“Aturlah Rumah dengan Manis”

Suaranya lantang, Banyak doa-doa yang diajarkan kepada jamaah majlis taklimnya. Tak kurang 200 orang ibu-ibu mendengarkan ceramah yang dipimpinnya di sebuah masjid di bilangan Jakarta Timur. Di sela sela kesibukannya membina ibu-ibu majlis taklim, ustadzah yang telah membimbing manasik haji dari tahun 1991 ini, menyempatkan diri menemui Majalah Ghoib. Di tengah tetabuhan suara robana dan lantunan shalawat yang didendangkan anggota pengajiannya, Majalah Ghoib mewawancarainya. Berikut petikannya.

 

Apa sebenarnya fungsi rumah bagi sebuah keluarga muslim?

Kalau kita berpedoman pada al-Qur’an dan Hadits. Maka dalam sebuah rumah tangga harus tercipta suasana saling pengertian diantara para penghuninya. Kalau sudah ada saling pengertian maka akan timbul suasana ketenangan dan keberkahan. Rumah adalah madrasah/sekolah pertama anak-anak kita sebelum mereka berinteraksi dengan dunia luar. Maka ajarkanlah kepada anak-anak kita al-Qur’an, baik cara membacannya ataupun nilai yang terkandung di dalamnya. Tanamkan kepada mereka bahwa ilmu al-Qur’an itu lebih tinggi dari ilmu-ilmu lainnya. Sebab semua jenis disiplin ilmu telah dibahas di dalamnya. Jangan lupa pula untuk membiasakan sholat berjamaah. Hal ini akan memupuk kedisiplinan dan keakraban bagi seluruh anggota keluarga. Dari dalam rumah, orangtua bisa menanamkan kepada anak-anaknya untuk mencintai sunnah-sunnah Rasulullah. Mereka dibiasakan untuk puasa Senin-Kamis. Dari berbagai pengalaman mereka sejak di rumah. Anak-anak akan terbiasa dengan aktivitas kebaikan, untuk kemudian ditularkan kepada teman-temannya.

 

Bagaimana caranya mendidik anak-anak kita di rumah, sehingga mereka memiliki akhlaq yang mulia?

Yang saya lakukan kepada anak-anak saya, adalah dengan cara pendekatan kepada mereka. Kita harus mengetahui kelemahan dan kelebihan mereka. Sehingga kita bisa memberi beban sesuai dengan kemampuan mereka. Dan yang terpenting, panjatkanlah selalu doa untuk mereka setiap saat. “Ya Allah berilah keberkahan pada anak dan keturunan kami. jadikanlah mereka hamba yang shalih. Jadikanlah mereka hamba yang selalu sujud kepada-Mu.” Anak itukan tumpuan harapan kita. Kalau kita bertemu dengan orang lain. Yang mereka tanya, bukan berapa jumlah harta atau mobil yang kita miliki. Tetapi, berapa jumlah anak kamu? Memang kebahagiaan dalam rumah tangga itu tergantung pada bagaimana cara kita mendidik mereka sehingga menjadi anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya.

 

Bagaimana Rasulullah membina keluarganya di rumah?

Sudah seharusnya semua umat Islam bercermin pada prilaku Rasulullah yang sangat agung. Rasulullah selalu berbicara sopan dan lemah lembut kepada para istrinya. Walaupun kita orang Betawi, tidak boleh memanggil Elu(kamu), kepada istri atau suami di rumah. Apalagi kepada anak-anak. Kalau memanggil anaknya, Rasulullah selalu memangil dengan sebuat Ya Bunayya-wahal anakku. Beliau sangat menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang muda. Sedangkan kepada istrinya, Rasulullah memangilnya dengan sebutan Ya Khumaera-wahai perempuan yang pipinya kemerahan-kemerahan. Romantis sekali. Wanita mana yang tidak bertambah kecintaaan kepada suaminya, jika diperlakukan seperti itu. Makanya kita harus benar-benar mempelajari sejarahnya kalau kita mau tahu kemuliaannya.

 

Bagaimana selanjutnya peran ibu dalam sebuah rumah tangga muslim?

Menurut saya, seorang wanita itu perannya ada empat. Apabila sedang menghadap Allah maka kita sebagai hamba Allah . Kita berusaha mengerjakan semua perintahnya dan menjauhi semua larangannya. Kalau kita menghadap suami, maka kita bertindak sebagai istri yang patuh dan taat kepadanya. Kalau kita berhadapan dengan anak, maka kita berperan sebagal ibu rumah tangga yang membina dan menyayangi mereka. Ketika kita ada dihadapan murid, maka kita bertindak sebagai seorang guru. Yang selalu memberikan ilmu sekaligus memberikan contoh tauladan yang baik buat mereka. Dengan mengetahui fungsi-fungsi tersebut, maka akan timbul keselarasan pada semua peran yang kita mainkan.

 

Anda kan sangat sibuk berdakwah dengan mengajar berbagai majlis taklim. Bagaimana caranya membagi waktu untuk anak dan suami?

Saya mencoba menselaraskan keempat fungsi tadi, Seorang istri, biar bagaimana pun tinggi pangkatnya. Ketika dihadapan suami, la harus tetap menghormatinya. Walaupun suaminya hanya seorang tukang becak. Saya berusaha melayani suami dengan baik, Perawatan yang saya berikan total. Begitu juga untuk anak-anak. Jadi, walaupun saya sibuk. Saya tetap mengutamakan urusan rumah tangga di atas urusan lainnya. Yang paling penting buat saya adalah menjaga keluarga dari siksaan api neraka. Seperti yang Allah informasikan kepada kita dalam al-Qur’an.

 

Rusaknya moral anak-anak kita, apakah penyebabnya karena pendidikan di rumahnya kurang?

Menurut saya memang demikian. Karena orangtua sering tidak melakukan pendekatan kepada anak-anak mereka. Tugas orangtua itu, bukan hanya mendidik anak lewat sekolahnya saja. Ketika mereka pulang, maka itu menjadi tanggungjawab orangtua di rumah. Orangtua harus selalu memperhatikan perkembangan anak-anaknya. Baik tata caranya bersikap serta dengan siapa mereka bergaul. Tidak ada istilah, orangtua akan terkutuk bila selalu mengawasi dan ketat terhadap anaknya. Berikan mereka contoh tauladan yang baik. Saya suka bilang sama anak-anak. Coba kalian perhatikan pakaian mama, beginilah seorang muslimah seharusnya berpakaian. Kalau terjadi proses komunikasi yang baik, insya Allah keluarga kita baik-baik saja.

 

Apa yang harus dilakukan, agar sebuah rumah tangga bisa dikatakan sakinah?

Tentunya dengan banyak mendekatkan diri pada Allah. Seperti kita ketahui, setiap pagi Allah menurunkan bala’-ujian beribu-ribu jumlahnya. Tetapi sebelum Allah menurunkan ujian atau cobaan kepada umatnya, kita terlebih dahulu sudah sujud dimalam harinya. Dengan kekuatan doa yang telah kita panjatkan. Maka ujian ataupun cobaan yang akan menghampiri kita, akan bisa ditolak. Dengan mendekatkan diri kepada Allah. Maka iman kita akan senantiasa bertambah. Faktor iman inilah yang menyebabkan sering terjadinya percekcokan atau perselingkuhan di dalam rumah tangga. Pakaian taqwalah yang akan membuat sebuah keluarga terasa seperti di surga.

 

Apa pesan Anda untuk kamum muslimin?

Sebagai seorang muslimah, kita harus berprilaku sesuai al-Qur’an. Pakaiannya harus rapi. Amalan ibadanya kuat. Pembicaraannya tidak kasar, apalagi kepada anak-anak. Kepada para ibu, aturlah rumah serta rumah tangga kita dengan cantik dan manis. Artinya kita harus memiliki strategi agar keimanan keluarga kita terus membaik dan tercipta sebuah keluarga yang tenteram dan damai.

Oleh : Ustadzah Hj. Ida Farida Baidowi (Mubalighah dan Pengasuh Majlis Taklim)
Ghoib, Edisi No. 63 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

“BEKAL KELUARGA HARMONIS ADALAH TAQWA”

Muhmmad Ihsan Tanjung terlahir dalam keluarga yang berlatarbelakang diplomat. Karenanya, anak pasangan Zainal Arifin Tanjung dan Zuhana Nasution ini bercita-cita ingin menjadi diplomat seperti orang tuanya. Kini, ia lebih dikenal sebagai seorang Muballigh dan Da’i senior yang banyak memberikan ceramah agama di berbagai seminar dan diskusi. Di tengah kesibukannya tersebut, Majalah Ghoib mewawancarainya mengenai keluarga sakinah. Berikut petikannya.

 

Bisa Anda jelaskan bagaimana sebenarnya gambaran rumah tangga harmonis yang bisa disebut keluarga ‘baiti jannati’?

Rumah tangga yang bisa disebut keluarga baiti jannati adalah yang semua anggota keluarganya, baik ayah-ibu dan anak-anak merasa kerasan di dalam rumahnya. Itulah hakikat sakinah. Keluarga sakinah bisa kita dikaitkan dengan tempat tinggal, dalam bahasa Inggrisnya disebut Home. Bagi sebuah keluarga sakinah, yang terpenting bukan hanya dilihat dari bangunan fisik rumah tersebut, tetapi mereka punya tempat tinggal yang nyaman.

Karena kalau orang punya home, akan mengakibatkan betah dan kerasan berada di lingkungan keluarganya. Kalau yang diperhatikan hanya sekadar bangunan fisik, belum tentu bisa betah dan kerasan di dalamnya. Dalam bahasa Inggris dikatakan village home-merasa kerasan di dalam rumahnya sendiri. Kalau penghuni rumah tersebut pergi jauh meninggalkan keluarga dan tempat tinggalnya. Maka akan muncul rasa rindu dan kangen ingin segera kembali berkumpul bersama anggota keluarganya di rumah. Itu di antara ciri-ciri sebuah keluarga sakinah.

 

Faktor apa yang membuat sebuah keluarga itu atau orang-orang yang berada di dalamnya kemudian rindu akan rumahnya?

Faktornya adalah seberapa jauh keluarga itu menjadikan hubungan taqarrub kepada Allah manjadi pengikat utamanya. Jadi tidak mungkin bisa merasakan sakinah bila kita mencari pengikat selain kepada Allah. Sakinah hanya muncul bila setiap anggota rumahtangga menjadikan Allah sebagai faktor perekat diantara mereka. Apabila mereka berusaha mencari faktor perekat lain entah itu harta, jabatan atau popularitas. Sesungguhnya itu tidak akan menimbulkan rasa sakinah yang hakiki.

Dalam ayat al-Qur’an surat az-Zukhruf ayat ke-67, Allah menjelaskan: “Para sahabat karib sewaktu di dunia, kelak di hari berbangkit nanti sebahagian menjadi musuh bagi sebahagian yang lain kecuali orang yang bertakwa.” Jadi ketakwaan itu adalah faktor perekat utama kebahagian keluarga, faktor perekat ini muncul bukan hanya di dunia tetapi sampai dikehidupan lainnya. Tetapi ketika orang bersahabat karib dan saling bercinta dengan alasan selain ketakwaan. Jangan kaget di dunia kelihatan akrab enjoy dan happy. Begitu sampai di hari berbangkit, tahu-tahu saling menyalahkan, saling memusuhi karena memang ikatan mereka rapuh bukan ikatan yang menimbulkan ketentraman satu sama lain secara hakiki. Ikatan inilah yang menjadikan sebuah keluarga saling merasakan kerinduan.

 

Secara teknis bekal takwa tadi atau lebih dekat kepada Allah dalam sebuah rumah tangga bagaimana implementasinya?

Implementasinya adalah seperti disebutkan dalam sebuah hadits “Ada tiga hal bila ada pada diri seseorang dia akan merasakan lezat dan manisnya iman. Pertama, ketika Allah dan Rasulnya lebih dicintai daripada apapun dan siapapun di muka bumi ini. Kedua; Mencintai seseorang tidak lain karena Allah. Ketiga; Ketika seseorang benci kembali kepada kekafiran seperti bencinya dia dijerumuskan ke dalam api neraka.” Ini harus kita coba perjuangkan di dalam keluarga kita masing-masing. Bagaimana dalam keluarga kita, Allah dan Rasulnya menjadi pihak yang dicintai oleh semua anggota keluarga lebih daripada yang lainnya.

 

Dalam hal ini, kalau kita menyatakan cinta kepada Allah di atas segala-galanya, adakah hal-hal yang harus kita dipenuhi?

Pertama, kewajiban-kewajiban dari Allah harus kita penuhi. Apa itu? Yaitu rukun Islam yang lima. Coba diperjuangkan supaya dalam rumah tangga terwujud kegemaran menjalankan kewajiban perintah Allah seperti shalat lima waktu. Apalagi kalau anggota keluarga terutama kaum prianya sudah sampai pada tahap meyakini bahwa shalat lima waktu itu perlu dikerjakan di masjid secara berjamaah dan tepat waktu. Itu akan menyebabkan terjadinya gairah cinta satu sama lain karena Allah.

Lebih dari itu, jika yang wanitanya/isterinya bisa memenej urusan rumah tangga sehingga juga bisa pergi sholat ke masjid. Walaupun dalam hadits diterangkan “Jangan larang kaum wanita kalian pergi ke masjid” Artinya beda dengan kaum pria. Kalau kaum pria dianjurkan pergi ke masjid sedangkan kaum wanitanya bukan dianjurkan tetapi kalau mereka bisa mengelola urusan- urusan di rumah mereka mau ke masjid jangan dihalangi. Ideal sekali kalau sampai bisa seluruh anggota rumah tangga secara optimal shalat lima waktunya di masjid.

Begitu juga dengan zakat, infak dan shadaqah. Hal tersebut menjadi hal yang mewarnai kehidupan rumah tangga itu. Apalagi kalau kita lihat ada hadits nabi yang menjelaskan bahwa setiap pagi ada dua malaikat yang mendoakan yang kedua doanya berbeda untuk hamba Allah. Yang pertama: “Ya Allah lapangkan rejeki hamba-Mu yang pagi-pagi berinfak.” Yang satunya lagi berdoa: “Ya Allah persulit hamba- Mu yang pagi-pagi tidak bershadaqah serta berinfak.

Kedua, dalam kaitan menumbuhkan cinta kepada Allah seorang muslim dalam berumah tangganya harus mementingkan interaksinya dengan al qur’an. Jadi bagaimana dalam keluarga tersebut bisa berinteraksi dengan al-Qur’an secara baik.

Ketiga, kalau kita mau dicintai dan mencintai Allah lebih dari segala-galanya, kita harus menghidupkan budaya dzikir. Keluarga yang baik adalah keluarga yang budaya dzikir itu dihidupkan. Dzikrullah. Bahkan dzikir dengan membaca ma’tsurat dipagi dan disore itu coba dibudayakan dan dihidupkan bersama dalam keluarga. Sehingga mereka terbiasa sejak dari kecil wirid-wirid yang membasahi lisan. Maka kalau kita temukan rumahtangga kita tidak menghidupkan dzikrullah, jangan heran kalau sering terjadi kesurupan masal dan lain sebagainya. Karena membiarkan hati dan pikiran ini kosong dari mengingat Allah. Keempat, menghidupkan setelah yang wajib adalah yang sunnah. Pastikan bahwa kita memang terbiasa shalat malam. Kita terbiasa shalat ba’diah dan qobliyah. Shalat dhuha. Shalat dhuha kata Nabi adalah shalat yang menyebabkan Allah memandang seluruh anggota tubuh kita ibaratnya telah memenuhi hak dzikirnya.

 

Bagaimana seharusnya hubungan anak dan orangtua dalam sebuah keluarga?

Mengenai hubungan anak dan orangtua. Saya tertarik dengan ungkapan Ali bin Abi Thalib ra. Yang memberikan tiga katagori tahap pendidikan anak. Ali mengatakan terhadap anak yang masih kecil sampai usia 7 tahun (0-7 tahun) ajaklah mereka bermain. Sedangkan 7-14 tahun tanamkan adab-adab, regulasi-regulasi pendisiplinan. Sedangkan 14 tahun ke atas jadilah sahabat mitra mereka, dalam berdialog, berdiskusi.

Jadi dari perkataan sahabat ini, kita dapat menyimpulkan rupanya memang pendekatan orangtua terhadap anak itu bertingkat-tingkat sesuai denagan usianya. Maka kalau kita perhatikan, Nabi memberikan pengajaran kepada kita “Anjurkan kepada anak kalian pada usia 7 tahun untuk melaksanakan shalat. Bukan sebelum 7 tahun. Karena sebelum 7 tahun pendekatan-pendekatannya adalah dengan cara bermain.

 

Bagaimana seharusnya usaha sebuah keluarga muslim kalau mereka merasa sangat sulit sekali untuk melaksanakan ibadah secara total kepada Allah?

Ini dibutuhkan quwwatuliman, penguatan keimanan terlebih dahulu, Penguatan iman ini kalau kita lihat ada 3 variabelnya. Pertama membekali diri dengan ilmu. Iman dalam ajaran Islam bukan tumbuh begitu saja tetapi dia memang dilandasi dengan ilmu. Maka ilmu dalam hal ini yang dimasud adalah ilmu tentang kebenaran. Addin Itu yang menjadikan iman seseorang itu hidup dan menyala.

Tetapi di samping ilmu, iman itu juga perlu dikokohkan dan dipertahankan melalui persahabatan dengan orang yang shalih. Jadi kalau kita ingin memiliki iman yang terpelihara bahkan kuat, kita harus bersahabat dengan orang-orang shalih. Kata Nabi, “Seseorang akan mengikuti keyakinan agama sahabat karibnya. Atau hendaknya setiap orang memperhatikan siapa yang dia jadikan sahabat karıb.” Kalau berteman boleh dengan siapa saja, tetapi kalau sahabat karib tidak boleh sembarangan. Ketiga, supaya iman ini terpelihara dengan sahabat-sahabat itu kita harus laksanakan pesan nabi yaitu saling nasehat menasehati. Percuma juga kita punya sahabat yang shalih tetapi kita tidak punya budaya saling nasehat menasehati. Budaya saling menasehati ini masih sangat sulit pada masyarakat kita.

 

Faktor apa yang membuat sebuah keluarga itu tidak kondusif atau tidak harmonis sehingga membuat setan betah dan terus mengganggu anggota keluarga di dalamnya?

Faktornya saya kira cukup banyak. Tetapi kalau kita bicara yang paling mendasar faktornya adalah yang ada di dalam diri suami istri itu sendiri. Kalau di dalam diri suami istri itu membiarkan ada celah-celah masuknya pihak-pihak lain tanpa dia sadari atau dia sadari itu akan menyebabkan pengkhianatan satu sama lain. Maka itu yang akan merusak secara cepat atau lambat keluarga tersebut.

Contohnya adalah adanya ketidakketerbukaan yang optimal antara suami istri sehingga terjadi konflik di dalam keluarga. Tidak adanya semaca kelapangdadaan dari pihak suami untuk menerima kritikan dari istrinya. Sebagaimana istrinya bisa terbuka menerima kritikan dari suaminya. Kalau komunikasi kuat, saya yakin banyak penyelesaian secara dewasa yang bisa diselesaikan Sebab sebuah rumahtangga yang sakinah adalah bukan rumah tangga yang tidak punya konflik atau tidak punya pertentangan. Di sana terdapat konflik, cuma mereka punya manajemen konflik yang baik. Jangankan kita, Nabi saja sempat konflik dengan istri-istrinya. Yang paling penting adalah kita berorientasi pada ishlah (perbaikan).

 

Pesan Anda sebagai seorang Ustdaz kepada kaum muslimin agar rumahtangga mereka menjadi rumah yang selalu dinaungi oleh Allah?

Marilah kita sadar bahwa zaman kita ini adalah zaman yang penuh fitnah. Dan fitnah ini sudah demikian jauh merasuk ke dalam tubuh umat ini sampai ke ruangan- ruangan keluarga kita. Dan fitnah itu tidak lagi hanya datang nya makhluk seperti manusia. Tapi bahkan dari makhluk halus seperti jin. Kalau kita umat Islam tidak membentengi rumahtangga kita dengan kesadaran akan hal ini. Saya khawatir rumahtangga yang sakinah, hanya akan menjadi sebuah slogan kosong. Maka konsep baiti jannati hanya ada di masa lalu saja.

Tapi kalau setiap rumahtangga disadarkan bahwa kita hidup di sebuah era yang menuntut sebuah kewaspadaan yang besar. Insya Allah rumahtangga itu akan bergairah dan berfastabikulkhairat. Mereka berusaha membentengi diri dengan ajaran ajaran Allah. Semangat beribadah, semangat berlomba-lomba menegakkan akhlakul karimah serta semangat berdakwah. Rumah tangga seperti itu akan menjadi cikal bakal embrio khilafah di muka bumi ini. Insya Allah.
Ghoib, Edisi 62. Th. 4/ 1427 H/ 2006 M
HUBUNGI ADMIN