Ziarah ke Makam Orang Alim

Apa hukumnya berziarah ke makam orang yang alim atau punya karamah dan ulama terkenal di suatu daerah?

(Rachma, Banjarmasin Kalimantan Selatan).

Bismillah wal Hamdulillah, para ulama’ sepakat bahwa ziarah kubur disunnahkan bagi orang laki-laki. Dan mereka berbeda pendapat tentang hukum wanita yang berziarah kubur. Para pengikut madzhab Hanafi berpendapat bahwa ziarah kubur hukumnya sunnah bagi laki-laki dan juga perempuan. Sedangkan mayoritas ulama menyatakan bahwa ziarah kubur sunnah bagi laki laki berdasarkan hadits Rasulullah, “Saya pernah melarang kalian (para lelaki) untuk berziarah kubur, (tapi sekarang) silahkan kalian berziarah ke kubur, karena hal itu bisa mengingatkan kalian akan kematian.” (HR. Muslim). Di riwayat lain, “Karena bisa mengingatkan kalian akan akhirat”. Dan menurut jumhur ulama ziarah kubur bagi perempuan hukumnya makruh. Berdasarkan hadits, “Allah melaknat para perempuan yang ziarah kubur.” (HR. Tirmidzi dan dinyatakan sebagai hadits shahih). Lebih lengkapnya lihat kitab al-Fiqhul al-Islami wa Adillatuhu: 2/1568-1572.

Kalau tujuan dari ziarah kubur itu untuk mengingatkan akan kematian dan alam akhirat, maka tidak ada alasan bagi kita untuk membedakan antara kuburan orang alim dengan orang awam, antara kuburan seorang tokoh dengan seorang rakyat biasa. Dan syari’at Islam telah mengajarkan umatnya untuk berdo’a atau membaca ayat suci al-Qur’an, memohon kepada Allah agar penghuni kubur tersebut diampuni dosa-dosanya oleh Allah dan diterima amal baiknya. Adapun do’a yang diajarkan oleh Rasulullah saat ziarah kubur adalah. “Assalamu ‘alaikum ahlad diyar minal mukminin, wa inna insya Allah bikum lahiqun, nas-alullaha lana wa lakumul ‘afiyah“. (Semoga keselamatan bagi kalian semua wahai orang-orang mukmin penghuni kubur. Dan insya Allah kami akan menyusul kalian semua. Kami memohon kepada Allah keselamatan untuk kami dan kalian semua). (HR. Muslim).

Kalau ada seseorang yang ziarah ke kubur seorang ulama’ atau tokoh terkenal yang semasa hidupnya dikenal dan diyakini punya ‘kesaktian’ atau ‘kekeramatan’, dengan tujuan memohon berkahnya atau kesaktian dan karomahnya, maka ia telah melakukan penyimpangan dan penyelewangan. Niatnya telah salah, dan tujuannya telah melenceng dari tujuan ziarah kubur yang sesuai dengan syari’at. Perbuatan seperti itu tidak akan mengingatkan pelakunya kepada kematian atau kehidupan akhirat, justru malah sebaliknya. Dan secara sadar atau tidak, cepat atau lambat, pelakunya akan terseret dan terjerembab pada jurang kesyirikan. Na’udzu billahi min dzalik.

 

Oleh : Ustadz Hasan Bishri, Lc.

 

 

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 40 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN