang lebih dikenal dengan nama sihir, hipnotis dan lain-lain. Mukjizat sudah tidak ada lagi. Tinggallah karomah dan kelebihan yang diperoleh atas bantuan syetan. Ulama harus menjelaskannya kepada masyarakat.
Saya ingin menekankan kembali bahwa karamah merupakan kedudukan yang bersifat syar’i. Kita tidak boleh menisbatkannya kepada seseorang kecuali berdasarkan pada syarat-syarat syariah. Ada perbedaan mendasar antara hal-hal yang bersifat syar’iyah dan hal-hal yang bersifat duniawi. Sifat-sifat duniawi misalnya gelar doktor. Banyaknya orang yang mengaku mendapat karamah karena masalah ini sangat disukai dan didamba. Inilah yang harus diperhatikan jangan sampai kita menyukai pujian atas apa yang tidak pernah kita lakukan.
Bagaimana cara berlepas diri dari sihir?
Cara terbaik adalah kita harus mengetahui dan memahami kedudukan sihir di mata Allah. Mempelajari sihir atau berhubungan dengannya sama sekali tidak ada sisi positifnya, bahkan sebaliknya akan menjebak seseorang ke jurang kehancuran. Perhatikan firman Allah “Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi madlorot dan tidak memberi manfaat.” (QS. Al-Baqarah: 102) dan dalam ayat yang sama, Allah menegaskan “Dan, sesungguhnya mereka telah meyakini barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah keuntungan baginya di akhirat.”
Bagaimana seseorang berani menjual akhiratnya untuk kepentingan dunia yang sesaat ini. Wahai orang yang terlibat langsung dengan sihir ketahuilah bahwa kamu tidak akan dapat apa-apa.
Saya tahu seseorang yang anak perempuannya sakit parah, sampai ia tidak bisa mengenali lagi orang-orang di sekitarnya. Kemudian ada yang menyarankan untuk membawanya berobat ke seorang tabib yang lebih cenderung menggunakan sihir sebagai bagian dari pengobatannya. la mulai berpikir, “Ini dalam keadaan dharurat, seperti dibolehkannya memakan bangkai bila tidak mendapatkan makanan dan hampir meninggal.” Lalu datanglah seseorang menasihatinya, “Seandainya anakmu meninggal dalam keadaan Islam dan engkau tidak menyekutukan Allah, itu sangat jauh lebih baik daripada engkau dan anakmu meninggal dalam keadaan menyekutukan Allah”.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya ujian dalam segala bentuknya pada hakekatnya adalah untuk mengangkat derajat kaum muslimin. Sakit bukanlah alasan untuk datang ke tukang sihir. Bersabarlah dan datanglah ke dokter. Hendaknya dipahami bahwa setiap yang diharamkan Allah pada hakekatnya itu membawa keburukan.
Wawancara Ustadz Kholid Al-Rumi
Ghoib Edisi No. 11 Th. 2/ 1424 H/ 2004 M