Seeorang lelaki tua miskin mengetuk pintu rumah Bambang, orang paling dikenal di kampungnya. “Tok. Tok. Tok,” keras sekali orang tua itu mengetuk pintu. Bambang yang saat itu sedang istirahat di lantai dua, melongok melalui jendela. Diamatinya orang tua itu. Orang tua yang nampak lusuh, rambut kering tidak terawat. Perasaan iba otomatis menyeruak saat menyaksikan bapak tua itu. Nampak betul dia mengharap belas kasihan.
“Siapa kamu? dan apa keperluanmu?” tanya Bambang sambil berteriak dari lantai dua rumahnya. “Turunlah!” jawab si lelaki tua itu mendongakkan kepalanya.
Bambang bergegas turun dan menemui lelaki itu. Lalu si lelaki tua itu berkata, “Tuan, beri aku sesuatu karena mengharap ridha Allah!” pintanya dengan penuh harap.
“Kemarilah!” kata Bambang sambil mengajaknya naik ke lantai dua. Wajah orang tua itu berubah berbinar-binar, terbayang pemberian yang akan diberikan oleh Bambang pemilik rumah besar itu. Tetapi setelah sampai di lantai dua, Bambang bukannya menyodorkan bantuan malah hanya berkata,
“Allah lah yang akan memberimu”.
“Ya, maksudku aku minta dari Tuan yang baik,” kata orang itu memelas. “Kan tadi minta kepada Allah,” jawab Bambang tak peduli.
“Mengapa tak kau katakan ini ketika aku masih di pintu tadi?” kata si lelaki tua itu dengan marah karena merasa dipermainkan.
Dengan santai sambil merapikan kertas-kertas yang berserakan di lantai, Bambang menjawab “Dan, mengapa kamu tidak meminta sesuatu ketika aku masih di lantai dua?”
Orang tua itu pun ngeloyor keluar rumah kecewa. Dan Bambang menutup pintu terus menuju ke kamar dan merebahkan badannya di tempat tidur. Seperti tidak terjadi apa-apa.
Ghoib, Edisi No. 13 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M